Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Qatar menyalurkan BBM ke Jalur Gaza untuk mengoperasikan pembangkit listrik satu-satunya di Gaza, yang bisa digunakan selama enam bulan ke depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Haaretz melaporkan pada 9 Oktober 2018, bahwa Qatar telah setuju untuk membeli bahan bakar untuk Gaza di bawah kesepakatan yang diperantarai PBB yang berusaha mengurangi krisis energi parah yang mencengkeram kantong Palestina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mayoritas rumah tangga di Gaza menerima rata-rata tiga sampai empat jam listrik setiap hari. Dana baru akan menggandakan jumlah itu menjadi sekitar delapan jam sehari.
Israel berharap bahwa mengurangi salah satu kekurangan listrik terburuk di Gaza dalam beberapa tahun terakhir akan mengurangi kemungkinan konfrontasi militer penuh di Jalur Gaza, kata Haaretz.
Pembangkit Listrik Nuseirat di Jalur Gaza [Aljazeera]
Bahan bakar solar yang didanai oleh Qatar tiba di Jalur Gaza melalui perbatasan Keren Shalom yang berbatasan dengan Israel pada Selasa, 9 Oktober.
Dua truk membawa total 35.000 liter bahan bakar tiba di perbatasan dikawal konvoi PBB. Israel mengkonfirmasikan pengiriman beberapa drum bahan bakar diesel melalui penyeberangan Kerem Shalon.
Pekan lalu, sebagai bagian dari pembahasan yang berlangsung selama beberapa minggu terakhir, Qatar setuju untuk membiayai pembelian bahan bakar yang dibutuhkan untuk menyalakan pembangkit listrik di Gaza.
Kesepakatan ini diharapkan akan secara substansial meningkatkan pasokan listrik yang diberikan kepada warga Gaza. Ada harapan di Israel bahwa perbaikan akan mengurangi risiko konfrontasi militer habis-habisan dengan Hamas.
Kontak atas pasokan bahan bakar telah dilakukan dalam beberapa bulan terakhir di bawah arahan utusan PBB untuk Timur Tengah, Nickolay Mladenov. Qatar diwakili oleh Mohammed al-Emadi, yang telah bertindak sebagai penghubung antara negara Teluk dan Israel dan wilayah sekitar.
Suasana ruangan unit gawat darurat di Rumah Sakit Durra, Gaza, 6 Februari 2018. Krisis listrik di Jalur Gaza semakin parah, karena pasokan bahan bakar untuk layanan rumah sakit dan sanitasi diperkirakan akan habis dalam waktu 10 hari. REUTERS/Mohammed Salem
Presiden Palestina Mahmoud Abbas sejak 2017 menolak untuk membayar tagihan listrik yang disediakan Israel sebagai sarana untuk memotong pemerintah Gaza yang dipimpin oleh kelompok militan Hamas.
Perselisihan antara faksi-faksi saingan Palestina telah menyebabkan krisis yang parah yang berdampak buruk pada ekonomi Gaza dan kehidupan sehari-hari dua juta penduduk, yang menghasilkan rata-rata empat jam listrik per hari.
"Ketika mereka memberikan Gaza dengan bahan bakar dan gaji tanpa persetujuan Otoritas Palestina, mereka merusak reputasi Otoritas Palestina dan Presiden Mahmoud Abbas dan memperdalam perpecahan di antara faksi Palestina. Dan Otoritas Palestina tidak akan membiarkan itu terjadi," kata anggota Komite Eksekutif PLO Ahmad Majdalani, dikutip dari i24NEWS.
Sebagai tanggapan atas masuknya bantuan bahan bakar pembangkit listrik dari Qatar ke daerah Hamas, Mahmoud Abbas dilaporkan berencana memotong sekitar US$ 96 juta atau Rp 1,4 triliun anggaran Gaza yang diterima dari Otoritas Palestina.