KAPAL tunda Anita meledak dan hancur berkeping-keping. Kapal dengan panjang 45 meter itu memang lagi sial. Kapal pemandu itu melanggar ranjau ketika menuju laut untuk menghela tanker Brazilia yang sedang membuang sauh di perairan Teluk Oman, sekitar 23 mil dari pelabuhan Fujairah, Sabtu pekan lalu. Ranjau yang dilanggar Anita terletak pada jarak sekitar 10 mil dari pelabuhan. Ledakan itu menghantam anjungannya, dan dalam waktu beberapa menit kapal tunda yang nahas itu pun tenggelam. Lima awak kapal sempat terjun ke laut, dan dapat diselamatkan kapal penolong yang segera diturunkan tanker Brazillia. Sisanya, seorang awak meninggal, dan lima lainnya -- termasuk kapten kapal yang berkebangsaan Inggris hilang. Musibah kapal tunda Anita itu membuat suasana panik marak di pelabuhan Khor Fakkan dan Fujairah. Kini kedua bandar di Teluk Oman itu tidak lagi aman. Sebelumnya, Teluk Oman yang berbatasan dengan laut lepas itu, termasuk kawasan tenang dalam ketegangan Teluk Persia, yang berpusat di Selat Hormuz. Pelabuhan Khor Fakkan dan Fujairah setiap hari dikunjungi sekitar 60 kapal besar dan kecil. Ketegangan di Teluk Oman sebenarnya sudah muncul awal pekan lalu ketika tanker Texaco Caribbean berbendera Panama, yang dikontrak Swedia untuk mengangkut minyak Iran, terkena ranjau sekitar 12 mil dari Fujairah. Lubang selebar empat meter di buritan membuat tanker itu bocor berat. Meledaknya Texaco Caribbean membingungkan negara-negara yang berkepentingan di Teluk. Ada yang bilang bahwa agak tidak masuk akal menuduh Iran -- yang dalam ketegangan Teluk dituduh paling banyak menanam ranjau di sepanjang Selat Hormuz -- karena tanker berbendera Panama itu justru membawa minyak mentahnya. Situasi itu dimanfaatkan Iran dengan menuduh Amerika Serikat yang meranjau Texaco Caribbean. Kejadian beruntun yang menimpa Texaco Caribbean dan Anita itu membuat operasi penyapuan ranjau yang dilakukan armada Amerika Serikat dan sekutunya berpindah dari Selat Hormuz dan Teluk Persia ke Teluk oman. Hasilnya: kumpulan ranjau telah ditemukan di delapan lokasi Teluk Oman. Menteri Pertahanan AS, Caspar Weinberger, mengumumkan bahwa ranjau-ranjau yang ditemukan itu menunjukkan ciri pemasangnya, yang tak lain adalah Iran. Amerika Serikat merasa bahwa tuduhan-tuduhannya punya dasar yang kuat. Pekan lalu, konvoi yang terdiri dari tiga tanker Kuwait, tiga kapal perang AS sebagai pengawal, dan dua helikopter penyapu ranjau yang terbang di muka iring-iringan, terhambat. Ketiga tanker itu terpaksa dilabuhkan di tempat yang dirahasiakan, karena konvoi ini berpapasan dengan beberapa kapal patroli Iran yang sedang menyebar ranjau. Iran tentu saja membantah tuduhan AS itu. Awal pekan ini, Presiden Iran Hojatoleslam Ali Khamenei bahkan merasa perlu melontarkan ancaman terbuka. "Jika Iran menggunakan semua kekuatan persenjataannya, tak satu pun kapal akan tersisa di Selat Hormuz," katanya. Kini AS tampak semakin jauh terisap ke lubuk kericuhan di Teluk. Awalnya, keterlibatan mereka hanya karena mengerahkan kapal-kapal perang Armada ke-7 -- yang memang beroperasi di Timur Tengah -- bagi pengawalan tanker-tanker Kuwait. Tapi sekarang satuan pertahanan laut AS di kawasan itu sudah mendekati formasi perang. Kapal perang mereka di Teluk Oman, yang kini berjumlah 16 buah, dalam waktu dekat akan ditambah lagi dengan 8 kapal dan 8 helikopter penyapu ranjau. Sedangkan kekuatan angkatan udara yang disertakan dalam pertahanan itu adalah satuan pemburu F-14 dan pesawat penginai Orion P-3C. Dan kekuatan udara itu telah dicoba dua pekan lalu, ketika sebuah pesawat F-14 melepaskan peluru kendali ke sebuah pesawat tempur Iran. Tapi, rudal itu meleset dari sasaran. Sesudah AS, Inggris dan Prancis juga telah terlibat dalam ketegangan Teluk. Sultan Oman Qaboos Bin Said telah mengizinkan pelabuhan Oman menjadi pangkalan bagi empat kapal penyapu ranjau Inggris, pekan lalu. Sementara itu, kapal induk Prancis, Clemenceau, dengan empat kapal perang dan 3.000 awak -- yang dilengkapi dengan skuadron yang memiliki 40 jet tempur -- sedang menuju Teluk Oman pula. Keterlibatan Inggris dan Prancis lebih bertujuan menjaga sumber minyaknya di Timur Tengah. Kedua negara ini sebelumnya menolak ajakan AS untuk terlibat dalam pengamanan Teluk Persia. Kini keduanya tak punya pilihan. Bila peranjauan tanker di Teluk tidak dicegah, harga minyak dunia dicemaskan akan melonjak dalam waktu dekat. Perusahaan asuransi perkapalan telah merintis kenaikan harga itu dengan menaikkan preminya, karena risiko lalu lintas kapal di jalur Teluk semakin besar. Amerika dan Eropa Barat memang peka terhadap lonjakan harga ini. Karena sebagian besar suplai minyak mereka berasal dari Teluk Persia. Bahkan sumber lain, yaitu spot market -- yang merupakan barometer cadangan minyak dunia -- juga bergantung pada minyak Teluk. Sebanyak 25% minyak di pasar bebas itu disuplai melalui Teluk Oman. Maka, AS dan negara-negara Eropa mati-matian menjaga jalur suplai sumber energinya. Bila jalur itu macet, juga spot market tak mampu menjaga kestabilan harganya dalam waktu tiga bulan, para ahli ekonomi memperkirakan harga minyak di dunia akan menggila. Krisis energi akan melanda kembali, terutama buat AS dan Eropa Barat. Krisis yang kemudian bisa menjalar ke krisis ekonomi di negara-negara Barat itu memang target Iran. Negara itu sudah siap menghadapi perang minyak besar-besaran dengan mengorbankan ekspor minyaknya sebanyak 1,8 juta barel per hari. Dan, Pemimpin Revolusi Iran Ayatulah Khomeini sudah berkata, "Kita siap menghadapi keadaan sulit itu." Ini berarti, Perang Teluk, dengan Iran sebagai pemetik picu, bisa meletus setiap saat. Jim Supangkat, Laporan kantor-kantor berita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini