Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Satu per satu alat pendengar lepas dari kuping lima pria berjanggut yang berbalut pakaian gamis serba putih itu. Suara penerjemah bahasa Arab yang lincah berkicau di ujung alat pengeras suara mereka abaikan. Tiga orang dari mereka kemudian membisu, sedangkan dua lainnya sibuk berdoa.
Dalam sidang dakwaan di Penjara Guantanamo, Kuba, Sabtu dua pekan lalu, lima terdakwa yang dituduh jaksa sebagai otak serangan teror 11 September 2001 itu mogok bicara. Berondongan pertanyaan hakim Kolonel Angkatan Darat James Pohl yang memimpin persidangan maraton selama 13 jam mereka anggap angin lalu. "Mengapa kalian begitu keras kepala?" kata Pohl dengan nada frustrasi melihat tingkah para terdakwa.
Lima lelaki itu adalah tahanan Guantanamo, Khalid Syekh Mohammed, pria kelahiran Kuwait yang dituduh sebagai dalang peristiwa 11 September; Walid Muhammad Salih Mubarak bin Attash, pemimpin kamp pelatihan di Afganistan; Ramzi Binalshibh, penghubung Al-Qaidah dengan jaringan internasionalnya; Ali Abdul Aziz Ali, pemegang dana operasi 11 September; dan Mustafa Ahmed Adam al-Hawsawi dari bagian pencairan dana. Kelompok ini menghadapi dakwaan berlapis: terorisme, pembajakan pesawat, konspirasi, menyerang warga sipil, serta 2.796 dakwaan pembunuhan dan pemusnahan properti yang melanggar undang-undang perang. Ancamannya hukuman mati.
Diskusi panas berlangsung di City University, New York, Amerika Serikat, 11 Januari lalu, seiring dengan perayaan 10 tahun berdirinya penjara resmi paling tertutup di dunia di Teluk Guantanamo itu. Janji Presiden Barack Obama menutup penjara buatan intelijen Amerika, CIA, itu menjadi bahasan utama.
Peserta diskusi adalah para aktivis Guantanamo, terdiri atas pengacara, jurnalis, dan pegiat hak asasi manusia. Pada akhir sesi, Ramzi Kaseem, profesor di bidang hukum, menutup perdebatan yang membuat semua peserta diskusi mengangguk setuju. "Hal terpenting bukan janji Obama, tapi bagaimana kita menghentikan apa yang telah dialami 779 lelaki yang kini masih berada di sana," katanya.
Andy Worthington, jurnalis investigasi asal Inggris sekaligus ketua komite Close Guantanamo, menimpali. Satu-satunya cara mengetahui apa yang terjadi di balik benteng adalah dengan pergi ke dalamnya. Maklum, jurnalis, investigasi pula, ia lantas memberikan pelatihan kepada para pengacara yang sudah memiliki izin masuk ke Guantanamo tentang cara menembus pengamanan superketat tanpa diketahui serdadu penjaga. "Seperti strategi perang gerilya," ujar penulis buku The Guantanamo Files, isinya bercerita tentang pengalaman para tahanan disiksa di sana.
Berbagai kesaksian tentang penyiksaan terhadap para tahanan yang sudah dibebaskan dari sel sebenarnya telah lama dikantongi Worthington, yakni sejak 2008. Namun itu dirasa tak akan cukup untuk membongkar kotak pandora penjara Guantanamo. "Satu-satunya cara yang bakal lebih menohok mata dunia adalah lewat kesaksian di persidangan," ujar Worthington.
Sejak pertemuan itu, para pengacara yang memiliki kesempatan melawat ke dalam penjara selalu dipersiapkan secara matang sebelum bertemu dengan klien. Salah satunya berlatih menyelundupkan surat kesaksian yang ditulis tangan dari para pesakitan ke dunia bebas. Pengacara juga dilatih mempersiapkan draf yang berisi pernyataan terjadinya penyiksaan di Guantanamo, dan si tersangka tinggal menandatangani pernyataan bikinan pengacara itu.
Peluang besar yang dinanti-nanti muncul empat bulan setelah pertemuan para aktivis di New York, awal tahun lalu. Ketika itu tiba giliran pengacara David Nevin berbicara mewakili kliennya, Khalid Syekh Mohammed, di dalam persidangan yang pertama kali digelar untuk tahanan Guantanamo Sabtu dua pekan lalu. "Yang Mulia, semua mata dunia menyoroti dengan saksama tahun ini," katanya. "Maka izinkan saya bercerita mengapa mereka tidak mau memakai alat pendengar."
Lalu Nevin mendekat ke arah Khalid. Ia lantas menunjuk kupingnya seraya berkata kepada hakim bahwa Khalid ketakutan mendengar suara yang keras. Sebab, dalam tiga tahun belakangan ia dipaksa penjaga bui Guantanamo mendengarkan lagu-lagu beritme cepat dengan suara keras. "Itu satu bukti trauma hasil penyiksaan," kata Nevin.
Namun juru bicara Departemen Kehakiman Amerika, Dean Boyd, membantah. Mereka bilang tudingan para pengacara tidak masuk akal. Di Guantanamo, setiap tahun pengacara dan jurnalis selalu diajak tur keliling penjara dan diperlihatkan model-model pembinaan terhadap para narapidana. "Segala yang dilakukan dalam kerangka pembinaan agar para teroris tidak kembali ke ideologi yang sebelumnya," kata Boyd.
Sandy Indra Pratama (The New Yorker, National Review, closeguantanamo.org)
Satu Dekade Guantanamo
2001
13 November George Bush, Presiden AS, memerintahkan perang melawan terorisme.
2002
11 Januari Sebanyak 20 tahanan tiba pertama kali di Guantanamo.
Mei Penghuni Guantanamo mencapai 680 orang.
2003
3 Desember David Hicks menjadi tahanan Guantanamo pertama yang diberi pengacara.
2004
12 Januari Lima pengacara militer diberi tugas membela tahanan di pengadilan militer.
27 Oktober Empat tahanan Inggris menggugat Amerika Serikat atas salah tangkap, pelanggaran hak asasi, dan penyiksaan yang mereka alami.
2005
10 November Senat AS menyetujui amendemen yang terus menahan hak bagi tahanan untuk mengajukan petisi habeas corpus—mengembalikan ke negara asal.
2006
15 Februari Laporan PBB merekomendasikan penutupan Guantanamo.
17 Oktober Presiden Bush menandatangani Undang-Undang Komisi Militer. Semua tahanan Guantanamo akan diatur hukum yang hanya berlaku di Guantanamo.
2009
22 Januari Pemerintah mengakui terjadinya penyiksaan.
2010
Juli Sistem peradilan militer mulai diterapkan.
2011
4 April Jaksa Agung Eric Holder H. mengumumkan Khalid Syekh Mohammed dan empat rekannya bakal diadili di komisi militer.
Dua Muka Pengacara
Roman David Nevin ditekuk. Dahinya berkerut, mulutnya cemberut. Pembela perkara Khalid Syekh Mohammed—terdakwa yang dituduh sebagai otak teror ke gedung kembar World Trade Center pada 11 September 2001—tak berhenti menggerutu saat diwawancarai stasiun televisi Al Jazeera.
Nevin kecewa betul. Ia dilarang otoritas militer Amerika bertemu dengan kliennya, Khalid, seusai sidang. Jangankan berdiskusi, bertatap muka pun ia tak bisa.
"Kami tak hanya melawan ketidakadilan, tapi juga melawan rezim," kata lelaki yang meraih penghargaan Pengacara Super versi majalah Lawdragon America, setelah 13 jam bersidang, Sabtu dua pekan lalu, di pengadilan militer Guantanamo, Kuba, itu.
Nevin adalah satu dari sekurangnya 600 pengacara Amerika Serikat yang dianggap nyeleneh. Alih-alih mendendam pada teroris, pengacara dari kantor pengacara ternama di dunia kriminal Nevin, Benjamin and McKay, itu memilih menjadi pembela otak serangan 11 September, Khalid Syekh Mohammed.
"Saya tertarik pada ketidakadilannya, dan apa yang saya lakukan adalah sebuah pembelaan gratis untuk para tahanan di Guantanamo demi tegaknya hak asasi," ujar lulusan cum laude dari Fakultas Hukum Universitas Idaho itu.
Para pembela tahanan Guantanamo bukan pengacara ecek-ecek. Dari daftar yang dikeluarkan situs aktivis penentang keberadaan penjara Guantanamo, mereka datang dari berbagai kantor hukum ternama dengan cabang kantor yang bahkan tersebar di seluruh dunia. Shearman & Sterling salah satu contohnya. Perusahaan yang berdiri di New York pada 1873 itu dikenal memiliki klien perusahaan tingkat dunia, seperti ADNOC, ConocoPhillips, Porsche, hingga pemerintah Qatar. "Derma mereka demi hukum dan keadilan bagi hak tahanan perlu dihargai," kata Mark P. Denbeaux, profesor hukum dari Universitas Idaho.
Namun rupanya apa yang dilakukan Nevin tidak menarik simpati rakyat Amerika kebanyakan. Ia dan para pengacara lain yang membela para tahanan Guantanamo banyak dikecam. Cibiran paling terasa justru datang dari kolega mereka.
Andrew McCarthy salah satu contoh pengecam yang paling lantang. Ia pensiunan jaksa yang pernah terjun dalam persidangan teroris di era pemerintahan Presiden George W. Bush. Kolumnis majalah National Review itu menjuluki para pengacara pembela teroris sebagai pencari untung. Dalam beberapa artikelnya di banyak media terbitan khusus para pengacara, McCarthy ragu akan ketulusan motivasi para pembela tahanan Guantanamo.
Para pendukung "War on Terror"—kebijakan pemerintah George W. Bush untuk menumpas kelompok teroris di seluruh dunia— menuding lain. Mereka menilai firma-firma hukum besar telah "menggunakan" pengacara dan aktivis hak asasi manusia untuk kepentingan bisnis. Upaya pro bono bagi para tahanan Guantanamo hanya dijadikan iklan gratis untuk terus menggelembungkan nama firmanya.
Sandy Indra Pratama (Al Jazeera, New York Times, National Review)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo