FLOYD Stanfill nasibnya begitu buruk. Tahun 1976 ia tak bisa lagi menjadi sopir truk karena gangguan pada prostatnya. Setelah itu, ia harus menjalani beberapa pembedahan di tulang belakang dan saluran kemihnya. Anak perempuannya mati karena hamil abnormal. Anak laki-lakinya menderita kanker kulit. Dua cucunya pun menderita kelainan di lutut dan sering pusing sebelah. Dugaan Shawn, semua penderitaan itu karena genetika ayahnya rusak terkena radiasi nuklir. Radiasi itu dialami Stanfill ketika menjadi tentara angkatan laut AS, tahun 1946. Tepatnya, tatkala ia bersama 11 orang lainnya yang tergabung dalam Team Able diberi tugas memeriksa pipa-pipa dalam tubuh kapal induk Saratoga, di Kepulauan Bikini, Pasifik Barat. Padahal, di dekat situ baru saja terjadi ledakan bom nuklir. Belakangan, disadari bahwa Stanfill sebenarnya dijadikan kelinci percobaan oleh pemerintah AS, untuk menguji ketahanan manusia terhadap radiasi, dalam percobaan yang dinamai Operasi Penyeberangan. Kasus Stanfill ini merupakan salah satu dari ratusan kisah lainnya yang terungkap di AS Desember lalu. Ketika itu Menteri Energi AS Hazel O'Leary mengakui adanya percobaan radiasi yang dilakukan pemerintah AS tahun 1940 sampai 1970-an. O'Leary juga mengimbau pemerintah agar memberi santunan bagi sekitar 800 orang yang kebanyakan cacat mental dan sakit. Sejak itu, saluran piantan (hotline) Percobaan Manusia di Departemen Energi AS kebanjiran penelepon yang mengaku pernah dijadikan kelinci percobaan. Ribuan penelepon lainnya juga menghubungi sejumlah badan pemerintah ataupun independen yang membuka pelayanan serupa, dan sejumlah diskusi terbuka diadakan di beberapa kota. Dari situ terungkap, pemerintah AS pernah melakukan puluhan uji coba ketahanan radiasi dengan kelinci percobaan manusia. Di antaranya, 131 tahanan di penjara Oregon dan Washington biji kemaluannya disinari dengan sinar-X untuk menguji dampak radiasi terhadap kesuburan. Yang lebih tak bermoral, sekitar 120 anak cacat mental di sekolah negeri Fernald, Massachusetts diberi susu dan sereal yang dicampur dengan kalsium dan zat besi yang beradioaktif, hampir tiap hari. "Kami diberi makanan serta minuman yang berbeda dengan anak-anak lainnya," tutur Charles Dyer dan Austin LaRocque, dua saksi hidup yang kini berusia 50-an tahun. LaRocque dan dua anaknya kini menderita sakit perut yang sulit didiagnosa. Percobaan serupa juga berlangsung di balai kesehatan ibu dan anak Universitas Vanderbilt, di Nashville, Tennessee, tahun 1940-an. Delapan ratus wanita diberi makan cocktail yang dibubuhi bahan isotop besi mengandung radioaktif. Baru 20 tahun kemudian ini ketahuan, setelah sebagian wanita itu melahirkan bayi mengidap kanker. "Kami hanya menerima apa saja yang mereka beri," kata Emma Craft, 72 tahun, salah seorang korban yang anaknya mati karena tumor pada usia 11 tahun. Sebagian kalangan peneliti dan kedokteran menganggap bahwa kasus ini terlalu dibesar-besarkan pers. "Kasus yang tidak relevan dimasukkan pula," ujar Dr. Mark Siegler dari Universitas Pusat Chicago. Dibesar-besarkan atau tidak, Gedung Putih telah membentuk satuan khusus untuk meneliti seberapa besar jumlah korban percobaan radiasi itu. Sekaligus menentukan berapa besar jumlah santunan, yang menurut perhitungan kasar departemen energi AS US$ 1 juta sampai US$ 300 juta.DP
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini