Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PRESIDEN Palestina, Mahmoud Abbas, telah memilih seorang pengganti sementara yang akan mengambil alih jabatanya jika ia sakit, meninggal dunia atau tidak mampu melanjutkan tugasnya. Pemilihan ini bertujuan untuk mengatasi kekhawatiran akan kemungkinan kekosongan kekuasaan jika ia tidak dapat bertugas lagi, Reuters melaporkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Abbas mengumumkan nama calon penggantinya, Rabu, 27 November 2024. Ia mengatakan ketua Dewan Nasional Palestina harus menjabat sebagai presiden sementara selama tidak lebih dari 90 hari, di mana pemilihan presiden harus diadakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua badan pengambil keputusan tertinggi Palestina saat ini adalah Rawhi Fattouh, 75 tahun, yang juga pernah menjabat sebagai pemimpin sementara setelah kematian Yasser Arafat pada 2004.
Pengumuman Rabu menghilangkan ketidakpastian mengenai apa yang akan terjadi ketika ia meninggal, namun Fattouh tidak disebutkan sebagai wakilnya, yang berarti masih belum ada kejelasan mengenai siapa yang akan menggantikan Abbas dalam jangka panjang.
Menteri Pertanian Israel Avi Dichter, anggota kabinet keamanan dalam negeri, mengatakan kepada sekelompok wartawan asing minggu ini bahwa tentara Israel akan mengambil alih Tepi Barat jika seseorang dari kelompok militan Hamas mencoba untuk menjadi presiden.
Ketika Israel melanjutkan perangnya di Gaza - menewaskan lebih dari 44.000 orang dan melukai serta membuat banyak orang lainnya kelaparan - kritik terhadap Abbas dan kepresidenannya semakin meningkat.
Abbas, 89 tahun, yang juga memimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), terpilih sebagai presiden Otoritas Palestina pada 2005, setahun setelah pemimpin sebelumnya, Yasser Arafat, wafat.
Jadi mengapa dia mencalonkan penggantinya sekarang dan bagaimana proses pergantiannya? Berikut fakta-fakta yang disajikan Al Jazeera.
Pertama, apa itu Otoritas Palestina?
Otoritas Palestina didirikan sebagai pemerintah sementara Palestina di bawah Perjanjian Oslo 1993, yang ditandatangani oleh Perdana Menteri Israel saat itu, Yitzhak Rabin, dengan Arafat.
Otoritas Palestina pada awalnya dibentuk untuk mengelola ketentuan-ketentuan dasar - seperti pendidikan, keamanan, air dan listrik - bagi warga Palestina yang tinggal di bawah pendudukan Israel di Gaza dan beberapa bagian Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur yang diduduki.
Oslo membagi Tepi Barat menjadi Area A, B dan C, memberikan Otoritas Palestina kontrol keamanan dan administratif atas Area A dan kontrol administratif atas Area B.
Namun Israel secara rutin melakukan serangan kekerasan di seluruh Tepi Barat yang diduduki.
Para kritikus mengatakan bahwa Otoritas Palestina secara efektif bertindak sebagai aparat keamanan atas nama pendudukan Israel.
Mengapa Otoritas Palestina masih ada?
Perjanjian Oslo yang didukung oleh Amerika Serikat (AS) bertujuan untuk mewujudkan sebuah negara Palestina pada 1999 di Gaza dan Tepi Barat dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Namun, hanya dalam waktu satu tahun setelah perjanjian itu ditandatangani, Israel justru membangun pemukiman ilegal di Tepi Barat.
Pembunuhan Rabin oleh seorang nasionalis sayap kanan Israel juga meredupkan harapan bahwa Israel akan menyerahkan wilayah yang diduduki kepada Otoritas Palestina.
Meskipun gagal mewujudkan kenegaraan Palestina, Otoritas Palestina terus berlanjut di bawah kepemimpinan Abbas, yang masa jabatannya secara teknis berakhir pada 2009.
Mengapa Abbas masih menjadi presiden Otoritas Palestina?
Pada 2006, kelompok Hamas, yang tidak mengakui Israel, memenangi pemilihan untuk memimpin Otoritas Palestina.
Para donor Barat membekukan dana untuk memaksanya mengakui Israel, yang tidak mau dilakukannya sampai Israel mengakui negara Palestina.
Pembagian kekuasaan diupayakan antara Hamas dan partai saingannya, Fatah, yang juga dipimpin oleh Abbas, namun pertempuran meletus dan Hamas mengusir Fatah dari Gaza.
Sejak itu, Fatah menjalankan Otoritas Palestina di Tepi Barat yang diduduki, namun gagal menghentikan perambahan Israel dan kehilangan popularitas.
Abbas menghindari pemilihan parlemen dan presiden karena, menurut para analis, ia takut Fatah kalah dari Hamas dan ia kehilangan jabatannya.
Warga Palestina berharap mereka akan memberikan suara pada Mei 2021, tetapi Abbas menunda pemilu, menyalahkan Israel karena mengatakan tidak akan mengizinkan pemungutan suara di Yerusalem Timur yang diduduki.
Abbas semakin tidak popular sehingga jajak pendapat pada September yang menunjukkan bahwa 89% orang Palestina di Tepi Barat menginginkannya untuk mengundurkan diri.
Siapa Rawhi Fattouh, calon pengganti yang dipilih Abbas jika ia sakit?
Dia baru saja memilih penggantinya beberapa hari yang lalu.
Rawhi Fattouh adalah mantan Ketua Dewan Legislatif Palestina, Ketua Dewan Nasional Palestina saat ini - badan legislatif PLO - dan anggota Komite Sentral Fatah.
Jika Abbas tidak dapat melanjutkan jabatannya sebagai presiden, Fattouh mengambil alih kepresidenan Otoritas Palestina selama 90 hari hingga pemilihan umum dapat dilaksanakan. Dia pernah melakukan hal itu sebelumnya, pada tahun 2004 ketika Arafat meninggal.
Fattouh tidak haus kekuasaan dan akan segera menyingkir begitu tokoh baru terpilih, kata Tahani Mustafa, seorang pakar politik Palestina untuk International Crisis Group.
"Rawhi Fattouh ... tidak memiliki ambisi politik," katanya. "Dia adalah seseorang yang hanya akan menyerahkan jubah."
Mengapa Abbas melakukan ini sekarang?
Kabarnya, karena tekanan dari AS dan negara-negara Teluk.
Pada September, Arab Saudi bersekutu dengan beberapa negara Arab dan Eropa - tidak disebutkan negara mana saja - untuk mendorong solusi dua negara guna mengakhiri konflik Palestina-Israel.
Kemudian pada bulan September, Riyadh berjanji untuk memberikan Otoritas yang kekurangan dana sebesar $60 juta agar tetap bertahan.
Mustafa dari ICG mengatakan bahwa Arab Saudi mensyaratkan angsuran terakhir sebesar $10 juta kepada Abbas untuk memilih penggantinya.
Otoritas Palestina telah dibebani oleh Israel yang menahan $188 juta pendapatan pajak yang dikumpulkannya atas nama Otoritas Palestina - sebuah ketentuan Oslo.
Apakah Abbas masih memiliki kekuatan dalam politik Palestina?
Ya, dia dan lingkarannya.
Abbas masih mengepalai Fatah, kelompok politik Palestina terbesar dan tertua, dan telah memilih Mahmoud al-Aloul - wakil ketua komite pusat - untuk mengambil alih partai tersebut setelahnya.
Lebih penting lagi, Abbas mengepalai Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yang jauh lebih kuat daripada Otoritas Palestina.
PLO - sebuah gerakan payung faksi-faksi Palestina yang didominasi oleh Fatah - melobi hak-hak warga Palestina dan membuat keputusan atas nama mereka di panggung global.
Menurut Mustafa, Abbas telah memastikan bahwa orang kepercayaan dekatnya, Hussein al-Sheikh - sekretaris jenderal PLO - akan menggantikannya sebagai ketua.
Untuk melakukan hal ini, Abbas mengisi dewan eksekutif PLO dengan para loyalisnya untuk memastikan mereka memilih seseorang dari lingkarannya untuk berkuasa jika pemilihan umum terjadi.
"Otoritas Palestina adalah peran yang paling tidak didambakan karena hanya ... penyedia layanan," kata Mustafa. "Creme de la creme yang sebenarnya di sini adalah PLO dan Fatah."