Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gereja St. Philip pernah menjadi tempat beribadah bagi komunitas kecil Kristen di Gaza. Setelah sembilan bulan aksi militer Israel yang menghancurkan sistem kesehatan di daerah kantong Palestina, para pendeta mengubahnya menjadi rumah sakit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tempat tidur berjajar di dinding batu pucat di bawah atap berkubah. Di sana para dokter merawat pasien yang tidak dapat mendapatkan tempat di rumah sakit Al-Ahli al-Arabi yang dikelola Anglikan. Seperti fasilitas medis lainnya di Gaza, rumah sakit ini kesulitan karena banyaknya permintaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ruang yang diperuntukkan untuk berdoa diubah menjadi klinik karena kurangnya tempat yang tersedia. Saat ini, prioritas kami adalah menyelamatkan nyawa setiap manusia semampu kami,” kata pendeta Munther Isaac, yang mengenakan kemeja hitam dan kerah kependetaan.
Seorang pria berdiri di samping tempat tidur, mengipasi pasien lanjut usia yang terbaring dengan masker oksigen menutupi mulutnya. Salib diukir di dinding bagian tengah. St Philip's terletak di kompleks yang sama dengan rumah sakit Al-Ahli al-Arabi.
“Tidak ada tempat untuk menerima pasien di departemen tersebut sehingga kami terpaksa beralih ke tempat ini, yang merupakan tempat bagi umat Kristiani untuk beribadah di sini di Gaza,” kata Dokter Mohammed al-Sheikh.
“Karena kekurangan perbekalan, kami menggunakan bangku sebagai tempat tidur pasien,” tambahnya.
Perang dimulai pada 7 Oktober ketika pejuang dari kelompok militan Palestina Hamas menyerbu pertahanan perbatasan untuk menyerang komunitas di Israel, menewaskan 1.200 orang dan menyandera sekitar 250 orang, menurut penghitungan Israel.
Serangan Israel terhadap Gaza sebagai balasannya dimulai pada hari yang sama dengan pengeboman besar-besaran yang berlanjut selama sembilan bulan bersamaan dengan invasi darat. Operasi militer Israel ini, menurut otoritas kesehatan Palestina, telah menewaskan lebih dari 38.000 orang dan melukai lebih dari 80.000 orang.
Tingginya jumlah korban luka akibat konflik telah menambah merajalelanya penyakit dan kekurangan gizi di antara 90% penduduk Gaza yang menurut PBB telah kehilangan tempat tinggal, sehingga memberikan tekanan besar pada sistem kesehatan di wilayah tersebut.
Namun, menurut Organisasi Kesehatan Dunia, kampanye militer Israel telah membuat banyak rumah sakit di Gaza dan fasilitas kesehatan lainnya tidak dapat beroperasi, dan menyebabkan kekurangan besar pasokan medis yang dibutuhkan.
Israel membantah sengaja menargetkan fasilitas kesehatan atau menghentikan pasokan medis ke Gaza.
“Di gereja ini, yang bukan lagi rumah ibadah tetapi telah diubah menjadi fasilitas perawatan, kami mendapatkan beberapa layanan medis dasar,” kata Abu Mohammed Abu Samra, yang menemani ibunya yang sakit dirawat di St. Philip's.
“Ini menunjukkan solidaritas antara umat Islam dan Kristen di Gaza utara,” tambahnya.
Meskipun terdapat populasi Kristen Palestina yang signifikan di Tepi Barat, komunitas Kristen di Gaza sangatlah kecil, yang sejak tahun 2006 telah dikuasai oleh kelompok Islam Hamas.
Di luar St. Philip's, kehidupan di Gaza terus berlanjut, tanda-tanda kerusakan akibat perang terlihat di jalan yang sibuk ketika seorang pria bersepeda melewatinya.
REUTERS