Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Udara pagi masih menusuk tulang ketika 2.000-an orang berkumpul di Taman Samayee, Ghazni, satu kota yang letaknya sekitar 100 kilometer sebelah selatan Kabul. Di pintu taman, truk-truk yang dipenuhi serdadu Amerika Serikat memblokir jalan masuk. Setiap pengunjung taman dipersilakan berhenti. Lalu para serdadu menelisik sekujur tubuh orang tersebut. Semua kerepotan itu muncul menyusul hadirnya Presiden Afganistan Hamid Karzai di Ghazni. Hari itu, Selasa pekan lalu, dia berkampanye di sanaini putaran pertama kampanye pemilu presiden Afganistan yang dilangsungkan pada Sabtu, 9 Oktober 2004.
Delapan belas kandidat (di antaranya terdapat seorang kandidat wanita) bersaing memperebutkan kursi presiden. Sekitar 10,5 juta pemilih terdaftar memberikan suara. Perhelatan nasional ini melibatkan 160 ribu pengamat lokal, 225 pengamat internasional, 100 ribu petugas plus 300 keledai mengantar perangkat pencoblosan ke tempat-tempat terpencil.
Pemilu pertama setelah jatuhnya rezim Taliban (pada 2001) ini memang membawa warna baru dalam tradisi politik Afganistan: keterlibatan kaum wanita. Seperti yang diucapkan Duta Besar AS untuk Afganistan, Zalmay Khalilzad, "Untuk pertama kali dalam sejarah (Afganistan), laki-laki dan perempuan akan memilih pemimpin mereka."
Hingga pemilu digelar pada Sabtu lalu, Hamid Karzai, 47 tahun (kini Presiden Afganistan) merupakan calon paling kuat. Menyusul kandidat independen macam Yunus Qanooni, Massouda Jalal (satu-satunya calon perempuan), serta Abdul Rashid Dostum, panglima perang dari suku Uzbek, dan Mohammad Mohaqiq, panglima perang kaum Syiah Hazzara. Diperkirakan, Karzai akan meraup suara dari suku Pashtunmayoritas penduduk Afganistan. Dijuluki darling of the West, Karzai adalah "anak kesayangan" pemerintah Presiden AS, George W. Bush. Dari kacamata negara-negara Barat, dia dipandang memenuhi syarat memimpin pemerintahan yang "beradab": berpendidikan tinggi dan bergaya hidup Barat
Alhasil, dia tak perlu repot memoles citranya di dalam maupun luar negeri. "Karzai telah berkampanye sepanjang tahun dan ia memiliki semua sumber daya di kantongnya," ujar Abdul Sattar Sirat, salah satu kandidat presiden. Karzai disukai karena mampu membuat Afganistan relatif aman sejak Desember 2001. Supaya menang pemilu, dia harus menyapu minimal 51 persen suara. Sampai laporan ini ditulis, dukungan kepada Karzai terus menguat.
Sebut contoh, dari bekas presiden Burhanuddin Rabbani. "Saya mendukung dia (Karzai) demi kepentingan stabilitas dan keamanan negeri ini," katanya. Rabbani juga membawa serta dua panglima perang berpengaruh dari utara Kabul untuk memperkuat barisan. Rabbani turun gunung untuk memotong rival utama Karzai, Muhammad Yunus Qanooni. Rupanya, Qanooni juga berupaya keras memikat dukungan dari kaum mujahidin dan etnis Tajikini etnis asal Rabbani. Apalagi calon wakil presiden yang dijagokan Hamid Karzai adalah Ahmed Zia Massoud, menantu Rabbani.
Bagaimana posisi Yusuf Qanooni, 47 tahun, rival terkuat Hamid Karzai? Berasal dari suku Tajik di kawasan utara yang merupakan populasi kedua terbesar (27 persen) setelah suku Pashtun, ia juga didukung oleh Menteri Pertahanan Mohammed Qasim Fahim yang didepak Karzai sebagai calon presiden dalam pemilu ini. Qanuni adalah bekas menteri pendidikan. Dia tokoh terkemuka di Aliansi Utara yang membantu AS menyingkirkan Taliban pada 2001.
Posisi Qanooni diperkirakan akan menguat pada pemilu putaran kedua. Sebabnya begini: 14 calon presiden dari kelompok minoritas yang terdepak di putaran pertama akan dirayu untuk memberikan suara kepadanya. Para pengamat menilai pemilu ini diwarnai kekerasan, intimidasi, dan pemalsuan kartu suara. Termasuk ancaman serangan Taliban. Tak mengherankan bila pemerintah Afganistan mengerahkan 17 ribu anggota militer, 25 ribu polisi, 18 ribu pasukan koalisi, dan 8.000 pasukan NATOseolah menyambut satu perang baru.
Raihul Fadjri (BBC, LA Times, Christian Science Monitor)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo