Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PAGI di hari Idul Adha, Bashaar Jamil dan ibunya berjalan melewati jembatan Jamarat, Arab Saudi. Dia melihat ribuan orang masuk dan keluar terowongan yang menuju lokasi lontar jumrah itu. Menurut dia, dalam keterangannya kepada Guardian Witness, lalu lintas orang di area itu macet karena orang-orang berusaha keluar secepat mungkin. "Kami beruntung bisa keluar 20-30 menit sebelum peristiwa desak-desakan terjadi," kata pria asal London ini, Kamis pekan lalu.
Desak-desakan itu menjadi peristiwa maut, berlangsung tepatnya di titik pertemuan Jalan 204 dan 223. Jalan 204 merupakan salah satu jalan utama dari area perkemahan di Mina ke Jamarat. "Yang terjadi adalah jemaah dalam beberapa bus diizinkan turun di jalan menuju jembatan Jamarat pada waktu yang bukan dialokasikan untuk mereka," ujar koresponden Al Arabiya, seperti dilansir Kamis pekan lalu. Akibatnya, sekitar pukul 9 waktu setempat, rombongan itu bertemu dengan rombongan lain yang lebih dulu ada di sana. Area itu jadi kelebihan kapasitas. Desak-desakan antarjemaah pun tak terhindarkan.
Hingga Jumat pekan lalu, Direktorat Pertahanan Sipil Arab Saudi menyebutkan 719 anggota jemaah tewas dan 863 luka-luka. Jemaah haji asal Iran dilaporkan merupakan yang terbanyak menjadi korban tewas, hingga 131 orang, ditambah 150 terluka.
Segera setelah kejadian, pemerintah Arab Saudi menutup area Jamarat serta mengerahkan 4.000 petugas dan 220 ambulans untuk menangani korban. Mereka dievakuasi dengan helikopter ke Rumah Sakit Darurat Mina. Beredar video amatir di media sosial yang memperlihatkan tubuh para anggota jemaah dalam pakaian ihram tergeletak di jalan yang terpanggang sinar matahari. Arab News bahkan melaporkan jasad anggota jemaah bertumpuk di gerbang menuju Jamarat.
Abdullah Lofty, 44 tahun, anggota jemaah haji yang selamat, bercerita mengenai kekacauan yang dilihatnya. Menurut dia, ada anggota jemaah tersandung kursi roda anggota jemaah lain, lalu beberapa orang datang lagi menimpa anggota jemaah itu. "Orang harus memanjat orang lain hanya untuk bernapas," ujarnya, seperti dilaporkan The New York Times. Lofty menyesalkan pemerintah Saudi yang dianggapnya "tak punya persiapan" menghadapi peristiwa ini.
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi, Mansour al-Turki, mengatakan suhu udara yang mencapai 50 derajat Celsius memperburuk situasi saat kejadian. Putra mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohamed bin Nayef, yang mengetuai komite haji, memerintahkan penyelidikan terhadap tragedi ini. Hasil investigasi nantinya akan diserahkan kepada Raja Salman. Seperti dilaporkan kantor berita Saudi, Raja bakal "mengambil tindakan yang diperlukan". Selain menyatakan belasungkawa, hingga kini Raja Salman baru memerintahkan peninjauan ulang seluruh rencana dan pengaturan untuk memperbaiki manajemen haji.
Menurut ketua organisasi haji Iran, Said Ohadi, tragedi terjadi karena dua jalan di dekat tugu lempar jumrah ditutup tanpa sebab yang jelas. Akibatnya, hanya tersisa tiga jalan. Pemimpin tertinggi Iran, Ali Ayatullah Khameini, mengumumkan hari berkabung tiga hari dan mendesak pemerintah Saudi bertanggung jawab atas tragedi ini. Deputi Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian memprotes pemerintah Arab Saudi dengan memanggil pulang utusannya di Teheran. "Kinerja pemerintah Saudi tak memadai," katanya.
Mina adalah lokasi lontar jumrah atau batu kerikil ke tiga tugu. Prosesi ini melambangkan perlawanan terhadap setan, seperti dicontohkan Nabi Ibrahim. Kota yang berjarak lima kilometer dari Mekah ini menampung 160 ribu tenda tempat jemaah menginap. Desak-desakan maut terjadi di salah satu jalan antartenda itu. Kejadian ini tercatat sebagai yang terburuk dalam 25 tahun terakhir atau sejak tragedi pada Juli 1990, ketika 1.426 anggota jemaah tewas berimpitan di terowongan menuju Mekah. Pada 2006, setidaknya 346 anggota jemaah tewas saat berdesakan melontar jumrah. Sedangkan pada 2004, peristiwa berdesakan di Mina merenggut 244 jiwa dan membuat ratusan orang terluka.
Seolah-olah menepis kecaman, Menteri Kesehatan Arab Saudi Khaled al-Falih justru menyalahkan jemaah yang tak berdisiplin. "(Tragedi) ini mungkin disebabkan oleh pergerakan sejumlah anggota jemaah yang tak mengikuti arahan dan instruksi pihak berwenang," ucapnya, seperti dilansir The Guardian, Kamis pekan lalu. Saluran televisi Al Arabiya melaporkan Ketua Komite Pusat Haji Pangeran Khaled al-Faisal bahkan menyalahkan "beberapa anggota jemaah asal Afrika".
Bermacam dalih pernah dilontarkan pemerintah Arab Saudi pada peristiwa serupa sebelumnya. Akun Twitter blogger Eman al-Nafjan, yaitu @Saudiwoman, mengkompilasi alasan-alasan pemerintah Saudi saat terjadi tragedi serupa. Dalam insiden 2005, pemerintah mengatakan pemicunya adalah tas jatuh dari pintu masuk menuju jembatan. Mereka juga menyalahkan besarnya jumlah anggota jemaah yang ingin melontar jumrah pada siang hari dan terburu-buru dalam prosesnya.
Pada 2004, pemerintah Saudi juga menolak disalahkan. "Semua tindakan untuk mencegah insiden seperti itu sudah dilakukan, tapi ini kehendak Allah. Pencegahan tidak lebih kuat dari takdir." Setahun sebelumnya, saat 14 korban jatuh, pemerintah Saudi mengatakan kejadian itu murni kecelakaan dan bukan akibat kegagalan manajemen keamanan. "Itu akibat jemaah tidak mengikuti aturan secara ketat."
Begitu pula pada 2001, saat 35 orang jadi korban. Menurut mereka, jemaah berdesakan hingga tersandung dan jatuh, terutama anggota jemaah sepuh, yang akhirnya mati lemas atau terinjak. Pada 1990, saat jatuh korban dengan jumlah terbesar, Raja Fahd mengatakan tragedi terjadi karena anggota jemaah berjejalan di terowongan hingga melebihi kapasitas. "Jika jemaah mengikuti instruksi, kecelakaan bisa dihindari," ujarnya.
Keamanan prosesi haji memang merupakan isu sensitif bagi Arab Saudi selama ini. Apalagi tragedi Mina kali ini hanya berselang 13 hari dari ambruknya crane di Masjidil Haram, yang menewaskan 109 anggota jemaah. Laporan ABC menyebutkan, dalam menyambut 2 juta anggota jemaah haji tahun ini, pemerintah menyediakan 100 ribu personel keamanan untuk pengawasan. Di Mina, pemerintah Saudi dilaporkan mengambil langkah khusus demi meringankan tekanan akibat anggota jemaah yang berkumpul untuk lontar jumrah. Belum lagi penggunaan kamera pengintai dan peralatan lain untuk mengurangi penumpukan anggota jemaah. Jembatan Jamarat sendiri dibangun dengan banyak pintu keluar agar arus jemaah lancar.
Selama beberapa tahun terakhir, pemerintah Saudi menghabiskan miliaran dolar untuk meningkatkan dan memperluas infrastruktur haji serta belanja teknologi buat mengontrol kepadatan jemaah. Untuk meningkatkan keamanan lontar jumrah, pemerintah memperbesar tiga tugu lemparan jumrah. Di sekitarnya juga dibangun jembatan lima tingkat berbiaya US$ 1,2 miliar agar semakin banyak pintu masuk dan keluar bagi jemaah saat prosesi berlangsung.
Meski begitu, bukan tak ada kritik. Bashaar Jamil mempersoalkan sistem keamanan. Menurut dia, tak masuk akal ada kerumunan besar masuk dan keluar tanpa sistem kontrol lalu lintas. "Pemerintah Saudi mungkin menghabiskan banyak untuk perluasan, tapi jelas tidak untuk keamanan." Dia mengeluhkan tak adanya toilet untuk para difabel, akses buat orang tua, dan pintu keluar darurat untuk anggota jemaah yang lemah.
Ali Akhmed, direktur lembaga analisis Institute for Gulf Affairs, sependapat dengan Jamil. Akhmed menganggap pemerintah Saudi bertanggung jawab atas kesalahan manajemen haji. Menurut dia, seperti dilansir Al Jazeera, tragedi terjadi karena pemerintah menempatkan petugas yang tak ahli mengatur kerumunan jemaah. "Pemerintah Saudi gagal mengatur haji dan butuh bantuan dari seluruh dunia," ujarnya.
Atmi Pertiwi (The Guardian, The New York Times, Reuters, ABC, Al Jazeera, Al Arabiya, CNN)
Perjalanan Suci
BAGI kebanyakan muslim, haji merupakan puncak pengalaman spiritual mereka. Perjalanan suci selama enam hari ini dimulai dari Mekah ke Mina. Tahun ini hampir 2 juta orang yang melaksanakannya, tak patah semangat oleh adanya kecelakaan akibat ambruknya crane di Masjidil Haram yang menewaskan 109 orang dan melukai 400 orang sebelum prosesi resmi dimulai.
Perjalanan Haji
Menyembelih hewan untuk memberikan daging kepada orang miskin
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo