PERAMPOKAN bersenjata di Lahad Datu, Sabah, akhir September, ternyata berbuntut panjang. Sebelumnya para perampok disebut-sebut sebagai tentara Filipina, tetapi Selasa pekan lalu sebuah laporan militer yang di keluarkan di Kota Zamboanga, Filipina Selatan, malah menuduh Malaysia telah melakukan pelanggaran tapal batas. Menurut Kepala Polisi Wilayah Kepulauan Tawi-Tawi Letkol Gene Tulawei, empat kapal bersenjata yang dibantu helikopter telah menyerbu Pulau Maranas, milik Filipina, yang terletak 160 km sebelah timur Sabah. Serangan itu, menurut Tulawei, telah "mengakibatkan jatuhnya 53 korban penduduk sipil". Bahkan sebagian masih disandera oleh tentara Malaysia. Brigjen Arturo Ascuncion, komandan Brigade Marinir yang berpangkalan di Zamboanga, menyebut bahwa serangan tersebut sebagai balasan atas serbuan lanun Filipina ke Lahad Datu. Tapi sebegitu jauh belum ada konfirmasi resmi dari Manila. Juru bicara Kemlu Filipina hanya mengatakan, Angkatan Bersenjata Filipina masih terus mengadakan penyidikan. Ia menduga ada "kekuatan asing yang sengaja menciptakan pertikaian antara Filipina dan Malaysia". Dan dari Kuala Lumpur pun terucap pernyataan senada. Siapakah? Semula para pengamat menyangka, "kambing hitam"-nya adalah Vietnam. Apalagi ketika juru bicara Kemlu Filipina mengingatkan adanya beberapa upaya menjatuhkan pamor negaranya menjelang perdebatan masalah Kamboja di PBB. Tapi surat kabar pro-pemerintah The Metro Manila Times terbitan Senin lalu, yang mengutip sumber-sumber "pejabat tinggi Filipina", mengatakan bahwa serangan ke Pulau Maranas dilakukan oleh "sejumlah tentara bayaran Malaysia yang diorganisasi Dinas Inteligen Amerika (CIA)". Baik Kementerian Pertahanan maupun Kepolisian Malaysia tentu saja menampik bahwa mereka melanggar wilayah Filipina. Menurut Kepala Kepolisian Malaysia Datuk Kudus Alias, operasi pengejaran perompak hanya dijalankan sampai sekitar Pulau Mata Kuching, yang masih termasuk dalam wilayah perairan Malaysia. Soal pelaku perampokan di Lahad Datu tak diungkapkan Datuk Kudus. Tapi sebuah sumber berpendapat, para pelakunya adalah tentara Filipina. Selain tampak "terlatih", mereka kelihatan seperti balas dendam: memberondongkan peluru ke arah penduduk. Menurut polisi Negara Bagian Sabah, "Gerilyawan Moro tidak akan tega mengganas di daerah Sabah." Mengapa? Sudah sejak 1970-an, Sabah dijadikan tempat pelarian bagi kaum separatis Moro, yang tergabung dalam MNLF (Moro National Liberation Front). Bahkan sampai 1976, di kamp pengungsi di Sabah, masih berkeliaran orang Moro yang menyandang senjata. Beberapa pulau di pantai Sabah sempat dijadikan pusat latihan kemiliteran Moro. Kesempatan ini terbuka lebar tatkala Tun Datu Musthapa dari USNO (United Sabah National Organization) berkuasa. Sewaktu Datuk Harris Salleh mengambil alih kekuasaan, keleluasaan orang Moro di Sabah terasa berkurang. Pemerintah Malaysia sendiri sudah tidak terang-terangan memperlihatkan dukungannya terhadap perjuangan mereka - demi menjaga hubungan baik dengan Filipina, yang telah mencabut klaimnya atas wilayah Sabah. TAPI, yang pasti, siapa pun pelakunya, penduduk Lahad Datu, kota asal Tun Datu Musthapa, menyayangkan tindakan aparat keamanan setempat. Selain menganggap mereka lambat bertindak, para penduduk mempertanyakan mengapa tongkang-tongkang para perompak begitu mudah merapat di dermaga Lahad Datu. Padahal, perairan di sekitarnya tidak pernah luput dari pengawasan kapal-kapal patroli polisi. Sementara itu, Panglima Komando Selatan Filipina Mayjen Delfin Castro, pekan lalu, melaporkan pasukannya berhasil membekuk tiga orang tersangka perampokan. Ia tidak merinci identitas para tersangka. Namun, salah seorang di antaranya adalah wanita. Menurut sumber-sumber militer lainnya, peristiwa perompakan tersebut didalangi oleh seseorang yang di kenal sebagai Salip Jafar. Mereka menggunakan sebuah desa pesisir dekat Zamboanga sebagai batu loncatan. Karena itu, Penjabat Panglima Angkatan Bersenjata Filipina Letjen Fidel Ramos lantas mengadakan pembicaraan tertutup dengan Panglima Komando Selatan. Pihak keamanan Malaysia sendiri masih enggan menyebut hasil operasi penangkapan mereka. Hanya saja, Wakil Perdana Menteri Radzi Sheikh Ahmad sudah menyiapkan ketentuan Akta Keamanan Dalam Negeri. Dengan akta tersebut mereka dapat diganjar hukuman mati. Tapi Malaysia dan Filipina memang sudah bertekad untuk memberantas perompak yang lalu lalang di wilayah perairan mereka. Salah satu usul yang disarankan adalah dengan mengadakan patroli bersama. Namun, menurut sebuah sumber, Malaysia agak berkeberatan, kalau-kalau kesempatan itu di gunakan oleh tentara Filipina untuk mengejar pelarian Moro. James R. Lapian Laporan Ekram H. Attamimi (Kuala Lumpur)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini