Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Fai di pompa bensin

Lukman hakim yang mengaku menjabat kepala staf komandemen wilayah i negara islam indonesia (nii) bersama 18 orang kawannya dituduh pn sumber, cirebon merongrong ideologi pancasila dan kekacauan.

22 Agustus 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERSOALAN Negara Islam Indonesia (Nll) tampaknya masih belum habis. Ini terbukti di Pengadilan Negeri Sumber, Cirebon, dua pekan lalu. Duduk di kursi terdakwa, Lukman Hakim, 39, tokoh NII yang mengaku menjabat Kepala Staf Komandemen Wilayah I NII (Negara Islam Indonesia). Lukman bersama 18 orang kawannya dituduh merongrong ideologi Pancasila dan membuat kekacauan di masyarakat. Lukman tertangkap dalam kasus perampokan uang pompa bensin di Cirebon. Sebagai Kastaf Wilayah Jawa Barat, Lukman dianggap orang yang paling bertanggung jawab atas terjadinya perampokan berdalih fai. Yaitu rampasan harta yang dianggap benar karena dilakukan waktu perang. Kepada bawahannya, Ismail Ismanto, seksi dana, jebolan IKIP Bandung ia menginstruksikan untuk mencari dana guna menghidupkan aktivitas Negara Islam Indonesia. "Bagi saya fai itu mungkin saja dilakukan," kata Lukman. Buntutnya, perampoka berdalih fai pun tak terelakkan. Akibatnya, sederetan panjang nama kelompok sempalan Lukman, karena mencari dana dengan cara merampok, menunggu giliran ke pengadilan. Alkisah, dengan mengendarai Colt pikap, Ismail, bersama dua anggotanya membuntuti Pepet dan Apud. Dua orang petugas pompa bensin Weru, Palimanan, Kabupaten Cirebon, ini meluncur dengan vespa hendak menyetorkan perolehan penjualan bensin sebanyak Rp 3 juta ke bank. Di tengah jalan Vespanya ditabrak dari belakang -- terpental. Tanpa buang waktu, kawanan Ismail merampas ransel (uang) yang tercantol di bagasi motor. Apud, mencoba memberikan perlawanan. Nahas, punggungnya tertusuk belati. Hari itu juga, 22 September tahun lalu, kawanan perusuh ini tertangkap. Di luar dugaan, perampokan ini berlatar belakang subversi. "Mereka terus terang mengaku merampok dalam rangka mencari dana untuk Negara Islam Indonesia," kata sumber TEMPO di Polres Cirebon. Penyidikan pun dipertajam, dan berhasil menggaet belasan kawanan rampok berdalih agama ini. Seminggu kemudian, Lukman telah dapat diringkus. Kini Lukman hanya bisa menyesali diri. "Terus terang, saya masuk NII itu merupakan penyelewengan, semata-mata karena dorongan semangat dan motivasi agama." Ia mengaku hanya sedikit mengenali terjemahan Quran dan beberapa hadis melalui pengajian-pengajian. Dan lewat pengajian di daerah Dago, Bandung Utara, itu pula pada 1976 lalu Lukman dibaiat sebagai anggota NII oleh Ules Sudjai -- seorang tokoh NII yang dihukum 12 tahun penjara. Setahun kemudian, karena alasan reorganisasi, lelaki bertubuh kerempeng ini diangkat sebagai Kastaf Wilayah I Jawa Barat. Maka, jaksa, Mangellai, mengaitkan aktivitas kelompok Lukman dengan Ules Sudjai dan presiden NII, Adah Djaelani, yang tengah menjalani hukuman 20 tahun penjara. Jaksa menuduh, Lukman bersekutu dengan tokoh-tokoh NII hendak merongrong ideologi negara, menggulingkan kekuasaan negara yang sah, dan menyebarkan rasa permusuhan di kalangan penduduk. "Terdakwa akan membentuk NII dengan dasar Quran dan hadis menggantikan Pancasila dan UUD '45," kata Mangellai. Mangellai juga menyebut Lukman terlibat kasus pembunuhan dua anggota polisi di Rajapolah, Tasikmalaya, tahun 19$1. Bekas aktivis Parmusi ini, bersama Ismail, berhasil melarikan diri ke Jakarta, dan tetap menggelorakan semangat NII di Kranji, Klender Cakung, dan Depok. Untuk mendapatkan dana, kelompok Lukman berjualan pakaian jadi. Belakangan Lukman dan kawan-kawan hijrah ke Desa Pegagan, Palimanan, Cirebon. Di sebuah rumah kontrakan -- sebagai markas -- strategi baru diatur. Untuk mencukupi kebutuhan dana, ditempuh melalui iuran anggota, infak, sedekah, dan berjualan pakaian dengan modal itu. Selebihnya, melakukan perampasan harta dari musuh yang dianggap kafir (fai). Nah, dalam rangka fai inilah perampokan dilakukan. Dan hasil perampokan itu sendiri, menurut Lukman, "Cuma untuk biaya makan sehari-hari dan untuk biaya sekolah anak-anak. Saya sendiri tak pernah menggunakan uang haram itu," katanya, tegas. Agus Basri Laporan Hasan Syukur (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus