SURAT kabar the Sunday Times membuat kejutan lagi. Kali ini, koran Inggris itu memuat pengakuan Mordechai Vanunu mengenai cara agen Mossad, dinas intel Israel, menculik dirinya dari Eropa. Vanunu adalah warga negara Israel yang membocorkan berita bahwa negaranya memiliki pabrik bom nuklir kepada The Sunday Times, seperti dimuat dalam terbitan Oktober lalu. Menurut kesaksian Vanunu kepada The Sunday Times, disertai bukti-bukti kuat berupa sejumlah besar foto, yang diakui kebenarannya oleh sejumlah ahli senjata nuklir, Israel diperkirakan memiliki sekitar 200 bom atom berkekuatan 20 kiloton TNT (sebesar yang dijatuhkan di Nagasaki). Tak lama setelah menjual cerita tentang pabrik bom nuklir Israel itu ke The Sunday Times, Vanunu, 32 tahun, raib secara misterius dari hotelnya di London. Selang seminggu, muncul berita, konon berasal dari sumber yang dekat dengan Mossad, warga negara Israel asal Marokko itu telah diculik agen Mossad. Pemerintah Israel, waktu itu, membantah kebenaran berita penculikan Vanunu itu berkali-kali. Tapi, akhirnya, diduga atas desakan gencar berbagai pihak di dalam dan di luar negeri, PM Yitzhak Shamir mengaku telah menahan Vanunu dengan tuduhan membocorkan rahasia negara dan tindakan mata-mata. Tak ada penjelasan bagaimana pemuda Yahudi itu, yang sejak awal 1986 resmi beremigrasi ke Australia, dan bermukim di Sydney, tiba-tiba sudah mendekam dalam bui di Israel. Tak cuma itu. Pemerintah Israel bahkan juga merahasiakan tempat Vanunu ditahan. Pengacara Amnon Zichroni, pembela Vanunu, yang diizinkan beberapa kali menjumpai kliennya pun dilarang bicara kepada pers. Teka-teki "perjalanan pulang" Vanunu tetap tak terpecahkan, sampai muncul artikel dalam The Sunday Times, pekan lalu. Menurut surat kabar itu, Vanunu dapat digiring pulang ke Israel berkat kerja sama Mossad dengan dinas intel Australia ASIO dan dinas intel Inggris M-16. Rencana kepergian Vanunu dari Sydney ke London, gunakeperluan pengecekan ulang kebenaran kesaksiannya untuk The Sunday Times, dibocorkan ASIO kepada M-16 yang kemudian mengontak Mossad. Maka, begitu Vanunu tiba di London, tim khusus Mossad -- yang, kabarnya, dipesan untuk membawa pulang "korban" hidup-hidup -- telah menanti si pembocor rahasia dengan umpan klasik: seorang wanita cantik. Cewek seksi berambut pirang dengan rias muka yang norak itu, dengan nama sandi Cindy, ditempatkan Mossad dekat Hotel Leicester Square, tempat Vanunu menginap selama di London. "Umpan beracun" itu langsung disambar Vanunu, dan keduanya lalu berkenalan. Selang beberapa hari, Cindy, yang bersikap jinak-jinak merpati itu, berhasil memancing Vanunu untuk mengunjungi kakak Cindy di Roma. Apa yang membuat Vanunu, bekas pegawai Badan Nuklir Israel Dimona, mabuk kepayang, dan langsung melupakan urusan The Sunday Times? Ternyata, sebuah janji memikat dari Cindy: ia bersedia diajak naik ranjang kalau itu dilakukan di Roma. Cerita selanjutnya mudah ditebak. Setiba di "apartemen kakak Cindy", sang cewek, agen Mossad yang menyamar sebagai gadis yang jatuh cinta kepada Vanunu, langsung beraksi. Ia melumpuhkan sang "pacar" dengan injeksi obat bius. Setelah sadar, Vanunu mendapatkan dirinya di sebuah kabin kapal laut. Seminggu kemudian Vanunu tiba di Israel, dan langsung dimasukkan ke penjara Ashkelon dengan penjagaan ekstraketat. Ia dimasukkan ke dalam ruang khusus, yang dipasangi kamera televisi untuk memantau kegiatannya di dalam sel, dan dijaga selama 24 jam. Bahkan ruangan tempat Vanunu melakukan olah raga diberi penyekat. Kisah di balik pintu penjara ini diperoleh The Sunday Times dari abang Mordechai Vanunu, Meir, yang kini bermukim di Boston, Amerika Serikat. Tak jelas bagaimana cara Vanunu, yang mendapat penjagaan ketat itu, menyelundupkan info tentang dirinya kepada sang abang. Yang pasti, sejak mendekam di penjara Ashkelon, Vanunu berkali-kali membuat gaduh. Ia, antara lain, memprotes perlakuan buruk di bui dengan melakukan aksi mogok makan. Sekitar dua bulan lalu, keluarga Vanunu mengajukan permohonan kepada pemerintah Israel agar Mordechai Vanunu diadili dalam sebuah sidang pengadilan terbuka. Bcrita terakhir menyebutkan bahwa Mahkamah Agung Israel telah mengabulkan permintaan itu. Vanunu, menurut rencana akan disidang September depan. Menurut hukum Israel, Vanunu bisa dijatuhi hukuman penjara 40 sampai 50 tahun. Sementara itu, pemerintah Israel kembali membantah tuduhan melakukan penculikan terhadap Vanunu. "Tuduhan yang pantas untuk skenario film saja," kata Ehud Gol, juru bicara Deplu Israel, Kamis pekan lalu. Farida Sendjaja, Laporan kantor-kantor berita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini