Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan pesaingnya Marine Le Pen tentang usulan larangan jilbab bagi perempuan muslim di ruang publik tidak bisa diterapkan. Sebabnya hal itu bisa memicu perang saudara di Prancis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam debat yang disiarkan di televisi pada Rabu, 20 April 2022, Le Pen yang merupakan calon presiden sayap kanan mengatakan dia memerangi Islam radikal, bukan Muslim. "Saya tidak melakukan perang melawan agama," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya mengatakannya dengan sangat jelas, saya pikir jilbab adalah seragam yang dikenakan oleh Islamis," kata Le Pen. “Saya pikir sebagian besar wanita muda yang memakainya tidak punya pilihan lain.”
Macron menjawab pernyataan Le Pen. “Apa yang Anda katakan sangat serius. Anda akan menciptakan perang saudara jika Anda melakukannya."
Debat antara Macron dan Le Pen berlangsung sengit. Selain soal larangan jilbab, Macron juga mencerca Le Pen karena hubungannya dengan Rusia. Kedua kandidat akan bertarung dalam kursi pemilihan presiden dengan masa jabatan 5 tahun mendatang.
Macron mengkritik tajam pinjaman 9 juta euro yang diterima partai Le Pen pada tahun 2014 dari Bank Pertama Ceko-Rusia. Macron berpendapat bahwa karena utang, tangan Le Pen akan terikat ketika berhadapan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, jika dia menjadi presiden.
“Anda berbicara dengan bankir Anda ketika Anda berbicara tentang Rusia, itulah masalahnya,” tuduh Macron. "Anda tidak dapat membela kepentingan Prancis dengan benar karena kepentingan Anda terkait dengan orang-orang yang dekat dengan kekuatan Rusia."
"Anda bergantung pada kekuatan Rusia dan Anda bergantung pada Tuan Putin," katanya.
Le Pen marah dan mengatakan bahwa dia benar-benar bebas. Menurut dia, Macron tahu sepenuhnya bahwa apa yang dikatakan salah."
Dia mengatakan partainya membayar kembali pinjaman. Le Pen menyebut Macron tidak jujur karena mengangkat masalah ini.
Le Pen balas menyerang dengan menyinggung soal harga-harga yang naik akibat perang Rusia Ukraina. Dia berjanji akan menurunkan biaya hidup jika terpilih sebagai presiden wanita pertama Prancis.
Dia mengatakan pemerintahan Macron telah membuat negara itu terpecah. Dia berulang kali merujuk pada apa yang disebut gerakan protes "rompi kuning" yang mengguncang pemerintahannya sebelum pandemi COVID-19, dengan demonstrasi kekerasan selama berbulan-bulan terhadap kebijakan ekonomi Macron.
Hanya beberapa jam sebelum debat pada hari Rabu, pemimpin oposisi Rusia yang dipenjara Alexei Navalny juga mengangkat masalah pinjaman Marine Le Pen. Navalny menyarankan agar pemilih mendukung Macron dan menuduh bahwa Le Pen terlalu dekat dengan Rusia.
Baca: Pilpres Prancis: Pandangan Macron dan Le Pen dari Larangan Hijab sampai NATO
THE HILL | NPR