Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Maju atau mundur, ambruk

Yasuhiro nakasone terlibat skandal saham recruit co. oposisi mendesak nakasone diajukan ke sidang parlemen. takeshita & kabinetnya terancam. LDP kehilangan pendukung. takeshita bersikap menahan diri.

25 Maret 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

YASUHIRO Nakasone, bekas perdana menteri Jepang, marah besar karena karikatur. Ia digambarkan oleh kartunis Shin Yamada sebagai tokoh dengan tanda-tanda berperilaku buruk, dan karena itu diramalkan oleh seorang peramal tua berwajah Kakuei Tanaka -- ini juga bekas perdana menteri Jepang -- "Kini giliran Anda." Peramal itu diambarkan duduk di depan gedung parlemen Jepang yang berlatar belakang awan hitam dan burung camar terbang. Itulah karikatur di surat kabar Asahi Shimbun, pertengahan bulan lalu. Singkat kata, karikatur itu meramalkan bahwa Nakasone bakal mendapat "giliran" ditangkap untuk mempertangungjawabkan pemilikan saham perusahaan Recruit Co., yang diperolehnya lewat jalan, menurut tuduhan, tak sah. Sebab, peramalnya bukan sembarang tukang nujum, tapi Kakuei Tanaka yang memang pernah ditahan gara-gara skandal Lockheed -- ia divonis terlibat pada 1987 lalu. Kisah skandal saham yang tak kunjung selesai ini dimulai dari tuduhan oposisi. Yakni, ketika masih menjabat perdana menteri, pada 1987 Nakasone bertemu Presiden Ronald Reagan. Dalam pertemuan itu Nakasone mengemukakan bahwa perusahaan NTT (Nippon Telegraph & Telephone) berniat membeli sebuah komputer super. Padahal, perusahaan besar di Jepang itu telah memiliki 2 jenis barang bikinan Cray Research Inc., AS. itu. Belakangan ketahuan bahwa komputer yang brilyan itu dijualnya dengan harga khusus ke Recruit Co. Atas jasanya ini Nakasone mendapat hadiah berupa 29 ribu saham milik Recruit Cosmos, anak perusahaan Recruit Co. Karena saham itu Nakasone memperoleh keuntungan US$ 480 ribu. Tak hanya itu. Nakasone dituduh telah menunjuk Hiromasa Eoe, pendiri Recruit yang kini ditahan, sebagai anggota berbagai komite pemerintah, antara lain komite pemeriksaan pajak. Maka, Jepang pun diramaikan soal saham yang mulai bocor Juli tahun silam itu, yang tak cuma mengancam bekas perdana menteri. Tapi juga Takeshita, perdana menteri sekarang, terancam runtuh beserta citra Partai Demokrasi Liberal (LDP), partai yang menguasai panggung pemerintah Jepang sejak Perang Dunai II. Lihat saja, 3 menteri kabinet Takeshita sudah dipecat, 12 pengusaha dan politikus Jepang ditahan. Bahkan Presiden NTT, Hisashi Shinto, tak terlewatkan: ia ditahan oleh kejaksaan Tokyo Senin dua pekan lalu. Ditahannya tokoh tersebut terakhir itu adalah sebuah kejutan. Soalnya, banyak yang mengira kejaksaan Tokyo tak akan berani menangkap tokoh gaek berusia 78 tahun, yang dituduh menerima keuntungan 22 juta yen dari pemilikan 10 ribu saham Recruit itu. Ini berarti penahanan Nakasone dan kalangan atas LDP hanya tinggal menunggu waktu. Dari pengumpulan pendapat harian Asahi pertengahan Maret lalu, misalnya, hanya 15% responden yang masih mendukung Takeshita. "Suatu angka yang menunjukkan berakhirnya sebuah pemerintahan," tulis koran itu. Tak cuma Takeshita dan kabinetnya yang terancam. Bahkan LDP diam-diam kehilangan pendukung juga. Pengumpulan pendapat pada Januari meriunjukkan 46% responden memilih LDP. Tapi hasil poll bulan ini menunjukkan angka yang merosot: 29%. Makin runtuhnya citra LDP juga dapat dilihat dari berbagai pemilihan yang diadakan di pelbagai daerah. Dalam pemilihan lowongan anggota majelis tinggi di Provinsi Fukuoka Februari lalu, misalnya, calon Partai Sosial Jepang, salah satu partai oposisi, menang mutlak melawan LDP. Demikian pula dengan pemilihan gubernur Provinsi Chiba. Ahad pekan lalu, calon LDP hanya menang tipis dari calon Partai Komunis Jepang. Ini semua menyebabkan partai-partai oposisi makin berani menuntut agar Nakasone diajukan ke sidang parlemen sebagai saksi dalam skandal Recruit. Sementara itu, protes rakyat terhadap peraturan baru Pajak Konsumsi sebesar 3%, yang mulai berlaku April ini, menyebabkan mereka merencanakan pemboikotan sidang parlemen yang akan membahas RAPBN 1989 akhir bulan ini. Semua itu menyebabkan Takeshita terdesak. Cukup sudah isyarat-isyarat, yang kalau dijabarkan bunyinya menjadi: Takeshita harap mundur. Atau, perdana menteri itu terpaksa mengorbakan sejawatnya, Yasuhiro Nakasone, untuk memulihkan kembali popularitas LDP. Hal ini sesuai dengan sikap Raizo Matsuno, seorang penasihat LDP, setelah bertemu dengan 3 pemimpin LDP di sebuah restoran mewah di Tokyo Selasa pekan lalu. "Terlepas dari Nakasone salah atau tidak," katanya, "sebaiknya ia muncul di sidang parlemen untuk menyatakan sikap politiknya dan menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan," kata Matsuno. Yang tak enak bagi Takeshita tentulah kenyataan ini: bahwa ia duduk di kursinya sekarang adalah karena ditunjuk oleh Nakasone sendiri, November 1987. Bila ia seorang turunan samurai yang setia kepada bekas majikan dan tahu berterima kasih, tentunya agak sulit baginya menggunakan "kartu Nakasone" demi keselamatan pemerintahannya sendiri. "Aku hanya dapat mengatasi situasi sekarang ini dengan sikap Nin," katanya. Sikap menutup mulut, telinga, dan mata untuk menahan diri inilah tampaknya satu-satunya jalan yang dapat dilakukan Takeshita. Ia tak dapat melangkah maju atau mundur. Bila ia mengundurkan diri, sama saja dengan langkah bunuh diri bagi LDP. Sebab, tak satu pun penggantinya yang "bebas skandal". Sekjen LDP Shintaro Abe Michio Watanabe, ketua komisi kebijaksanaan LDP dan Kiichi Miyazawa, bekas menteri keuangan dan bekas wakil perdana menteri semuanya terlibat saham Recruit. Tak sulit ditebak, inilah kesempatan bagi kelompok oposisi -- Partai Sosial Jepang, Partai Komei (Pemerintahan yang Bersih), Partai Sosial Demokratik, serta partai-partai gurem lainnya -- untuk merebut kursi parlemen yang sejak 44 tahun lalu diduduki LDP. Kata pengamat politik Ryuichiro Hosokawa, "Kaisar Hirohito dapat berusia panjang karena banyak mendapat suntikan transfusi darah. Sementara Takeshita tak mendapatkan sama sekali." Kira-kira maksudnya, Takeshita sama sekali tak punya harapan bertahan. Lebih jauh kolomnis Patrick L. Smith di surat kabar International Herald Tribune meramalkan lahirnya pemerintahan koalisi partai oposisi kini.Didi Prambadi (Jakarta) & Seiichi Okawa (Tokyo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum