Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Berita Tempo Plus

Apa Peran ASEAN Mengatasi Krisis Myanmar

Indonesia menggunakan pendekatan diplomasi sunyi dalam menangani krisis Myanmar. Perlu diplomasi yang lebih terbuka dan nyata.

14 Mei 2023 | 00.00 WIB

Meja kosong kepala negara Myanmar pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-42 ASEAN , di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, 10 Mei 2023. POOL/ANTARA/Rivan Awal Lingga
Perbesar
Meja kosong kepala negara Myanmar pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-42 ASEAN , di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, 10 Mei 2023. POOL/ANTARA/Rivan Awal Lingga

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Indonesia menggunakan diplomasi sunyi dalam krisis Myanmar.

  • Diplomat Indonesia menemui para pemangku kepentingan di Myanmar.

  • Diplomasi yang lebih terbuka dan nyata juga perlu dilakukan.

SEJAK kursi kepemimpinan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) diserahkan Kamboja kepada Indonesia di Phnom Penh, Kamboja, November 2022, Indonesia mulai menyusun berbagai program dalam memimpin organisasi tersebut. Namun sempat terjadi kesimpangsiuran dalam rencana menangani krisis Myanmar.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Daniel Ahmad Fajri berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Diplomasi Sunyi untuk Myanmar"

Iwan Kurniawan

Sarjana Filsafat dari Universitas Gadjah Mada (1998) dan Master Ilmu Komunikasi dari Universitas Paramadina (2020. Bergabung di Tempo sejak 2001. Meliput berbagai topik, termasuk politik, sains, seni, gaya hidup, dan isu internasional.

Di ranah sastra dia menjadi kurator sastra di Koran Tempo, co-founder Yayasan Mutimedia Sastra, turut menggagas Festival Sastra Bengkulu, dan kurator sejumlah buku kumpulan puisi. Puisi dan cerita pendeknya tersebar di sejumlah media dan antologi sastra.

Dia menulis buku Semiologi Roland Bhartes (2001), Isu-isu Internasional Dewasa Ini: Dari Perang, Hak Asasi Manusia, hingga Pemanasan Global (2008), dan Empat Menyemai Gambut: Praktik-praktik Revitalisasi Ekonomi di Desa Peduli Gambut (2020).

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus