Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jalur Gaza -Pada 8 Desember 35 tahun silam, sejarah mencatat sebagai hari pecahnya Intifadah pertama di Palestina yang mennguncang Timur Tengah. Ini merupakan perlawanan rakyat Palestina terhadap Israel untuk memperoleh kemerdekaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kerusuhan meningkat di mana-mana. Terjadi aksi saling balas serangan sehingga banyak nyawa melayang dari kedua belah pihak. Ribuan di antaranya adalah rakyat Palestina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk menghentikan kerusuhan, Amerika Serikat kemudian membuat kesepakatan dengan Organisasi Pembebasan Palestina atau PLO. AS meminta agar kedaulatan Israel diakui. Sementara PLO meminta Israel untuk meninggalkan wilayah Palestina, terutama Tepi Barat dan jalur Gaza. Perjanjian itu kemudian ditandatangani dalam Kesepakatan Oslo pada 1993. Kesepakatan ini menandai berakhirnya Intifadah pertama.
Jalan Damai PLO Ditentang Jihad Islam Palestina
Proses perdamaian jalur diplomatik oleh PLO ini kemudian ditentang organisasi Jihad Islam Palestina atau JIP. Ketimbang negosiasi, organisasi ini memilih berjuang dengan senjata, seperti Hamas. Ibrahim Fraihat dari Institut Doha mengatakan JIP disebut sebagai sekutu yang sangat dekat dengan Iran. Organisasi ini, juga diklaim bertanggungjawab terhadap serangan-serangan terhadap Israel. Rangkaian serangan ini kemudian menyebabkan pecahnya Intifadah kedua.
Organisasi ini mempertahankan pengaruhnya di Tepi Barat yang diduduki Israel dan merupakan kelompok militan terpenting kedua di Gaza setelah Hamas. Keduanya terkadang bekerja sama dan melakukan operasi bersama melawan musuh, tetapi hubungan mereka terkadang tegang. Jihad Islam Palestina menempatkan fokus utamanya pada konfrontasi militer. Mereka sangat kritis terhadap otoritas Palestina yang memberikan konsesi kepada Israel dan mengecam setiap keterlibatan politik dengan Israel.
Didirikan Mahasiswa Palestina
“Jihad Islam diketahui menentang proses perdamaian dan pendekatan negosiasi dengan Israel. Mereka mengadopsi perjuangan bersenjata melawan pendudukan Israel seperti Hamas,” kata Fraihat kepada Al Jazeera.
Jihad Islam Palestina didirikan pada 1981 oleh mahasiswa Palestina di Mesir. Tujuannya adalah untuk mendirikan negara Palestina di Tepi Barat, Jalur Gaza, dan daerah lain yang sekarang menjadi Israel. Kelompok ini terbilang kecil dibanding Hamas. Meski kelompoknya kecil, Jihad Islam Palestina sangat efisien dan sangat terorganisir. Ada tatanan yang kuat di dalam kelompok ini.
“Meskipun ukurannya kecil, ia telah berpartisipasi dalam semua konfrontasi dengan Israel,” kata Fraihat.
Jihad Islam Palestina memulai operasi bersenjata melawan Israel pada 1984. Pada 1988, para pemimpinnya diasingkan oleh Israel ke Lebanon. Saat berada di Lebanon, kelompok tersebut menerima pelatihan, dukungan, dan dukungan lain dari Hizbullah dan pendukungnya di Iran. Mereka menjalin hubungan dekat dengan organisasi tersebut. Pada 1990, markas besar JIP pindah ke ibukota Suriah, Damaskus, di mana ia terus berada, dengan kantor di Beirut, Teheran, dan Khartoum.
JIP disebut mendalangi beberapa bom bunuh diri di Israel. Antaranya, serangan bunuh diri bus 405 Tel Aviv–Jerusalem pada 1989 yang mengakibatkan 16 kematian warga sipil. Kelompok ini dianggap oleh Israel sebagai organisasi paling ekstrem dalam metode operasional dan komitmennya terhadap penghancuran Israel.
JIP juga diduga telah menggunakan anak di bawah umur dalam operasi mereka. Pada 29 Maret 2004, Tamer Khuweir yang, 15 tahun, dari Rifidia, pinggiran kota Palestina Nablus di Tepi Barat, ditangkap oleh pasukan Israel saat berencana melakukan misi bunuh diri. Kakak laki-lakinya mengklaim bahwa adiknya telah dicuci otak.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca juga : 29 November: Hari Solidaritas Internasional Bersama Masyarakat Palestina, Ini Latar Belakangnya
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.