Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi, nasib Gamla dan Yarden menjadi tidak jelas setelah Presiden Bashar Assad dalam pidato pengangkatannya, Senin pekan silam, menyatakan tegas bahwa Suriah akan meminta Golan dari Israel. "Kami siap berunding damai dengan Israel sesegera mungkin, tapi tidak untuk menyerahkan kedaulatan Golan," kata Bashar.
Hal itu artinya, Golan Wineryperusahaan penghasil Gamla dan Yardenjuga terancam eksistensinya. "Kita datang ke Golan memang untuk kesempatan berbisnis," kata Shalom Blayer, Manajer Umum Golan Winery. Yang pasti, perusahaan anggur yang sudah lebih dari dua dekade menanam anggur di tanah Golan yang unik itu sama sekali tidak melihat kemungkinan untuk pindah dari Golan. Dan ketidakpastian masa depan Golan Winery itu hanyalah salah satu contoh kekhawatiran entitas Golan, seperti penduduk dan perusahaan.
Sikap keras Bashar atas Golan memang cukup mengejutkan karena Bashar diperkirakan lebih kompromistis ketimbang Hafez. Hal ini membuat suhu politik di Timur Tengah naik. Apalagi perundingan damai Palestina-Israel di Camp David, Amerika Serikat, ternyata tidak membawa hasil. Menurut analis Ellis Shuman, Suriah selalu menganggap perdamaian Lebanon dengan Israel itu sudah seharusnya satu paket dengan Suriah. Nah, mundurnya tentara Israel dari Lebanon Selatan, akhir April lalu, seharusnya diikuti dengan proses yang sama di Golan.
Tapi, masalah Golan adalah poin sulit dan kompleks bagi Israel. Tidak seperti Bukit Sinai, Mesir, dan Lebanon Selatan, yang tidak langsung mengancam keamanan wilayah Israel, Dataran Tinggi Golan adalah tempat yang paling strategis untuk mengawasi wilayah Israel bagian utara dan Danau Kinneret. Pada masa perang, Golan adalah tempat paling strategis untuk mengebom Israel.
Selain masalah strategis, Golan juga menjadi pemasok 30 persen kebutuhan air Israel. Golan juga telanjur menjadi penghasil shekel (mata uang Israel) ke kantong pemerintah Israel, dengan keberadaan Golan Winery, perusahaan air mineral Mey Eden, dan atraksi turis di Gunung Hermon.
Masalahnya makin rumit karena sejak Israel mengambil alih Golantermasuk Semenanjung Sinai, Tepi Barat, dan Yerusalemmelalui pertempuran hebat Perang Enam Hari, Juni 1967, Golan makin "menjadi Israel". Permukiman pertama Israel, Kibbutz Merom Golan, dibangun pada Juli 1967. Dan sekarang, penduduk Yahudi di Golan berjumlah 13 ribu. Selain itu, memang masih ada penduduk Druze dan muslim. Meskipun penduduk Druze dan muslim itu bebas mempraktekkan agama masing-masing, pemerintah Israel selalu berusaha menarik mereka, yang selalu mempertahankan status warga negara Suriah, untuk menjadi warga negara Israel. Aneksasi Israel terhadap Golan diperkuat dengan penerapan hukum Israel pada komunitas Golan, sejak Desember 1981.
Memang, setelah itu otoritas militer Israelyang sejak perang 1967 menguasai Golandiganti dengan pemerintah sipil. Tapi serangkaian kontrol baru diterapkan atas penduduk Golan, seperti izin ketat untuk menambah bangunan bagi penduduk non-Yahudi dan untuk pemakaian air tanah. Dan yang paling parah adalah upaya memaksakan kartu identitas Israel untuk penduduk Arab yang sejak semula warga negara Suriah. Otoritas Israelwakil pemerintah Israel di Golanjuga dengan ketat mengawasi kegiatan kemasyarakatan. Mereka tidak segan menangkap dan memenjarakan orang-orang yang menginginkan Golan pisah dari Israel.
Singkat kata, menarik kembali Golan menjadi bagian Suriah pasti tidak semudah mengucapkan pidato kenegaraan. Sebab, gesekan kepentingan atas tanah Golan bisa menimbulkan banyak korban. Tidak ada cara yang lebih baik selain kompromi. Bukankah lebih baik berunding sambil menikmati Gamla dan Yarden ketimbang berperang?
BB (dari berbagai sumber)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo