Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JARGON klise ”kencangkan ikat pinggang” tampaknya terpaksa populer lagi di hari-hari ini. Sejak medio Mei, harga dolar menanjak terus, dari Rp 7.400 menjadi Rp 9.400 pertengahan pekan lalu. Efek pergolakan dolar langsung terasa. Harga-harga beberapa barang, terutama yang impor, langsung terangkat. Harga sebuah telepon genggam di pusat perniagaan Roxy Mas, Jakarta, misalnya, jadi 10 persen lebih mahal dari sebulan sebelumnya. Harga sembako dan barang lokal pun mulai goyah. Di pasar-pasar tradisional, sekilo gula pasir sudah naik dari Rp 3.200 menjadi Rp 3.500.
Masyarakat belum panik, memang, tapi kecemasan mulai terlihat. Ibu-ibu siap-siap mengeluarkan kalkulator dan menghitung ulang anggaran belanja rumah tangga mereka, sebagai antisipasi seandainya perekonomian memburuk. Jajak pendapat TEMPO memperlihatkan mayoritas responden mulai merasakan efek bergolaknya nilai tukar rupiah terhadap dolar. ”Saya mulai mengirit-irit kalau belanja,” kata Nurhasanah, 23 tahun, ibu rumah tangga di kawasan Gandaria, Jakarta Timur.
Nurhasanah tidak sendiri. Melihat gejala rupiah yang tak stabil, responden juga secara drastis merevisi perilaku belanja mereka. Hampir semua responden membatalkan, atau minimal menunda, rencana membeli beberapa jenis kebutuhan sekunder (di luar urusan sembako). Mereka yang berencana ke luar negeri—berarti butuh dolar—bahkan total membatalkannya. Ujung-ujungnya, mayoritas responden berencana mengurangi pengeluaran pada bulan-bulan mendatang.
Alasan responden merevisi bujet agaknya bersumber dari kecemasan melihat situasi perekonomian nasional yang belum menunjukkan tanda-tanda membaik. Dan penyebabnya bukan semata aspek ekonomi, melainkan politik. Dengan kata lain, responden percaya goyahnya perekonomian diakibatkan oleh situasi politik yang memanas. ”Contohnya, konflik di Ambon berlarut-larut, kerusuhan mewabah di mana-mana, dan politisi sikut-sikutan sendiri,” tutur Nurhasanah.
Buntutnya, responden tidak yakin pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid mampu segera mengatasi krisis ekonomi. Alasannya, para pejabat lebih banyak adu mulut ketimbang memikirkan cara terbaik keluar dari krisis. Selain itu, tim ekonomi kabinet Gus Dur lemah.
Pendapat ini seakan menguatkan asumsi masyarakat selama ini. Yakni, neraca keuangan Indonesia sebenarnya cukup baik, sebagaimana dikatakan Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri, Kwik Kian Gie, bahwa yang mengganggu rupiah saat ini tak ada urusannya dengan ekonomi. Ekspor Indonesia sedang bagus, cadangan devisa terus meningkat, inflasi terkendali, pertumbuhan ekonomi juga mulai merambat naik. Pendeknya, fundamental perekonomian cukup mantap. Jadi, kalau ada apa-apa dengan rupiah, penyebabnya pasti soal lain.
Hal ini dibenarkan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Miranda Goeltom. Menurut Miranda, mayoritas penyebab anjloknya nilai tukar rupiah adalah faktor non-ekonomi. Karena itu, Bank Indonesia merasa belum perlu menaikkan suku bunga atau melakukan intervensi besar-besaran di pasar uang. ”Kalau kita ikut panik, sementara pasar juga sedang panik, keadaan akan semakin kacau,” kata doktor ekonomi lulusan Universitas Boston ini. Jadi, wahai para politisi, tolong perhatikan benar hal ini.
Wicaksono
Apakah Anda sudah merasakan akibat dari turunnya nilai rupiah terhadap dolar? | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ya | 80%Tidak | 18% | Tidak tahu | 2% | | Apakah Anda berencana mengurangi pengeluaran pada bulan-bulan mendatang? | Ya | 74% | Tidak | 26% | | Apakah yang Anda rasakan melihat situasi perekonomian saat ini? | Cemas | 91% | Tidak cemas | 9% | | Menurut Anda, apakah pemerintahan Abdurrahman Wahid mampu mengatasi persoalan ekonomi saat ini? | Ya | 31% | Tidak | 69% | | Bila ya, mengapa Anda menjawab demikian? | Krisis moneter ini hanya bersifat sementara | 65% | Presiden punya tim kabinet ekonomi yang tangguh | 35% | Fundamental perekonomian Indonesia cukup kuat | 25% | | Bila tidak, mengapa Anda menjawab demikian? | Pejabat kita lebih banyak adu mulut | 60% | Fundamental perekonomian Indonesia rapuh | 39% | Tim kabinet ekonomi kita lemah | 36% | Krisis moneter ini cenderung permanen | 30% | | |
---|
Bagaimana perilaku membeli Anda terhadap kebutuhan-kebutuhan seperti di bawah ini? | |||
Jenis Kebutuhan | Tetap Membeli | Menunda Membeli | Batal Membeli |
Barang elektronik | 24% | 36% | 40% |
Liburan ke luar kota | 16% | 35% | 49% |
Liburan ke luar negeri | 0 | 8% | 92% |
Mobil | 1% | 15% | 84% |
Sepeda motor | 6% | 22% | 72% |
Perhiasan | 12% | 33% | 55% |
Rumah | 4% | 18% | 78% |
Deposito | 9% | 19% | 72% |
Asuransi | 8% | 13% | 79% |
Valuta asing | 2% | 8% | 90% |
Metodologi jajak pendapat :
MONITOR juga ditayangkan dalam SEPUTAR INDONESIA setiap hari Minggu pukul 18.00 WIB
Independent Market Research
Tel: 5711740-41, 5703844-45 Fax: 5704974
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo