Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Timor Loro Sa'e CNRT Masih di Tangan Xanana |
Xanana Gusmao terpilih kembali menjadi Presiden Dewan Pertahanan Nasional Rakyat Timor atau CNRT (Conselho Nacional Resistencia de Timorese). Keputusan itu diambil dalam kongres CNRT yang berlangsung di Dili, pekan silam. Sebenarnya ia ingin memberi kesempatan kepada orang muda Timor Loro Sa'e. ''Tapi mereka kembali memilih kami. Itu harus saya hargai," katanya.
Selanjutnya, dalam menjalankan tugasnya, dia didampingi dua wakil presiden, yakni Jose Ramos Horta untuk urusan luar negeri dan Mario Viegas Carrascalao untuk urusan dalam negeri. Trio kepemimpinan ini yang disebut Kongres sebagai Dewan Pimpinan CNRT/Kongres Nasional.
Selain itu, kongres menetapkan perubahan nama CNRT, yang secara gramatikal menjadi CNRT/Kongres Nasional. Hal ini dipandang perlu untuk menunjukan bahwa CNRT merupakan gabungan berbagai kekuatan atau organisasi yang ada di Timor Loro Sa'e, yang terdiri dari partai politik, LSM, gereja, muslim, organisasi wanita, wakil dari 13 distrik, dan utusan mahasiswa. Keputusan lain yang ditetapkan antara lain adalah komposisi CNRT.
CNRT/Kongres Nasional akan bubar setelah pembentukan pemerintahan Timor pertama berdasarkan hasil pemilu, yang menurut rencana akan dilaksanakan September tahun depan. Xanana mengaku tetap tidak ingin menjadi presiden Timor Loro Sa'e. ''Ya, biar orang lain saja. Saya ingin jadi petani saja," katanya kepada Setiyardi dari TEMPO.
Namun, yang menarik, saat menentukan bahasa resmi negeri itu, terdapat semacam rekayasa kuat untuk menjadikan bahasa Portugis sebagai bahasa resmi. Di lain pihak, sebagian besar kaum muda menginginkan agar bahasa Tetun atau bahasa Indonesia yang menjadi bahasa resmi. Rekayasa itu setidaknya terlihat dari pemalsuan tanda tangan peserta yang mendukung bahasa Portugis. ''Saya tak pernah menandatangani dukungan terhadap bahasa Portugis, tapi kok ada tanda tangan saya?" kata Manuel Tilman, salah seorang peserta kongres.
Iran Bentrok Lagi, Kaum Konservatif dan Reformis |
Bentrokan antara mahasiswa proreformasi dan kalangan garis keras kembali pecah di Khorramabad, Iran. Kerusuhan ini merupakan lanjutan dari bentrokan yang terjadi sebelumnya. Dalam peristiwa itu, seorang polisi meninggal dan beberapa mahasiswa dilaporkan mengalami luka-luka berat.
Menurut kantor berita Iran (IRNA), beberapa bank, toko, dan gedung lainnya menjadi sasaran amukan massa. Mereka juga dilaporkan melemparkan bom molotov di pompa bensin. Untunglah, bom racikan itu urung meledak. Khorramabad, sekitar 400 kilometer dari Teheran, merupakan titik perseteruan antara dua kelompok yang bertikai.
Aksi unjuk rasa ini pecah setelah kelompok garis keras menghalangi mahasiswa reformis masuk ke kota itu untuk bergabung dengan rekan-rekannya yang lain. Kantor berita Reuters mengutip seorang saksi mata yang mengatakan sekitar 10 ribu orang mengambil bagian dalam demonstrasi menentang pelarangan berkumpul bagi organisasi mahasiswa proreformasi terbesar di Iran.
Puluhan orang dikabarkan ditangkap setelah bentrok dengan polisi huru-hara. Partai terbesar pendukung Khatami, Front Partisipasi Islam Iran, menuduh kaum militan yang memulai bentrokan itu. Meski keadaan bisa dikendalikan setelah pasukan keamanan turun tangan, tampaknya di hari-hari mendatangmengingat makin kuatnya gelombang kelompok pembaruan itubentrokan serupa agaknya sulit dibendung.
Irak Perang Udara Terancam Pecah |
Pentagon menempatkan antipeluru kendali Patriot untuk melindungi Israel dari serangan Irak. Tampaknya Irak akan melancarkan serangan peluru kendali ke Israel di saat pemerintah AS sibuk dengan kampanye pemilihan presiden. Untuk itu, brigade artileri pertahanan udara ke-69 yang ditempatkan di Frankfurt, Jerman, ditingkatkan kewaspadaannya.
The Patriot adalah antipeluru kendali yang dapat menangkap pesawat musuh, yang pernah digunakan dalam Perang Teluk 1991. Selama perang, 39 rudal Scud dilepaskan Irak. Namun, dalam beberapa kali, The Patriots tak berhasil menahan serangan Irak. Akibatnya, beberapa wilayah di Tel Aviv hancur lebur.
Serangan itu mungkin saja terjadi mengingat Rabu pekan silam, beberapa pesawat tempur AS dan Inggris menyerang sebuah desa di Provinsi Muthanna, Irak. Meski pasukan Irak berhasil menembak satu pesawat itu, instalasi sipil di desa itu dan sejumlah rumah hancur. Celakanya, tiga warga Irak, termasuk seorang anak, cedera akibat serangan itu. Setelah puas membombardir desa itu, pesawat-pesawat itu kembali ke pangkalan mereka di Kuwait dan Arab Saudi.
Kedua negara itu memang mempertahankan pangkalannya di Arab Saudi dan Kuwait. Hal itu dilakukan untuk memudahkan mereka dalam melakukan patroli terhadap zona larangan terbang yang diberlakukan di Irak Selatan, setelah Perang Teluk tahun 1991. Namun, Irak tidak mengindahkan larangan itu. Dalihnya karena tidak tertuang dalam resolusi khusus PBB.
Bagdad sendiri menyatakan bahwa beberapa bulan belakangan, pihaknya berhasil merontokkan pesawat tempur AS dan Inggris. Namun, klaim itu selalu dibantah Washington dan London.
Irfan Budiman (berbagai sumber), Setiyardi (Loro Sa'e)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo