Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prancis Emmanuel Macron kembali mendapat kecaman pemakzulan. Hal ini dikarenakan sikapnya yang menolak pencalonan perdana menteri dari koalisi sayap kiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Partai sayap kiri Prancis ajukan pemakzulan Presiden Prancis Emmanuel Macron imbas penolakan pencalonan Lucie Castets dari koalisi sayap kiri sebagai Perdana Menteri Prancis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Rancangan resolusi untuk memulai proses pemakzulan terhadap Presiden Republik, sesuai dengan Pasal 68 Konstitusi, telah dikirim ke para anggota Parlemen hari ini untuk ditandatangani bersama," ujar Mathilde Panot, pemimpin fraksi France Unbowed di parlemen, pada X pada Sabtu, 31 Agustus 2024, dikutip dari Antara.
Dikutip dari Antara, France Unbowed mengecam Macron karena menolak pilihan partai itu untuk jabatan perdana menteri meskipun koalisi sayap kiri memenangkan kursi terbanyak dalam pemilihan parlemen pada Juli.
Berdasarkan Pasal 68, presiden hanya dapat diberhentikan dari jabatannya jika terjadi pelanggaran tugas yang jelas-jelas tidak sesuai dengan pelaksanaan mandat presiden.
France Unbowed memiliki cukup kursi untuk memulai prosedur tersebut, tetapi untuk menggolkannya diperlukan persetujuan dua pertiga mayoritas di kedua majelis parlemen.
Sebelumnya, ancaman pemakzulan juga pernah disampaikan oleh La France Insoumise (LFI). Dikutip dari Antara, pemimpin LFI Jean-Luc Mélenchon, koordinator partai Manuel Bompard, dan Presiden Kelompok Deputi LFI Mathilde Panot mengkritik Macron karena mengabaikan konsekuensi politik dari pemilihan umum dadakan pada 9 Juni, di mana ia sekali lagi kalah dalam pemilihan Parlemen Eropa.
Partai tersebut menuduh Macron melakukan kudeta terhadap demokrasi dengan mengabaikan kandidat Front Populer Baru (NFP) untuk perdana menteri, yang memenangkan pemilu.
Emmanuel Macron pada Agustus lalu bertemu dengan fraksi-fraksi di parlemen serta para pemimpin partai dalam upaya untuk menegosiasikan pemerintahan baru setelah pemilu menghasilkan parlemen tanpa kelompok yang meraih suara mayoritas.
Presiden Prancis itu mengesampingkan New Popular Front, koalisi sayap kiri yang memperoleh 182 dari 577 kursi parlemen, dari pembicaraan tersebut dengan alasan kekhawatiran mengenai stabilitas institusional.
LINDA LESTARI I ANTARA
Pilihan Editor: Emmanuel Macron Tak Tahu dan Tak Campuri Penahanan CEO Telegram