Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok pada Sabtu, 29 April 2023, mengutarakan kekhawatirannya kalau konflik Sudan bisa memicu terjadinya sebuah perang sipil, yang disebutnya bisa menjadi mimpi buruk bagi dunia. Sudan adalah sebuah negara yang terletak di timur laut benua Afrika.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tuhan melarang Sudan mencapai titik perang sipil,” kata Hamdok dalam sebuah acara di Ibu Kota Nairobi, Kenya, Sabtu, 29 April 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hamdok sangat yakin perang sipil di Suriah, Yaman dan Libya hanyalah perang kecil jika dibanding ketakutan-ketakutan yang mungkin bakal meletup di Sudan. Jika terjadi perang sipil di Sudan, maka itu akan menjadi sebuah mimpi buruk bagi dunia.
Hamdok menambahkan dia melihat konflik di Sudan saat ini tidak masuk akal. Tidak ada pihak yang bakal keluar sebagai pemenang dalam konflik ini sehingga dia pun berharap konflik segera dihentikan.
Saat menjabat, Hamdok melakukan banyak program kerja mulai menjadikan penyelesaian krisis ekonomi sebagai prioritasnya hingga berkali-kali mendukung transisi Sudan menuju pemerintahan yang dipimpin oleh sipil.
Penyelesaian Krisis Ekonomi Jadi Prioritas Hamdok
Setelah dilantik, Hamdok menyatakan bahwa prioritasnya termasuk menyelesaikan krisis ekonomi, menangani beban hutang publik, dan mencapai perdamaian di negara yang lama terpecah akibat perang saudara seperti dilansir Al Jazeera.
Ia segera memulai pembicaraan dengan International Monetary Fund alias IMF dan Bank Dunia untuk membahas restrukturisasi hutang Sudan. Ia juga membuka pembicaraan dengan Amerika Serikat untuk mengeluarkan Sudan dari daftar "penyandang sponsor negara teroris", sebuah status yang telah mengisolasi Sudan dari sistem keuangan internasional sejak 1993. Sudan dihapus dari daftar tersebut pada tahun 2020.
Selama masa pemerintahannya, IMF menerima Sudan ke dalam inisiatif Negara-Negara Miskin yang Berutang Berat (HIPC) berdasarkan komitmen Sudan terhadap reformasi makroekonomi, menempatkan Sudan pada jalur pembebasan dari hutang lebih dari 56 miliar dolar dan akses ke dana baru.
Reformasi ekonomi yang ia promosikan meliputi penghapusan subsidi bahan bakar yang menghabiskan beberapa miliar dolar setiap tahun dan devaluasi serta mengambangnya nilai tukar mata uang. Ia juga berusaha untuk mengambil alih kendali perusahaan yang dimiliki oleh keamanan negara.
Beberapa minggu sebelum ia dipecat dari jabatannya pada 25 Oktober, ia mengakui kesulitan yang timbul akibat reformasi tersebut tetapi berharap bahwa dampak positifnya akan segera terasa di lapangan.
"Rakyat Sudan telah menanggung biaya yang sangat tinggi dari reformasi ini dan kami tidak dapat menganggap kesabaran mereka sebagai sesuatu yang pasti," katanya.
Berkali-kali Sebut Transisi Sudan ke Pemerintahan yang Dipimpin Sipil
Hamdok telah berkali-kali menyatakan dukungannya yang kuat untuk transisi Sudan ke pemerintahan yang dipimpin oleh sipil. Ketika ketegangan meningkat antara militer dan sipil dalam pemerintahan berbagi kekuasaan pada bulan September, Hamdok menyajikan peta jalan keluar dari krisis tersebut.
Sikapnya telah memenangkan dukungan di antara penduduk. Selama aksi unjuk rasa menentang kudeta, para demonstran membawa foto Hamdok dan menggantung spanduk yang menampilkan gambar dirinya dari papan reklame.
Setelah kembali sebagai perdana menteri di bawah kesepakatan yang ia tandatangani dengan al-Burhan, sebuah tindakan yang ditentang oleh banyak demonstran dan tokoh politik yang sebelumnya mendukungnya, Hamdok mengatakan bahwa ia melakukannya untuk menghentikan pertumpahan darah setelah beberapa puluh warga sipil tewas selama demonstrasi.
Dalam pernyataannya di televisi, Hamdok sempat mengatakan bahwa Sudan perlu terlibat dalam dialog baru untuk setuju pada "piagam nasional" dan "menggambar peta jalan" untuk menyelesaikan transisi ke pemerintahan yang dipimpin oleh sipil.
Dia juga memperingatkan bahwa kebuntuan politik dapat menjadi krisis eksistensial.
"Negara kita sedang mengalami titik balik yang berbahaya yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya kecuali segera diperbaiki," katanya.
Mantan Perdana Menteri Hamdok didongkel dari kekuasaannya oleh Panglima Militer Abdel Fattah al-Burhan pada Oktober 2021. Sudan sedang berada dalam masa transisi yang rapuh untuk menuju pemerintahan yang demokratis.
SUCI SEKARWATI | NAUFAL RIDHWAN