Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Maut dalam Laci Rahasia

29 April 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Missim Andabo menyanyikan kidung kematian dengan suara gemetar. Lalu, Andabo, rabi tua dari Damaskus itu, menggumamkan doa dalam bahasa Ibrani: Sh'ma Yisrael.... Dengarlah O, Israel…. Seakan mengguncang dunia, doa itu memaksa seorang kardinal bergegas membangunkan Paus di Vatikan di suatu tengah malam. Dan Perdana Menteri Prancis Georges Pompidou menyelonong ke kamar tidur Presiden Prancis Charles de Gaulle untuk menggugah atasannya yang masih lelap itu.

Kedua pemimpin dunia itu dimintai tolong oleh Israel untuk menelepon Presiden Suriah Al-Havez agar memberikan pengampunan bagi Eli Cohen. Mata-mata paling masyhur dalam sejarah Mossad—badan intelijen Israel— itu baru saja terbuka kedoknya dan divonis mati. Namun, Havez menampik permintaan Vatikan dan Paris—walau sang mata-mata adalah sahabat karibnya selama bertahun-tahun.

Maka, para algojo pun menarik Eli Cohen keluar dari gerbang Penjara El-Maza di Damaskus, ibu kota Suriah. Di Lapangan Para Martir di tengah ibu kota, algojo Suriah menjerat leher Cohen di atas tiang gantungan. Pada pukul 03.35 pagi, 18 Mei 1965, ayah tiga anak itu kehilangan nyawa dalam usia 41 tahun. Istrinya, Nadia Cohen, para petinggi Mossad, serta seluruh Israel menyaksikan peristiwa itu melalui televisi.

Dennis Eisenberg menulis dalam bukunya, Mossad, betapa kematian Cohen mendatangkan dukacita bagi Israel. Para rabi mendoakan arwahnya di setiap sinagoga. Kaum wanita menaburkan abu perkabungan ke kepala mereka dan meratap. Nama Eli Cohen memang tak pernah terpatri secara resmi dalam penulisan sejarah kontemporer konflik Timur Tengah. Namun, dalam konflik Arab-Israel—khususnya dengan Suriah—putra pasangan imigran Yahudi di Mesir ini adalah legenda.

Elie Cohen alias Kamil Amin Taabes (nama samarannya selama di Suriah) dilatih Mossad sejak 1951. Badan intelijen Israel itu kemudian menanamnya di Mesir dan Suriah, dua musuh Israel paling besar di masa itu, pada awal 1960-an. Informasi yang disuplai Cohen ke Israel telah mengantarkan kemenangan Israel yang telak dalam Perang Enam Hari melawan negara-negara Arab pada 1967.

Perannya juga amat menentukan semua langkah Israel melawan Suriah. Ia berhasil menjadi sahabat terdekat lingkaran elite politik Partai Baath yang berkuasa, pihak militer, serta Presiden Al-Havez pribadi. Rakyat dan pemerintah Suriah mencalonkannya sebagia Menteri Pertahanan di bawah pemerintahan Havez. Namun, Eli menolak dengan halus.

Pertalian erat dengan lingkaran terpenting Damaskus membuatnya mudah saja bertandang ke wilayah-wilayah garis depan Suriah yang paling rahasia. Ia mendapatkan informasi detail mengenai tibanya 200 tank T54—yang dikirim Rusia untuk pertama kali ke Timur Tengah, meluncurkan kopi-kopi rencana yang didesain Rusia bagi Suriah untuk menguasai bagian utara Israel. Ia mengirim peta-peta instalasi persenjataan Suriah terpenting. Salah satu hasil kerjanya yang fenomenal adalah mendapatkan seluruh perincian proyek Suriah untuk mengeringkan air Danau Galilea—sumber utama persediaan air di seluruh wilayah Israel.

Danau Galilea memperoleh airnya dari Sungai Baniyas dan Hatzbani—dua anak Sungai Yordan di Dataran Tinggi Golan. Suriah berniat membelokkan aliran kedua sungai ini untuk menghukum Israel. Rencana yang didukung semua negara Arab—pada 1964—ini akhirnya gagal. Israel berhasil menghancurkan proyek ini setelah Cohen mengirimkan semua detail rencana itu kepada pemerintahnya. Misalnya diagram-diagram, tipe peralatan, peta saluran, serta posisi pompa-pompa air raksasa.

Selama di Suriah, masyarakat setempat cuma mengenal Eli Cohen sebagai Amin Taabes, pengusaha patriotis, anti-Yahudi, dan bersedia melakukan apa saja demi melibas musuh-musuh Suriah—hingga saat kematiannya. Dan pertikaian Suriah-Israel masih terus berlanjut setelah tiga setengah dasawarsa kematian Cohen. Kedua negara itu juga tak berhenti berperang di bidang intelijen ataupun kontraintelijen yang selalu mendahului perang terbuka. Dan itu bisa dilakukan dengan seribu satu cara. Eli Cohen, misalnya, selalu menyelundupkan informasi tingkat tinggi berupa mikrofilm dalam laci-laci rahasia di kaki mebel—Cohen berkedok sebagai pengusaha mebel yang sukses selama di Damaskus. Laci-laci rahasia itu pula yang telah mendatangkan maut bagi sang Mata-Mata, seraya meninggalkan trauma panjang pada hubungan Suriah-Israel. Hubungan kedua negara itu terus berduri sampai hari ini. Dan duri itu kian deras mengeluarkan darah tatkala bom-bom berjatuhan di Suriah dan Israel, sepanjang pekan silam.

Ignasius Haryanto (BBC, FAS)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus