Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Angka

Kecemasan Akibat ’Goyangan’ Dolar

Akibat situasi perekonomian yang tak menentu, mayoritas responden mengoreksi rencana belanja mereka.

23 Juli 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JARGON klise ”kencangkan ikat pinggang” tampaknya terpaksa populer lagi di hari-hari ini. Sejak medio Mei, harga dolar menanjak terus, dari Rp 7.400 menjadi Rp 9.400 pertengahan pekan lalu. Efek pergolakan dolar langsung terasa. Harga-harga beberapa barang, terutama yang impor, langsung terangkat. Harga sebuah telepon genggam di pusat perniagaan Roxy Mas, Jakarta, misalnya, jadi 10 persen lebih mahal dari sebulan sebelumnya. Harga sembako dan barang lokal pun mulai goyah. Di pasar-pasar tradisional, sekilo gula pasir sudah naik dari Rp 3.200 menjadi Rp 3.500.

Masyarakat belum panik, memang, tapi kecemasan mulai terlihat. Ibu-ibu siap-siap mengeluarkan kalkulator dan menghitung ulang anggaran belanja rumah tangga mereka, sebagai antisipasi seandainya perekonomian memburuk. Jajak pendapat TEMPO memperlihatkan mayoritas responden mulai merasakan efek bergolaknya nilai tukar rupiah terhadap dolar. ”Saya mulai mengirit-irit kalau belanja,” kata Nurhasanah, 23 tahun, ibu rumah tangga di kawasan Gandaria, Jakarta Timur.

Nurhasanah tidak sendiri. Melihat gejala rupiah yang tak stabil, responden juga secara drastis merevisi perilaku belanja mereka. Hampir semua responden membatalkan, atau minimal menunda, rencana membeli beberapa jenis kebutuhan sekunder (di luar urusan sembako). Mereka yang berencana ke luar negeri—berarti butuh dolar—bahkan total membatalkannya. Ujung-ujungnya, mayoritas responden berencana mengurangi pengeluaran pada bulan-bulan mendatang.

Alasan responden merevisi bujet agaknya bersumber dari kecemasan melihat situasi perekonomian nasional yang belum menunjukkan tanda-tanda membaik. Dan penyebabnya bukan semata aspek ekonomi, melainkan politik. Dengan kata lain, responden percaya goyahnya perekonomian diakibatkan oleh situasi politik yang memanas. ”Contohnya, konflik di Ambon berlarut-larut, kerusuhan mewabah di mana-mana, dan politisi sikut-sikutan sendiri,” tutur Nurhasanah.

Buntutnya, responden tidak yakin pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid mampu segera mengatasi krisis ekonomi. Alasannya, para pejabat lebih banyak adu mulut ketimbang memikirkan cara terbaik keluar dari krisis. Selain itu, tim ekonomi kabinet Gus Dur lemah.

Pendapat ini seakan menguatkan asumsi masyarakat selama ini. Yakni, neraca keuangan Indonesia sebenarnya cukup baik, sebagaimana dikatakan Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri, Kwik Kian Gie, bahwa yang mengganggu rupiah saat ini tak ada urusannya dengan ekonomi. Ekspor Indonesia sedang bagus, cadangan devisa terus meningkat, inflasi terkendali, pertumbuhan ekonomi juga mulai merambat naik. Pendeknya, fundamental perekonomian cukup mantap. Jadi, kalau ada apa-apa dengan rupiah, penyebabnya pasti soal lain.

Hal ini dibenarkan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Miranda Goeltom. Menurut Miranda, mayoritas penyebab anjloknya nilai tukar rupiah adalah faktor non-ekonomi. Karena itu, Bank Indonesia merasa belum perlu menaikkan suku bunga atau melakukan intervensi besar-besaran di pasar uang. ”Kalau kita ikut panik, sementara pasar juga sedang panik, keadaan akan semakin kacau,” kata doktor ekonomi lulusan Universitas Boston ini. Jadi, wahai para politisi, tolong perhatikan benar hal ini.

Wicaksono


Apakah Anda sudah merasakan akibat dari turunnya nilai rupiah terhadap dolar?
Ya80%
Tidak18%
Tidak tahu2%
Apakah Anda berencana mengurangi pengeluaran pada bulan-bulan mendatang?
Ya74%
Tidak26%
 
Apakah yang Anda rasakan melihat situasi perekonomian saat ini?
Cemas91%
Tidak cemas9%
 
Menurut Anda, apakah pemerintahan Abdurrahman Wahid mampu mengatasi persoalan ekonomi saat ini?
Ya31%
Tidak69%
 
Bila ya, mengapa Anda menjawab demikian?
Krisis moneter ini hanya bersifat sementara65%
Presiden punya tim kabinet ekonomi yang tangguh35%
Fundamental perekonomian Indonesia cukup kuat25%
 
Bila tidak, mengapa Anda menjawab demikian?
Pejabat kita lebih banyak adu mulut60%
Fundamental perekonomian Indonesia rapuh39%
Tim kabinet ekonomi kita lemah36%
Krisis moneter ini cenderung permanen30%
 

Bagaimana perilaku membeli Anda terhadap kebutuhan-kebutuhan seperti di bawah ini?
Jenis KebutuhanTetap MembeliMenunda MembeliBatal Membeli
Barang elektronik

24%

36%

40%

Liburan ke luar kota

16%

35%

49%

Liburan ke luar negeri

0

8%

92%

Mobil

1%

15%

84%

Sepeda motor

6%

22%

72%

Perhiasan

12%

33%

55%

Rumah

4%

18%

78%

Deposito

9%

19%

72%

Asuransi

8%

13%

79%

Valuta asing

2%

8%

90%

Metodologi jajak pendapat :

  • Jajak pendapat ini dilakukan oleh Majalah TEMPO, bekerja sama dengan Insight. Pengumpulan data dilakukan terhadap 501 responden di lima wilayah DKI, pada 17-19 Juli 2000. Dengan jumlah responden tersebut, tingkat kesalahan penarikan sampel (sampling error) diperkirakan 5 persen. Penarikan sampel dikerjakan melalui metode acak bertingkat (multi-stages random sampling) dengan unit kelurahan, RT, dan kepala keluarga. Pengumpulan data dilakukan lewat kombinasi antara wawancara tatap muka dan wawancara melalui telepon.

    MONITOR juga ditayangkan dalam SEPUTAR INDONESIA setiap hari Minggu pukul 18.00 WIB

    Independent Market Research
    Tel: 5711740-41, 5703844-45 Fax: 5704974

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum