SETELAH Persetujuan Jenewa diteken oleh empat menlu dari Soviet, AS, Pakistan, dan Afghanistan, Kamis pekan lalu, selesaikah perang di Afghanistan? Dokumen persetujuan damai setebal 39 halaman yang diterjemahkan dalam empat bahasa memang menjanjikan dengan pasti ditariknya 115.000 tentara Soviet secara bertahap. "Saya mengharapkan, penandatanganan persetujuan ini benar-benar dijiwai oleh huruf dan kalimat yang ada di dalamnya, bagi perdamaian rakyat Afghanistan dan kawasan di sana," ujar Sekjen PBB Perez de Cuellar. "Tapi tantangan yang harus dihadapi rakyat Afghanistan cukup berat, dan harus diselesaikan oleh mereka sendiri." Kata-kata Perez de Cuellar bukan basa-basi. Persetujuan Jenewa yang disebut, oleh seorang diplomat Barat sebagai "sebuah sulapan diplomatik" diduga masih akan berbuntut panjang. Dalam dokumen berisi 4 pasal itu antara lain disebutkan, "Pakistan dan Afghanistan setuju untuk mengakhiri campur tangan negara-negara asing." Artinya, AS akan mengakhiri pengiriman senjata bagi kelompok gerilyawan Mujahidin yang bermarkas di Islamabad, Pakistan, begitu Uni Soviet menarik 115.000 pasukannya. Namun, dokumen itu tak menjamin berakhirnya perlawanan pejuang Mujahidin yang sejak 8 tahun lalu berjihad untuk menumbangkan pemerintah komunis Kabul di bawah pimpinan Presiden Najibullah. Dan sementara itu, rezim Kabul sendiri sebenarnya tak yakin akan bisa mengundang pejuang Mujahidin untuk duduk di satu pemerintahan, meski 27 kursi di parlemen ditawarkan kepada mereka (lihat Mereka Seperti Raja). Sebab, di tubuh para pejuang itu sendiri timbul perpecahan sejak 1980. Setahun setelah Uni Soviet menginjakkan kakinya di bumi Afghanistan, 1980, kelompok oposisi bersenjata naik gunung dan bergabung dengan kelompok etnis Afghanistan yang tak terhitung jumlahnya.Negara-negara pendukung kelompok oposisi tersebut - AS, Arab Saudi, dan Pakistan minta agar yang naik gunung membentuk aliansi, untuk memudahkan pemberian bantuan. Maka, lahirlah 7 kelompok gerilyawan yang ternyata mempunyai tujuan dan pandangan berbeda.,Empat kelompok dikenal fundamentalis, sementara tiga lainnya berpandangan tradisional. Kelompok terakhir ini menginginkan sebuah pemerintahan pro-Barat di Kabul. Mereka mau menerima alih teknologi Barat bagi pembangunan Afghanistan. Kelompok ini - Front Nasional Islam Afghanistan, Harakat-i-Inqilab-i-Islam, dan Front Nasional Penyelamat Afghanistan - juga ingin menormalkan hubungan dengan pihak Soviet dan pemerintahan Najibullah. "Kami mau berunding dengan semua orang muslim yang berkemauan baik," ujar Pir Sayyed Ahmed Gailani, pemimpin Front Nasional Islam. Sebaliknya, kelompoh fundamentalis Hesb-i-Islami adalah kelompoh anti-Barat yang dipimpir Gulbuddin Hekmatyar, seorang yang konon amat keras. Bekas mahasiswa teknik Universitas Kabul berusia 4 tahun ini sangat berambis menjadi pemimpin gerilya wan Mujahidin. Dialah yang dituduh membunuh dua wartawan Barat. Bulan lalu misalnya, ia hampir baku tembak dengan Sigbatulla Mojadidi, ketua Front Na sional Penyelamat, gara gara dituduh membantai pelarian Afghanistan. Hekmatyar mencabut pistol dan menodongkannya ke tubuh Mojadidi yang berusia 70 tahun itu. Barangkali komentar Mojadidi-lah yang paling tepat menggambarkan masa depan Afghanistan: "Saya merasa seperti berjalan ke dunia yang asing. Kami tak tahu apa yang terjadi nanti."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini