Para pengusaha di Malaysia kini sedang bingung. Dokter ''M" alias Perdana Menteri Mahathir Mohamad tidak bisa merawat dirinya sendiri karena dia tergolek di Institut Jantung Negara di Kuala Lumpur akibat infeksi paru-paru seusai menjalankan ibadah haji. Isu segera berseliweran ke sana kemari meski Mahathir sempat muncul di televisi menjawab pertanyaan wartawan dengan suara gemetar tentang kondisi kesehatannya. Pada saat yang sama, suhu politik pelan-pelan meningkat menjelang vonis terhadap bekas wakil perdana menteri Anwar Ibrahim, yang direncanakan dibacakan pekan ini.
Bak menanti jawaban sang tokek, rakyat Malaysia menanti dengan harap cemas keputusan hakim tunggal Agustine Paul terhadap tuduhan korupsi Anwar Ibrahim. Sebab, apa pun putusan sang hakim, itu akan berpengaruh terhadap peta politik Malaysia. Seandainya Agustine Paul menyatakan Anwar Ibrahim bersalah, perlawanan kubu oposisi, yang kini dialihkan ke istrinya, Wan Azizah Wan Ismail, akan mengeras.
Wan Azizah dengan segala kelemahannya sudah siap terjun sepenuhnya di arena politik lewat Partai Keadilan Nasional (PKN), yang memilihnya sebagai presiden partai itu Minggu dua pekan lalu. ''Kita berhimpun untuk memenuhi tuntutan rakyat yang menginginkan keadilan, bangsa Malaysia yang menginginkan penyegaran martabat bangsa, dan aktivis reformasi yang menginginkan wadah meneruskan perjuangan politik," ujar Wan Azizah di depan ribuan massa proreformasi di Hotel Renaissance, Kuala Lumpur.
PKN adalah sebuah terobosan baru politik pinggiran di Malaysia untuk melawan arus besar politik UMNO. Format PKN sebenarnya bukanlah hal yang baru sebagai sebuah aliansi politik dari kelompok kepentingan. UMNO sudah lebih dulu memperkenalkan bentuk aliansi politik berdasarkan etnis ataupun golongan lewat Barisan Nasional. Barisan Nasional menghimpun kepentingan puak Melayu (UMNO), Cina (Malaysian Chinese Association), dan India (Malaysian Indian Congress). Tapi keberadaan Barisan Nasional sebenarnya tak lebih dari sebuah pengakuan terhadap supremasi puak Melayu dalam kancah politik Malaysia, sehingga tak aneh kalau kalangan etnis Cina tetap melahirkan partai oposisi.
Selama ini, partai oposisi terpecah-pecah berdasarkan kepentingan etnis dan agama. Tapi, sejak Anwar Ibrahim terjerat pasal-pasal homoseksual dan korupsi, muncul kebutuhan bersama dari kelompok oposisi untuk menghalau politik aliran. Mereka merasa memerlukan sebuah partai terbuka untuk memperkuat gerakan oposisi. ''Partai Keadilan Nasional terbuka bagi seluruh rakyat Malaysia dan akan bekerja sama dengan kelompok oposisi lainnya untuk membebaskan Malaysia dari hambatan krisis dan penindasan," ujar Wan Azizah. Atas dasar inilah PKN terbentuk dengan menyuarakan format politik baru yang memperjuangkan gagasan demokratisasi, keadilan sosial, dan reformasi ekonomi. Sejauh ini, partai oposisi Malaysia—Partai Aksi Demokratik, yang merupakan partai oposisi etnis Cina, Partai Rakyat Malaysia, dan Partai Islam se-Malaysia (PAS)—menyatakan dukungannya terhadap PKN.
Maka kehadiran PKN ini pun dipandang sebagai sebuah Barisan Nasional yang lain. Mereka bersatu dalam sebuah aspirasi perjuangan demokratisasi, yang dinilai selama ini sudah dikangkangi oleh figur kuat Mahathir Mohamad. Tapi, sebagaimana biasanya, pemerintah Malaysia selalu menganggap enteng perjuangan oposisi. ''Saya tidak yakin partai itu akan menimbulkan ancaman bagi Barisan Nasional," kata Mohamad Rahmat, Menteri Penerangan Malaysia. Sikap pemerintah Malaysia ini bisa dimengerti. Sebab, selain terpecah-pecah, partai oposisi tak memiliki figur yang kuat melawan Mahathir. Sedangkan pendukung Anwar Ibrahim merasa menemukan jawabannya melalui ''warisan" Anwar ke pundak Wan Azizah. ''Saya mendukung partai baru ini karena saya rasa penting menyatukan kekuatan politik untuk menegaskan keadilan untuk seluruh rakyat," kata Anwar Ibrahim dalam sambutan tertulis yang dibacakan sekretarisnya, Mohamad Ezam Mohamad Noor.
Tekad PKN memang masih harus diuji. Selama ini, Wan Azizah lebih berperan sebagai seorang dokter mata dan ibu dari enam anak. Ia adalah pemain baru dalam kancah politik Malaysia, yang sangat diwarnai dengan isu superioritas etnis Melayu dan Islam di satu sisi dan realitas ekonomi yang didominasi oleh etnis Cina. Tarik-menarik antara kepentingan puak Melayu dan non-Melayu bukan tak mungkin melemahkah gerakan PKN. Sebaliknya, Mahathir, pada taraf tertentu, berhasil meredam konflik kepentingan antar-etnis dan agama.
Seandainya hakim Agustine Paul memvonis bebas Anwar Ibrahim, percaturan politik Malaysia akan memasuki era baru. Mungkin sudah waktunya UMNO menjadi sejarah dalam politik Malaysia, dan sebuah Barisan Nasional yang lain segera menggantikannya.
R. Fadjri (sumber: Associated Press)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini