Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Layanan rumah duka Houston, yang dikelola oleh Chuck Pryor biasanya sepi setiap Minggu. Namun pada pekan ketiga Februari 2021, rumah duka itu masih saja sibuk persis seperti setahun sebelumnya, dimana telepon sering berdering. Telepon-telepon yang masuk itu mengabarkan pada Pryor bahwa ada lagi pasien Covid-19 yang meninggal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Angka kematian akibat Covid-19 di Amerika Serikat hampir menyentung angka setengah juta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ini secara mental melelahkan,” kata Pryor, 59 tahun, yang menjalankan sebuah bisnis layanan rumah duka kecil-kecilan bersama istrinya Almika.
Seorang sukarelawan meletakkan bendera Amerika Serikat mewakili beberapa dari 200 ribu nyawa yang telah hilang di negara itu dalam pandemi penyakit virus corona 2019 (Covid-19) di National Mall, Washington, Amerika Serikat, Selasa (22/9/2020). ANTARA FOTO/REUTERS/Joshua Roberts/aww/cfo (REUTERS/JOSHUA ROBERTS)
Bunyi sirine ambulan membawa pasien – pasien Covid-19 yang meninggal telah membuat banyak pengelola rumah duka di Amerika Serikat kewalahan. Dutch Nie, juru bicara National Funeral Directors Association mengatakan beberapa keluarga yang mengelola bisnis rumah duka menangani penumpukan jumlah pasien Covid-19 yang harus segera dikebumikan.
Ada rumah duka yang bahkan menangani jumlah yang sangat banyak orang-orang yang harus dimakamkan selama berbulan-bulan. Kenaikan jumlah orang yang meninggal ini di atas jumlah normal yang biasa mereka kerjakan.
“Sebagian besar pemilik rumah duka menyadari ini karir 24 jam dan 365 hari. Namun, Anda tidak terbiasa bekerja dengan jam-jam seperti itu,” kata Nie.
Pandemi Covid-19 telah membuat pengelola rumah duka seperti Pryor harus mengubah cara kerja. Rumah sakit – rumah sakit yang kewalahan dengan jenazah pasien Covid-19, ingin agar jenazah tersebut segera dikeluarkan dari rumah sakit secepatnya.
Kondisi ini masih belum bisa diimbangi karena sulitnya mencari staf yang terlatih, peti mati dan APD. Belum lagi dering telepon dari anggota keluarga pasien yang berduka dan kesulitan.
Sampai pekan ketiga Februari 2021, serangan wabah virus corona masih belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Pasien meninggal akibat Covid-19 masih menggunung pada musim panas dan musim gugur membuat pekerja di rumah duka kelelahan, sakit hingga ada pula yang minta berhenti kerja.
“Mereka yang memutuskan berhenti kerja karena secara mental mereka kesulitan mengatasinya. Saya hanya berdoa pada Allah, tolong beri saya kekuatan karena sejujurnya saya ingin angkat kaki saat ini. Saya pun mengkhawatirkan diri saya yang rapuh. Jadi, saya meminta pertolongan pada Tuhan,” kata Pryor.
Dia menceritakan beberapa kisah yang dia dengar atas tugas yang dia lakukan telah menghantuinya. Salah satunya, seorang ibu muda usia 30 tahun-an meninggal karena komplikasi Covid-19. Lantaran kondisinya yang terus memburuk, tim dokter melakukan operasi C-section untuk menyelamatkan bayi kembar yang dikandungnya.
Sumber: Reuters