PARA awak kapal penjaga pantai itu mulai menaruh curiga, ketika sebuah perahu motor misterius mendekati pantai tenggara pelabuhan Pusan, Korea Selatan."Berhenti!" teriak salah seorang awak kapal itu lewat pengeras suara. Tapi jawaban yang mereka terima serentetan tembakan. Segera setelah petugas patroli pantai itu menghubungi pihak Angkatan Laut -sekitar pukul setengah tiga pagi - perburuan terhadap perahu nekat yang sudah tancap gas ke Utara itu pun dimulai. Tembak-menembak antara penjaga pantai dan awak perahu motor misterius tak terelakkan. Bahkan kapal pemburu mutakhir yang dikerahkan AL Korea Selatan juga kewalahan menghadapi kegesitan perahu motor tak dikenal itu, yang sengaja memanfaatkan pekatnya malam. Baru tiga jam kemudian, setelah tibanya bantuan dari pesawat-pesawat jet tempur, perahu itu dapat di tenggelamkan. "Tak ada korban di pihak Korea Selatan. Tembakan-tembakan yang dilepaskan perahu Korea Utara itu hanya mengakibatkan kerusakan kecil," ujar Jenderal Chung Jin-Kwon, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Korea Selatan, pekan lalu. Dari perahu motor misterius itu, yang ternyata milik dinas inteligen pemerintah Korea Utara, ditemukan 10 macam perlengkapan militer. Antara lain pakaian selam, pecahan radar, dan peta militer. Sehingga Chung, yang juga Kepala Kantor Pusat Kontraspionase Kementerian Pertahanan Korea Selatan, menduga, perahu itu berpenumpang agen-agen bersenjata yang akan disusupkan untuk menghancurkan berbagai fasilitas pemerintah, memata-matai situasi politik, militer dan sosial Korea Selatan. Sayang, tak ada kabar lebih lanjut tentang nasib para penumpang istimewa itu. Insiden ini merupakan yang kedua kali selama Oktober, setelah pemerintah Korea Utara menangkap 12 nelayan Korea Selatan, tiga pekan lalu. Penangkapan yang diduga untuk mengacaukan pertemuan puncak Bank Dunia dan IMF(International Monetary Fund) di Seoul terjadi sekitar 66 kilometer di sebelah bara Pulau Paeknyong-do, yang berdekatan dengan garis batas militer tambahan Korea Utara-Korea Selatan. Kapal mereka - Keyong 2 - tiba-tiba didatangi dan digiring ke Utara oleh sebuah kapal patroli Korea Utara bersenjata berat. Pemerintah Korea Selatan segera mengeluarkan kutukan resmi terhadap aksi sepihak itu, dan menuntut agar para nelayan yang tidak berdosa tersebut segera dilepaskan. "Tindakan barbar yang tidak manusiawi tidak akan membantu dialog Utara-Selatan," demikian, antara lain, isi kutukan resmi yang dikeluarkan sehari setelah peristiwa itu. Menurut catatan pemerintah Korea Selatan, sejak 1953, ketika Perang Korea berakhir, sudah 400 nelayan mereka yang pernah diculik ke Utara, beserta 30 kapal mereka. Kedua peristiwa beruntun membuktikan, kedua Korea itu masih harus menempuh jalan panjang untuk bersatu kembali meskipun telah tercatat sebuah peristiwa penting, yang hampir dianggap sebagai mukjizat, akhir bulan lalu, yakni keluarga dari Utara dan Selatan yang dipisahkan oleh Perang Korea dipertemukan kembali. Tenggelamnya kapal Korea Utara di perairan Korea Selatan bukan yang pertama. Dua tahun lalu, sebuah kapal inteligen Korea Utara juga dapat ditenggelamkan sebelum mencapai pantai Korea Selatan, dan dua awaknya yang bersenjata berat tertangkap. Sementara itu, pemerintah Korea Selatan tampaknya sudah mulai enggan melanjutkan pembicaraan dengan rekannya dari Utara. Rencana pembicaraan tingkat tinggi antara Wakil Presiden Korea Utara dan Perdana Menteri Korea Selatan, di tengah peringatan ulang tahun PBB ke-40, seperti dikemukakan Kim Yong Nam, Wakil Perdana Menteri Korea Utara, melalui koran Jepang Yomiuri Shimbun, ternyata mendapat sambutan dingin dari Selatan. "Saya tidak punya rencana untuk berbicara dengan Wakil Presiden Korea Utara, meskipun ada kesempatan di tengah jamuan makan atau resepsi," ujar Lho Shin Yong, Perdana Menteri Korea Selatan. Praginanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini