Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Lampu Merah bagi Musyarraf

Partai Islam garis keras memperoleh kemenangan berarti dalam pemilu Pakistan. Ancaman bagi Presiden Musyarraf dan kepentingan Amerika Serikat.

20 Oktober 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUNGKIN inilah masa yang menegangkan bagi Presiden Musyarraf. Partai yang ia dukung, Partai Liga Muslim Pakistan Quaid-i-Azam, hanya memperoleh 77 kursi dari 272 kursi di majelis nasional (parlemen), sehingga tidak mungkin secara otomatis bisa membentuk pemerintahan. Tapi, yang lebih mengejutkan, enam partai Islam garis keras yang bergabung dalam koalisi Front Aksi Persatuan (MMA) mampu menyabet 49 kursi. Padahal, pada pemilu 1997, MMA hanya mampu memperoleh empat kursi. Hasil pemilu itu boleh dikatakan kemenangan bagi Islam garis keras. Bahkan partai yang dipimpin bekas perdana menteri Nawaz Syarif hanya mampu merebut 15 kursi. Hebatnya, di dua provinsi yang berbatasan dengan Afganistan, North-West Frontier dan Baluchistan, MMA berhasil memborong 59 dari 99 kursi majelis provinsi. Baluchistan ketempatan markas tentara AS di Pakistan. "Saya kaget," kata Rasul Bakhsh Rais, analis politik dari Universitas Quaid-i-Azam, Islamabad. Sebagaimana elite Pakistan lainnya, Rais tak berharap partai Islam garis keras memperoleh kemenangan yang sangat berarti seperti ini. Partai keagamaan tak hanya memperoleh banyak suara di dua provinsi basis Islam garis keras, tapi juga mampu mendepak—untuk pertama kalinya—kandidat partai sekuler di perkotaan. MMA menyerobot satu kursi di Ibu Kota Islamabad, dua lainnya di Lahore, dan satu kursi di Karachi. "Saya harap partai keagamaan dapat mereformasi sistem pendidikan dan memberantas kemiskinan," kata Ijaz, pakar komputer yang memilih partai Islam garis keras. Selain itu, rakyat Pakistan marah pada kebijakan Musyarraf yang bersekutu dengan AS untuk menghabisi Taliban dan Al-Qaidah, yang memiliki hubungan tradisional dengan muslim Pakistan. MMA-lah yang selama ini paling getol menentang invasi AS ke Afganistan karena hal itu dimaknai sebagai perang terhadap Islam. Sentimen anti-AS adalah napas sehari-hari kelompok garis keras, khususnya di provinsi yang berbatasan dengan Afganistan. Repotnya, operasi militer memburu anggota Al-Qaidah justru paling besar digelar di kawasan perbatasan itu. Padahal kemenangan MMA di dua provinsi perbatasan akan memberi mereka hak membentuk pemerintahan provinsi. Memang tokoh karismatis MMA, Qazi Hussain Ahmed, bersikap menahan diri dengan tidak secara terbuka menyuarakan sikap anti-AS-nya, tapi kalangan lain dalam koalisi MMA mengibarkan secara terbuka permusuhan terhadap AS. "Kami akan menghentikan perburuan terhadap Taliban dan Al-Qaidah ketika kami membentuk pemerintahan (provinsi). Taliban dan Al-Qaidah adalah saudara kami," ujar Munawar Hasan, Sekretaris Jenderal MMA. Kemenangan MMA jelas merupakan lampu merah bagi rezim militer Musyarraf. Tapi sang Presiden menghibur diri dengan menyatakan bahwa pemilihan parlemen itu sudah sangat transparan dan demokratis. Bahkan Menteri Penerangan Pakistan Nisar Memon menyatakan bahwa partai keagamaaan itu bukanlah kelompok ekstrem, dan mereka mendukung AS melakukan perang terhadap terorisme sepanjang tidak memusuhi Islam. "Pakistan adalah bagian dari koalisi internasional dalam perang terhadap teroris. Saya kira tak akan ada perubahan berarti dalam kebijakan luar negeri saat ini," katanya. AS juga yakin tak akan ada pengaruh hasil pemilu bagi persekutuan dengan Musyarraf. Buktinya, Senin pekan lalu, setelah hasil sementara pemilu diketahui, 115 tentara AS mendarat di Pangkalan Udara Chaklala, dekat Islamabad. Tapi masalah yang dihadapi Musyarraf sama rumitnya dengan nasib operasi militer AS menghancurkan Taliban dan Al-Qaidah—yang banyak bersembunyi di perbatasan dan dilindungi oleh kelompok Islam garis keras. Memang militer Pakistan secara tradisional punya hubungan mesra selama ini dengan mereka. Tapi, sejak serangan AS atas Afganistan, Musyarraf terpaksa mendukung operasi militer AS mengikis habis Taliban dan Al-Qaidah. Akibatnya, partai pendukung Musyarraf sulit berkoalisi dengan MMA karena terganjal isu AS. Repotnya, Musyarraf juga sulit berharap bisa berkoalisi dengan PPP, yang sekuler, karena dinilai antidemokrasi dengan menggulingkan pemerintahan sipil. Sikap anti-Musyarraf justru memberikan peluang bagi PPP (memperoleh 62 kursi) untuk membangun koalisi dengan MMA. Koalisi ini memungkinkan pembentukan pemerintahan atau sekadar membangun barisan oposisi yang kuat terhadap Musyarraf di parlemen. Ia mungkin tak akan jatuh karena militer mendukungnya dan konstitusi memberikan hak istimewa pembubaran parlemen kepadanya. Tapi Musyarraf tak akan mampu memimpin Pakistan secara efektif karena akan terus digoyang musuhnya, baik dari partai Islam garis keras maupun dari partai sekuler. Raihul Fadjri (DAWN, Reuters, AP, New York Times)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus