GELOMBANG demonstrasi kontan meledak di wilayah pendudukan, Jalur Gaza dan Tepi Barat. Hujan batu deras menimpa serdadu Israel. Bendera-bendera PLO diarak ke segala penjuru, diiringi pekik-pekik perjuangan penuh dendam. "Mampuslah Israel!", "Tunggu pembalasan kami!", "Hidup PLO, hidup Palestina merdeka!" Sementara itu, di kamp-kamp pengungsi Palestina, yang tersebar di berbagai negara Arab, bendera hitam tanda berkabung dipasang di setiap rumah. Amarah besar tak lagi terbendung. Ketika kabar dari Tunis, ibu kota Tunisia, Sabtu pekan lalu tersebar. Abu Jihad alias Khalil al-Wazir, tokoh pejuang Palestina dan orang kedua PLO, tewas dibantai bersama tiga pengawal pribadinya oleh penembak gelap. Dia roboh bersimbah darah di hadapan anak-istrinya pukul 2 pagi waktu setempat. Pembunuhnya raib entah ke mana. Sementara itu, kemarahan di Jalur Gaza dan Tepi Barat, merobohkan 14 orang Palestina di Minggu pekan lalu - korban terbesar dalam sehari sejak intifadah, huruhara, meletus di kedua daerah pendudukan Desember lalu. Dan siapa lagi yang dituduh menjadi dalang pembantai Abu Jihad bila bukan musuh besar PLO? "Israel berada di belakang pembunuhan itu," ujar Yasser Arafat, Ketua PLO, Sabtu pekan lalu, sehari sebelum meninggalkan Bahrain menuju Tunis. Lalu ia mengimbau agar seluruh rakyat Palestina di wilayah pendudukan meningkatkan perjuangan. Tak cuma Arafat, ternyata. Jaringan TV AS NBC pun menyatakan bahwa pembunuhan itu dilakukan oleh sebuah tim gabungan terdiri atas pasukan elite dan dinas rahasia Israel Mossad. Yakni pasukan elite angkatan laut, dan satuan khusus angkatan darat yang pernah sukses membebaskan sandera pesawat Air rance dari pelabuhan udara Entebbe, Uganda, 12 tahun silam. Dilihat dari caranya, pembantaian Abu Jihad jelas dilakukan oleh pembunuh profesional. Sebelum menggasak ke dalam, para penyerbu lebih dahulu memutuskan hubungan telepon. Dan begitu cepatnya gerakan mereka hingga para pengawal Abu Jihad - yang tentunya bukan orang sembarangan - tak sempat memberi perlawanan. Dugaan sementara petugas intelijen Tunisia, para pembantai itu kabur dengan sebuah sedan Peugeot 506 dan minibus VW, lalu menghilang di laut. Kedua kendaraan memang teronggok di tepi pantai di utara Tunis. Bisa jadi, mereka dijemput oleh sebuah kapal selam. Pihak PLO menolak teori intelijen Tunisia. PLO percaya bahwa kedua kendaraan itu sengaja ditinggal di pantai untuk mengecoh petugas. Itu berarti para pembunuh masih berada di Tunisia. Yang pasti, kelompok ini termasuk jenis pembunuh berdarah dingin. Bayangkan, ketika para pembunuh itu menembak Abu Jihad dengan sebuah pistol berperedam suara disaksikan oleh anak, istri, dan seorang pembantu yang terbangun, salah seorang dari penyerbu merekam peristiwa itu dengan kamera video - sampai Abu Jihad mengembuskan napas terakhir. "Ibu, Ayah kenapa? Tertidur, ya?" ujar anak bungsu Abu Jihad yang baru berumur 2 tahun 8 bulan, di gendongan ibunya. Kematian Abu Jihad tentu saja bukan hanya merupakan pukulan berat bagi Arafat dan PLO. Tapi juga sebuah penghinaan. Abu Jihad adalah sobat kental Arafat sejak bangkitnya gerakan perjuangan bangsa Palestina. Mereka berdua pula yang memotori pendirian organisasi al-Fatah di pertengahan 1950-an, yang sampai sekarang masih mendapat suara mayoritas dari rakyat Palestina. Arafat dan Abu Jihad sudah berkali-kali diancam maut bersama. Antara lain ketika rnereka terjebak oleh gempuran pasukan Yordania dan Syria terhadap markas PLO di Yordania dan Beirut, pada 1970 dan 1983. Berkat kerja sama mereka berdua pula, enam tahun lalu PLO mampu mempertahankan markasnya di Beirut selama tiga bulan penuh dari serangan Israel, tanpa bantuan pihak mana pun. Saat itu Abu Jihad bertindak selaku panglima perang. Kalau Abu Jihad memang dibunuh oleh Israel, itu bisa dimengerti. Tak hanya lantaran kedudukannya sebagai wakil ketua PLO bidang militer, tapi juga karena dialah orang yang ditugasi Arafat untuk langsung mengendalikan operasi-operasi militer di wilayah pendudukan, termasuk menggerakkan gelombang demonstrasi. Dia pula yang mengotaki 2 pembajakan bis di Israel sepuluh tahun silam dan bulan lalu, yang mengakibatkan tewasnya 35 orang Israel - termasuk 3 yang tewas dalam pembajakan terakhir. Pekan ini Arafat mengumpulkan semua pimpinan PLO, termasuk tokoh ekstrem seperti George Habbash yang komunis, dan Nayef Hawatmeh yang mendukung terorisme. Acaranya, merencanakan pembalasan terhadap Israel. Kendati demikian, PLO masih tetap bertahan, agar tak menyulut gerakan bersenjata di wilayah pendudukan. Maklum, selama ini telah terbukti, semua serangan militer frontal negara-negara Arab dapat dipatahkan oleh Israel. Kabarnya, pembunuhan Abu Jihad memang ditujukan untuk memancing perang terbuka. Sebabnya, Israel tak mampu lagi mengatasi gelombang demonstrasi.akyat Palestina di wilayah pendudukan. Dari pemerintah Israel, hingga pekan ini, belum ada tanggapan resmi atas tuduhantuduhan itu. PM Yitzhak Rabin cuma bungkam. Hanya Menteri Luar Negeri Shimon Peres yang bersuara - ia tak menyanggah maupun membenarkan, tapi seolah malah mengirimkan tantangan, "Kami menyadari adanya perbedaan antara Israel dan PLO. Sekarang tinggal pilih, mau diselesaikan lewat dialog atau dengan pedang?" Kuat dugaan PLO akan menyelesaikannya dengan pedang. Abu Jihad, yang dimakamkan hari Selasa pekan ini di Amman, Yordania, mendapat simpati dari hampir semua kepala negara Arab, dan intifadah di Gaza dan Tepi Barat makin gemuruh. Darah siapa lagi akan tumpah? Prg.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini