PARTAI Aksi Rakyat (PAP) pasti menang. Yang jadi soal, apakah
PAP akan melalap habis kursi-kursi yang dijatahkan di parlemen
yang jumlahnya sebanyak 69. Juga menarik untuk dilihat, apakah
kelima partai oposisi--Partai Pekerja, Front Rakyat Persatuan,
Barisan Sosialis, PKMS - yang kelihatannya sekarang bersatu,
akan kebagian kursi.
Dalam pemilihan umum tahun 1972 partai-partai oposisi berhasil
mengumpulkan 31% jumlah suara, walaupun tidak kebagian apa-apa.
Ini terjadi karena "aturan permainan" yang dibuat oleh PAP,
bahwa calon di daerah pemilihan yang paling banyak mendapat
suara, mendapatkan semua kursi.
Jauh sebelum pemilihan 1972, wilayah-wilayah yang jadi "benteng"
oposisi diobrak-abrik pemerintah. Ini dilakukan sesuai dengan
program "pembaharuan kota". Puluhan ribu, sekarang bahkan
ratusan ribu orang, tempat tinggalnya digusur. Mereka diberi
tempat tinggal berupa apartemen-apartemen bertingkat yang di
Singapura tumbuh"bak cendawan di musim hujan". Tempat tinggal
baru itu lebih baik dan cara membelinya pun ringan, bisa
dikredit.
Ini terang membuat partai-partai oposisi babak belur. Mereka
telah kalah sebelum bertanding. Mereka menuduh bahwa PAP telah
berlaku curang. Misalnya bahwa PAP sudah punya daftar pemilih di
tempat-tempat yang kemudian digusur, sehingga mudah menyetelnya.
Empat pemilihan yang diadakan sejak tahun 1959 menghasilkan PAP
sebagai pemenang, jadi, katanya sangat mudah bagi partainya Lee
Kuan Yew untuk mengatur strategi. Tapi mereka tak boleh menuduh
terlalu keras. Bisa-bisa dituntut atau dijebloskan ke dalam
tahanan.
Kamus Lee
Kecuali peraturan winner takes all yang digabungkan dengan
sistim pemilihan di Amerika, Lee Kuan Yew tidak pernah
berkonsultasi dengan oposisi yang tak berwakil di parlemen.
Mengajak dialog dengan oposisi, apalagi menanya pendapat mereka,
memang tak dikenal dalam kamus Lee. Walaupun ia tahu bahwa ada
1 dari penduduk Singapura yang menentangnya. Kini, dalam
rangka kampanyenya, PAP mencoba mencemoohkan oposisi. Katanya
mereka ini hanya bisa mengajukan calon-calon yang tak tahu
ABC-nya pemerintahan. Seperti sopir taksi, juru tulis dsb.
Minggu lalu, malahan Rajaratnam, menteri luar negeri, mengatakan
bahwa oposisi sebetulnya bukan terdiri dari "politisi-politisi
badut, sampah dan penipu", tapi sudah ada sejak PAP belum lahir.
Itu, kata sang menteri luar negeri yang mendapat panggilan Raja,
adalah Partai Komunis Malaya.
Pihak oposisi nampaknya memang sengaja mengajukan calon-calon
dari golongan rendah. Mereka tahu bahwa sopir taksi mencaci-maki
pemerintah karena mereka harus tunduk pada peraturan lalulintas
yang sangat keras. Tarif pun ditentukan oleh pemerintah.
Tambahan lagi harga bensin dan ongkos penghidupan tambah naik
juga. Para juru tulis pun diajukan karena mereka mengeluh dengan
gaji kecil dan syarat-syarat kerja yang kaku dan keras.
Para pemilik mobil juga dibina. Mereka dibuat tak berkutik
dengan peraturan zone terbatas, harga bahan bakar, pajak jalan,
uang parkir yang tinggi dan lain lagi yang mencekik leher.
Pokoknya semua suara negatif ini dieksploitir. PAP yang merasa
dirinya kuat, tidak begitu menghiraukan ini.
Partai-partai oposisi juga belajar dari kekalahan mereka. Dan
mencoba untuk bekerja sama. Misalnya mereka setuju untuk tidak
bersaing di daerah pemilihan yang sama, supaya suara mereka
tidak pecah. Mereka mencoba menghilangkan perbedaan di antara
mereka, walaupun agak sulit juga. Karena tidak memerintah, kaum
oposisi berani menjanjikan yang muluk-muluk. Terdengar misalnya
sekolah gratis sampai SMP, jaminan sosial yang lebih baik dan
kebebasan individu yang lebih longgar. Yang mau rambut panjang,
oposisi berjanji akan membiarkannya.
Pemerintah PAP tidak begitu menggubris langkah-langkah kaum
oposisi itu. Mereka anggap sosialisme merekalah yang lebih baik.
Keuangan negara punya cadangan sebesar S$ 8 milyar. Tidak baik
apa-apa gratis karena, bagaimana pun pemerintah tak boleh tekor.
Sekolah dan pengobatan tersedia dengan murah, kemacetan lalu
lintas terpecahkan.
Tapi beberapa pentolan PAP agak khawatir juga melihat reaksi
rakyatnya. Mereka cuma tahu nilai uang saja -"money mind" kata
Raja. Atau "selsh" (mementingkan diri sendiri), kata menteri
pertahanan Goh Keng Swee.
Yang terang PAP sebagai pemegang kekuasaan tidak mmberikan
kesempatan sedikit pun kepa, oposisi. Waktu pemilihan diatur
sebelu OPEC menaikkan harga minyak, yang terang akan memukul
perekonomian Singapura. Kampanye yang hanya berlangsung l0 hari
tidak memberi kesempatan oposisi untuk berkemas-kemas. Poster
hanya boleh dipasang satu saja untuk tiap konstitusi, jadi di
tempat yang ditetapkan pemerintah.
Sebaliknya bagi PAP, ia punya waktu kampanye tak terbatas.
Setiap saat menteri-menterinya akan berpidato memuji
keunggulan-keunggulan berbagai kebijaksanaan pemerintah. Media
massa pun dikuasai pemerintah. Hanya ada dua koran bahasa
Inggeris: Strait Times dan The Nation Serta dua koran berbahasa
Cina: Nanyang dan Sin Chew, dan beberapa majalah kecil. Tapi
semuanya dikendalikan oleh PAP. Karena PAP memiliki saham dalam
penerbitan-penerbitan tersebut. Demikian juga siaran TV dan
radio. Selain dari itu serikat buruh terbesar, NTUC, seluruhnya
dikuasai pemerintah.
Oposisi pun menggunakan bantuan dari luar. Misalnya dari
Sosialisme Internasional, itu klub kaum sosialis sedunia yang
sudah ditinggalkan oleh PAP, karena perkumpulan itu menyerang
kediktatoran Lee Kuan Yew. Rupanya PAP agak repot juga, karena
walau bagaimana pun ia masih memerlukan bantuan internasional.
Tapi PAP pasti akan menang dalam pemilihan umum yang akan datang
ini melihat kedudukannya yang lebih meng untungkan. Tapi, kalau
oposisi berhasi memperkecil perbedaan di antara mereka,
diperkirakan mereka akan bisa merebut sebanyak-banyaknya 5
kursi. Lumayan, daripada tidak sama sekali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini