Gorby-Yeltsin tiba-tiba bersatu mencairkan pemogokan. Ekonomi Uni Soviet semakin parah. Program antikrisis untuk mengatrol ekonomi. PEKAN lalu, Izvestia, koran di Uni Soviet, menurunkan berita mengibakan: "Sejumlah siswa sekolah di Kota Nizhni Tagil, wilayah Ural, Uni Soviet, pingsan gara-gara perut kosong. Orangtua mereka tak lagi mampu membayar uang makan siang di sekolah. Khususnya setelah pemerintah Kremlin menaikkan harga barang eceran 70%, awal April lalu". Daya beli rakyat Soviet, menurut Goskomstat, lembaga statistik pemerintah Soviet, memang anjlok dalam. Badan itu mencatat, triwulan pertama 1991 ini, GNP turun 8%, produktivitas merosot 9%, dan ekspor jatuh sampai sepertiga dibandingkan tahun sebelumnya. Laju inflasi, konon, meroket sampai 150%. Kondisi payah ini diperburuk oleh aksi mogok buruh tambang batu bara, yang sudah berlangsung 9 minggu. Keadaan ekonomi tradisional tambah amburadul, gara-gara gerakan sejumlah republik yang minta cerai dari Moskow. Maka, "program antikrisis" pun dibawa PM Valentin Pavlov ke parlemen, Senin pekan lalu. Kata orang nomor satu Kremlin Mikhail Gorbachev -- yang dikecam baik oleh kelompok konservatif maupun kubu reformis radikal atas kondisi buruk ekonomi Soviet -- program ini merupakan "upaya pamungkas menyelamatkan ekonomi". Inti "program antikrisis" yakni swastanisasi dua pertiga perusahaan kecil dan menengah sampai akhir tahun ini -- kelompok radikal menuntut swastanisasi total -- pembebasan harga (sesuai prinsip ekonomi pasar) pada 1992, dan larangan aksi mogok bermotif politik. Larangan mogok merupakan kunci program itu. Aksi mogok para buruh tambang batu bara (sepertiga dari 600 tambang batu bara di Soviet) praktis melumpuhkan industri utama seperti baja dan bahan kimia. Dikatakan, pemogokan itu telah menyebabkan kerugian sampai 4 milyar rubel (sekitar US$ 6,7 milyar, menurut kurs resmi Moskow). Dan jika itu dibiarkan sampai akhir tahun, kerugian bisa mencapai 100 milyar rubel. Dikhawatirkan, aksi itu bakal menjalar ke sektor penting lain, misalnya ladang minyak. Para buruh menuntut kenaikan upah, pengalihan kontrol perusahaan dari tangan pusat ke pemerintah republik, dan pengunduran diri Gorbachev, yang dituding tak becus mengurus negara dan hanya mengobral janji. Untuk menggelindingkan program antikrisisnya, Pavlov merencanakan berlakunya "rezim khusus" di sejumlah wilayah. Ia berjanji tak bakal memakai tangan tentara untuk memaksa orang kembali bekerja. Namun, banyak pihak meramalkan, militer bakal diminta meredam pemogokan atau menciduk pemimpin aksi. Parlemen secara aklamasi menyetujui program antikrisis itu. Yang mengejutkan, program ini didukung oleh Boris Yeltsin, Presiden Republik Rusia, yang belakangan ini "berseteru" dengan Gorbachev. Yeltsin mendukung berlakunya "rezim khusus" di sektor-sektor ekonomi penting. Yang lebih mengejutkan, Rabu pekan lalu, Yeltsin bergandeng tangan dengan Gorby, menyerukan agar aksi mogok diakhiri. Pernyataan bersama ini juga ditandatangani oleh delapan pemimpin republik lainnya. Enam republik, termasuk tiga wilayah Baltik yang ingin memisahkan diri, tak ikut menekennya. Langkah Yeltsin ini membuat bingung para buruh yang mogok dan sejumlah pendukungnya. Pagi-pagi, sejumlah tokoh Demokrasi Rusia, kelompok yang mengorbitkan kekuasaan Yeltsin, menuding "sang mentor" sudah terlalu banyak tunduk pada Gorbachev. "Seharusnya Boris Nikolayevich (Yeltsin) tak menandatangani dokumen semacam itu," ujar Nikolai Sukhanov, Wakil Ketua Demokrasi Rusia. Mereka keberatan atas pasal larangan aksi mogok selama satu tahun itu. "Jika ternyata Yeltsin menyerah pada Gorbachev, tak ada kata lain kecuali ia sudah membohongi kami," kata panitia pemogokan itu. Yeltsin sendiri, Senin pekan ini, terbang ke Siberia, bertemu dengan para buruh di tambang-tambang batu bara di Kuzbass, untuk memberikan penjelasan. Diduga, dukungannya pada program antikrisis membuahkan sejumlah konsesi dari Gorbachev. Antara lain, pemberian peran lebih besar pada republik-republik penandatangan dokumen (dengan menyusun konstitusi nasional baru dalam tempo enam bulan), janji revisi atas program pajak dan harga barang yang tak populer, dan kemungkinan adanya pemerintahan koalisi. Bahkan, usul memasukkan kekuatan rival dalam pemerintah Kremlin sudah diajukan PM Pavlov dalam sidang Komite Sentral Partai, Rabu pekan lalu. Dalam sidang ini, pengunduran diri Gorbachev dari kursi Sekjen Partai ditolak. Oleh-oleh yang menggembirakan para buruh tambang yakni soal pengalihan kontrol tambang dari pemerintah pusat ke tangan republik. Selain itu, karisma pribadi Yeltsin pada buruh tambang diduga bakal mampu lebih cepat mencairkan aksi mogok. Tanda-tanda seperti itu sudah tampak. Para pekerja di lima tambang di Mezdurechnecsk, di selatan Kuzbass, sudah kembali bekerja. Juga di Vorkuta. Tapi memang masih banyak yang tetap mogok. "Kami harap penjelasan itu bukan hanya janji kosong," ujar seorang buruh yang masih mogok. Bersatunya Yeltsin dengan Gorby oleh sejumlah pengamat dianggap sebagai angin segar bagi prospek Uni Soviet. Juga dinilai sebagai kembalinya Gorby menoleh ke kelompok reformis, setelah beberapa saat cenderung merangkul kubu konservatif garis keras. Gorby sendiri menampik anggapan adanya persaingan dengan tokoh reformis radikal Yeltsin. Bila koalisi Gorby-Yeltsin mulus, diduga keduanya bisa mengantar Soviet melewati lubang jarum. Farida Sendjaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini