AKHIRNYA, inilah pembajakan pesawat terlama dalam sejarah. Hingga Senin pekan ini, 14 hari sudah para pembajak pesawat Kuwait menguasai pesawat dan sandera sehari lebih lama daripada pembajakan pesawat Pakistan pada 1981. Memang, pembajakan pesawat TWA pada 1985 mencapai 17 hari, tapi beberapa hari sebelumnya sandera sudah dlbebaskan semua. Dan belum ada tanda-tanda penyelesaian. Malah, Sabtu pekan lalu pembajak mengancam akan meledakkan pesawat dan membunuh semua sandera di sebuah tempat, bila Kuwait masih ngotot tidak meluluskan tuntutan mereka, pembebasan 17 teroris yang dipenjara di Kuwait. Di Lembah Bekaa, Libanon, kata pembajak, sudah dibangun jalur pendaratan darurat. "I Love Martyrdom" alias "Saya Cinta Mati Syahid" begitulah bunyi tulisan di kaus oblong para pembajak, yang dipakai sejak pesawat masih nongkrong di pelabuhan udara Larnaca, Siprus. Dan menjelang keberangkatan ke Aljazair, Selasa malam pekan lalu, nama pesawat Kuwait Airways, yang dibajak sejak 5 April, itu pun diganti menjadi "Pesawat Para Martir Agung". Mereka siap mati? Itu memang belum terbukti. kendati mereka memakai kain kafan sebagai pembungkus tubuh, ketika mendarat di pelabuhan udara Houari Boumedienne, Aljazair, selepas tengah malam, Rabu pekan lalu. Yang pasti, Minggu pekan ini, sehari menjelang bulan Puasa, mereka minta dikirimi makanan tradisional Libanon untuk makan sahur. Agaknya, mereka lebih siap berpuasa. Sehari sebelumnya, para martir mengadakan pertemuan pers dengan tiga wartawan dari Neu York Times, kantor berita Prancis AFP, dan seorang wartawan berbahasa Arab. Lewat ketiga wartawan itu pembajak menuntut supaya diberi bahan bakar, karena tak ingin membunuh sandera atau meledakkan pesawat di Aljazair. Tak mustahil mereka akan terbang kembali ke Libanon. Sebab, kepada tim perunding Aljazair, yang dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri El Hadi Khediri, para martir itu pernah menyatakan keinginannya untuk terbang ke Lembah Bekaa. Dengan alasan, kawan-kawan mereka di sana sudah membangun sebuah landasan darurat. Kalau ternyata pesawat para martir itu jadi diterbangkan ke Lembah Bekaa, nasib para sandera agaknya lebih mudah diperhitungkan. Tewas di udara lantaran dihajar oleh senjata antipesawat udara milik Syria atau dieksekusi oleh para pembajak. Kemungkinan sandera terhindar dari mautadalah kalau mereka bisa tetap jadi sandera di pesawat, atau disembunyikan di tempat rahasia. Orang-orang Syiah Libanon, terutama Hizbullah, tentu akan mendapat getahnya. Kecuali Amal Syiah, yang dikenal paling moderat dan sekuler. Mereka akan dicaci habis-habisan dari segala penjuru sebagai dalang pembajakan dan terorisme di Timur Tengah. Sebab, merekalah yang selama ini paling keras memperjuangkan revolusi Islam model Iran di Libanon. Padahal, belakangan ini orang-orang Hizbullah, Partai Allah, justru sedang mulai santai. Opini dunia, yang diarahkan oleh berbagai media massa, tak lagi menjadikan partai itu sebagai pusat cacian. Maklum, sejak pekan lalu, tudingan dunia bergeser ke Iran. Negeri yang baru saja melaksanakan pemilu ini kini dituduh keras berdiri di belakang pembajakan terpanjang ini. Teheran tak hanya dimaki sebagai pusat perencanaan, tapi juga sebagai pusat pengendalian operasi pembajakan. Pergeseran itu bermula dari pengakuan seorang bekas sandera berkebangsaan Kuwait, Mohammad Ashekani, yang dilepas di Siprus. Dia mengaku melihat dua pembajak baru berlogat Libanon naik dari Mashhad, sehingga jumlah pembajak jadi 8 orang. Pembagian tugas diatur, 4 pembajak berjaga selagi 4 rekannya istirahat. Sedangkan pemimpinnya, menurut Ashekani, berusia sekitar 35 tahun yang dipanggil dengan nama Jamil. Sedangkan seorang lainnya bernama Kamal. Pemerintah Kuwait langsung menyambut pengakuan itu dengan melontarkan tuduhan lebih dramatis: pembajak yang naik dari Iran ada 3 atau 4 orang. Salah seorang di antaranya adalah Amad Fayez Mughanieh, 26 tahun, bekas anggota PLO yang punya peran penting dalam penculikan orang-orang asing di Libanon, termasuk Pendeta Terry Waite. Mughanieh kini, menurut pemerintah Kuwait, adalah orang nomor satu dalam pembajakan. Dia mau terjun langsung lantaran salah seorang dari tahanan Kuwait, yang mau dibebaskan oleh para pembajak, adalah saudara sepupu sekaligus kakak iparnya. Yaitu Mustafa Yusuf alias Elias Fuad Saab, orang Kristen Libanon yang berperan sebagai teknisi serangkaian peledakan bom di Kuwait 5 tahun silam. Soal bagaimana para pembajak bisa membawa pistol dan granat ke dalam pesawat, pemerintah dan perusahaan penerbangan Kuwait yakin benar bahwa ada 2 awak pesawat pro-Iran ikut main. Mereka menyelundupkan alat pembunuh itu lewat kereta makan di pelabuhan udara Don Muang, Muangthai. Lalu di Mashhad mereka dapat tambahan lagi beberapa pucuk senapan semiotomatis buatan Israel UZI dan tongkat-tongkat peledak. Dari Yaman Utara, Ketua PLO Yasser Arafat - yang Sabtu pekan lalu kehilangan orang kedua di PLO - juga tak kalah sengitnya menohok Teheran sebagai biang kerok. Dalam sebuah wawancara dengan stasiun TV berita terkemuka di dunia CNN dari AS, Arafat bahkan menyatakan, "Tak perlu diragukan lagi, Iran langsung berada di belakang pembajakan itu." Dia juga percaya bahwa 4 dari para pembajak adalah orang Libanon yang langsung di bawah perintah pemerintah Iran, dan dua pembajak lainnya adalah orang Bahrain. Para pembajak kini juga bisa langsung berhubungan dengan Teheran, tuduh Arafat. Sebab, pemerintah Iran diam-diam telah menyelundupkankan radio komunikasi khusus ketika peawat masih di Mashhad. Arafat saat ini memang jengkel bukan kepalang kepada para pembajak. Gara-gara tim perunding PLO di bawah utusan khususnya, Salah Khalaf, dipecundangi di Siprus. Maklum, semula para pembajak sepakat untuk melepaskan semua sandera begitu mendarat di Aljazair dan tak akan lagi menggunakan kekerasan. Sebagai jaminan, para pembajak juga bersedia membawa serta 5 anggota tim perunding PLO untuk mengawasi kesepakatan itu. Kecele, itulah yang dialami PLO. Tim perunding ternyata ditinggal begitu saja ketika pesawat tancap gas menuju Aljazair. Sebaliknya, dua hari setelah mendarat di Aljazair, para pembajak malah menebar ketakutan lagi. Semua pintu pesawat dipasangi tongkat-tongkat peledak, yang membuat pasukan antiteroris tak berkutik. Lalu mengulangi ancaman untuk membunuh semua sandera. Bahkan mereka juga mulai rajin membentakbentak dan memukuli para sandera. Sementara itu, gara-gara pembajakan ini, perang Iran-Irak juga pecah di London. Wakil Menteri Luar Negeri Iran Lardjani dan Menteri Luar Negeri, Irak Nazar Hamdon, yang pekan lalu sama-sama mengadakan kunjungan ke sana, saling menohok lewat koran-koran setempat. Kata Hamdon, dua dari pembajak pernah terlibat dalam pembajakan pesawat Kuwait Airways di bulan Oktober 1984, yang berakhir dengan penyerahan diri para pembajak kepada pemermtah Iran. "Mereka sebenarnya sudah dilepaskan oleh Iran," tuduhnya. Lardjani kontan menolak keras omongan Hamdon. "Sampai sekarang mereka masih di tahanan," jawabnya. Dia juga menyangkal, semua tuduhan yang melibatkan pemerintah Iran dalam pembajakan sembari menyerang balik Kuwait dan pemerintah lain, yang rakyatnya ada di antara para sandera. Pemerintah-pemerintah itu, kata Lardjani, menolak rencana penyerbuan pesawat oleh pasukan revolusioner Iran. Kini, yang masih tanda tanya, apakah para pembajak masih rela melakukan barter sandera dengan bahan bakar. Sebab, sebelum meninggalkan Siprus, mereka membebaskan 12 sandera sebagai ganti bahan bakar, dan seorang lagi di Aljazair. Maka, kini tinggal 31 sandera yang masih dicekam ngeri, termasuk 3 keluarga kerajaan Kuwait. Di Siprus para pembajak melunak lantaran kegigihan tim perunding Siprus dan PLO. Pemerintah Siprus malah sempat mengancam tak akan memberikan bahan bakar, kalau para pembajak tak melepaskan semua sandera. Di sinilah agaknya reputasi Aljazair sebagai perunding kelas "wahid" di Timur Tengah diuji. Tim perunding Aljazair sudah tiga kali mendapat acungan jempol dari mancanegara. Pertama, ketika mereka ambil bagian dalam perundingan pembebasan warga AS yang disandera di kedutaannya sendiri di Teheran pada 1981. Lalu, bersama pemimpin kelompok Amal Syiah Nabih Berri, mereka juga ikut berunding dalam usaha pembebasan sandera pesawat penumpang TWA yang dibajak di Beirut 3 tahun lalu. Tahun lalu, pujian juga dilontarkan oleh Perdana Menteri Prancis Jacques Chirac kepada tim perunding itu, yang berhasil membebaskan orang-orang Prancis di Libanon. Aljazair, yang sepuluh tahun silam dikenal sebagai negara sahabat para ekstremis, memang sudah berubah wajah. Negara di tanduk Afrika itu kini malah dikenal sebagai negara paling netral dalam konflik Timur Tengah, lantaran hebatnya kemampuan diplomasi Presiden Chadli Benjedid. Terbukti Aljazair bisa bersahabat dengan Iran dan Irak sekaligus, beserta negara-negara sekutu kedua seteru itu, seperti Syria dan Libya. Repotnya, pihak pemerintah Kuwait kini tampak makin berat untuk meluluskan tuntutan para pembajak, kecuali kalau tak takut menghadapi kecaman dari rakyatnya sendiri. Dalam upacara pemakaman dua bekas sandera, yang langsung dipimpin oleh Perdana Menteri Sheik Saad al-Abdullah al-Sabah, Rabu pekan lalu, ribuan rakyat ikut tumplek. Suara mereka seragam: pemerintah tak perlu menggubris tuntutan para pembajak. Seusai upacata itu, seorang mahasiswa tiba-tiba berbicara dengan lantang. "Mereka yang menganggap kami jadi lunak lantaran uang minyak sama dengan membodohi diri sendiri." Sebaliknya, kemungkinan bagi para pembajak untuk menyerah juga kecil. "Secara psikologis, para pembajak sudah mantap dalam menjalankan misinya," ujar Dr. James Thompson, psikolog kondang dari London's University College dan Middlesex Hospital School of Medicine. Bahkan mereka, menurut dugaan Thompson, sudah berlatih khusus dan mempelajari pengalaman para pembajak sebelumnya. Di mata Thompson yang pernah ikut menangani para bekas korban kebakaran stasiun bawah tanah King's Cross di London dan bekas sandera pesawat TWA yang dibajak di Beirut - para pembalak kali inl jauh lebih profesional. "Mereka menguasai teknik-teknik psikologi," ujarnya. Salah satu jurus psikologi yang mereka terapkan adalah mengguncang mental para sandera dengan berubah-ubah sikap secara mendadak. Dari penuh sopan menjadi garang. Coba simak pengalaman David Carew Jones, analis pasar komputer dari Inggris, yang dibebaskan di pelabuhan udara Mashhad. Kata dia, para sandera kadangkala dibebaskan ngobrol atau pergi ke kamar kecil. Tapi tiba-tiba para pembajak membentak sandera supaya diam, sembari menyorotkan lampu senter ke wajah para sandera. Tak hanya itu. Jendela pesawat juga selalu ditutup agar para sandera kehilangan kesadaran waktu dan tempat. Dan mereka juga sering saling tukar pakaian dan topeng sehingga para sandera tak ada yang tah persis jumlah pembajak. Kata Thompson diperlakukan secara begitu, manusia sekera apa pun umumnya hanya mampu tetaF tegar selama 3 atau 4 hari. Dengan teknik psikologi pula para pembajak mampu membuat frustrasi para perunding. Para pembajak seperti tahu segala macam muslihat perunding. Nah, di sinilah perbedaan paling mencolok dengan peristiwa pembajakan lainnya. Dulu para pembajak yang sering dibuat frustrasi, tapi kini giliran para perunding. Misalnya dengar bersikap lunak, seolah mengharapkan penyelesaian, lalu tiba-tiba membantai seorang sandera. Dan pembajakan makin panjang. Praginanto, Yudhi Soerjoatmodjo (London), Endang Ishak (Riset)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini