Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Siapa Untung Seusai Debat

Debat perdana John Kerry versus George W. Bush digelar pekan lalu. Seberapa jauh acara debat terbuka itu mengubah posisi masing-masing?

11 Oktober 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK sia-sia Senator John Forbes Kerry mematut diri dan mengasah lidah menjelang acara debat calon Presiden Amerika Serikat. Selama 90 menit, kandidat presiden asal Partai Demokrat ini berhasil membuat rivalnya dari Partai Republik, George Walker Bush, tergagap-gagap. Kegagapan Bush boleh jadi bertambah selepas acara itu: ba-nyak media memuji penampilan Kerry ketimbang Bush. Alhasil, acara "adu omong" itu dapat mengerek popularitas Kerry, yang sebelumnya sempat terpapas.

Moderator debat, Jim Lehrer, yang dikenal tegas mengatur lalu lintas komentar, terpana menyaksikan kejelian Kerry menguliti kebijakan invasi Amerika di Irak. Kasus Irak bak senjata makan tuan bagi Bush. Kerry juga sigap—dengan jernih dan lugas—membalas serangan Bush soal sikap plintat-plintut dan kemampuan dirinya jika menjadi panglima perang kelak.

Lehrer bertanya kepada Bush, apakah karakter (plinplan) yang ditudingkannya membuat Kerry "cacat" dan gagal memimpin angkatan bersenjata. "Anda tidak bisa memimpin jika mengirim banyak pesan (perintah). Banyak macam pesan membingungkan adalah sinyal buruk bagi pasukan kita dan rakyat Irak," kata Bush. Apa jawaban Kerry? "Bicara perbedaan karakter bukanlah tugas dan urusan saya. Saya punya ren-cana untuk Irak. Ini bukan berbicara soal keluar (dari Irak), melainkan bagaimana memenangi perang. Kita memerlukan presiden baru yang dapat mendorong Sekutu berada di pihak kita," katanya.

Kemenangan sementara itu tidak disia-siakan kubu Kerry. Dana US$ 7,7 juta atau sekitar Rp 69 miliar disiapkan untuk mengiklankan sorotan kinerja ekonomi pemerintah Bush, dengan menghubungkan kegagalan Bush di Irak dan cara mengelola ekonomi negara. Tapi kubu Bush tak kalah siap. Menurut Ken Mehlman, manajer kampanye Bush, mereka akan berusaha keras mencitrakan Kerry sebagai tokoh plinplan.

Penampilan Kerry yang moncer disusul pula oleh partnernya: John Edwards. Dalam debat antar-calon wakil presiden, juga pada pekan lalu, kandidat dari Partai Demokrat itu membungkam Dick Cheney, rivalnya dari Partai Republik. Lagi-lagi menyangkut soal Irak. Pernyataan Cheney kepada NBC, Maret 2002, yang menyebut Irak terkait serangan 11 September 2001, diungkit kembali. Soalnya, hal ini ternyata tidak terbukti—termasuk tuduhan bahwa Irak memproduksi secara massal senjata biologi. Seperti pesilat yang menemukan senjata pamungkas, Edwards langsung mengunci Cheney dengan kata-kata ini: "Tuan Wakil Presiden, Anda tidak jujur kepada rakyat Amerika."

Keunggulan kubu Kerry atas Bush dalam debat perdana itu memang belum memastikan kemenangan dalam pemilu November nanti. Namun ada kecenderungan dukungan kepada Kerry terus meningkat. Ini ditunjukkan dalam jajak pendapat harian Washington Post. Pada 4 Oktober, dukungan terhadap Kerry hanya 45 persen, tapi Jumat pekan lalu merambat menjadi 47 persen. Pada waktu yang sama, dukungan kepada Bush longsor dari 51 persen menjadi 49 persen. Keberhasilan ini membuat Partai Demokrat punya "cadangan" peluru yang cukup untuk melawan kubu Republik dalam dua debat lainnya yang digelar bulan ini.

Debat Kerry-Bush seperti mengulang debat Bill Clinton (Demokrat) versus George Bush senior (Republik) menjelang pemilu 1993. Saat itu, Clinton juga "menyerang" Bush senior soal kebijakan Irak-nya. Bush dituduh telah membiarkan Irak menyerbu Kuwait dan membiarkan Sad-dam Hussein menjadi diktator. Jawaban Bush saat itu dianggap tidak memuaskan. "Kami tak pernah menyuruh Saddam mencaplok bagian utara Kuwait," katanya.

Selepas debat, ABC News mensurvei 710 pemilih terdaftar yang menyaksikan acara adu tarik urat leher itu. Kepiawaian Clinton bersilat lidah berujung pada simpati dan dukungan kepadanya. Tercatat, 36 persen responden memilih Clinton, sementara Bush senior hanya kebagian 21 persen. Kandidat independen Ross Perot malah meraup 26 persen.

Melihat sejarah pemilihan Presiden AS, siapa yang memenangi debat berpeluang ke Gedung Putih. Nah, jika Bush yang menjadi pecundang, peluang Kerry ke White House mungkin sekali akan terwujud.

Johan Budi S.P. (Washington Post, BBC News, AFP)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus