Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Antara ada dan tiada

Konvensi wartawan dan penulis pertanian asia (aajwa) diselenggarakan di jakarta. dibentuk th 1974, untuk pertukaran informasi dan menyampaikan berita dan analisa mengenai masalah pertanian.(md)

13 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA wartawan Indonesia terdiam ketika Bill Kerr, wartawan majalah Canegrower (Australia) bertanya, apakah di sini ada perhimpunan wartawan pertanian. Mereka tidak menduga pertanyaan itu bakal muncul dalam diskusi yang diselenggarakan dalam rangka Konvensi Persatuan Wartawan dan Penulis Pertanian Asia (AAJWA) VI di hotel Sahid Jaya, Jakarta, akhir bulan lalu. Segera D.H. Assegaff tampil. "Perhimpunan seperti itu sudah ada sejak 10 tahun lalu," kata Assegaff, Sekretaris Jenderal PWI Pusat itu sambil menunjuk F. Harsono -- wartawan KNI, yang duduk di sebelah kirinya -- sebagai ketuanya. Dalam konvensi-konvensi sebelumnya, Harsono yang biasa meliput berita di Departemen Pertanian itu mewakili Indonesia. Tapi pernyataan juru bicara delegasi tuan rumah itu membuat para wartawan Indonesia yang hadir saling berbisik: mana ada?. Mereka juga baru tahu, hari itu, bahwa Harmoko -- bekas Ketua PWI Pusat yang kini menjadi Menteri Penerangan -- diangkat sebagai presiden AAJWA dalam konvensi V tahun lalu di Pakistan. AAJWA (Asian Agriculturai Journalists and Writers Association) sendiri dibentuk pada 1974 di Jepang oleh para wartawan dan penulis dari negeri-negeri Asia yang mengkhususkan diri menulis masalah-masalah pertanian. Tujuannya, antara lain, menyelenggarakan pertukaran informasi dan meningkatkan kemampuan anggotanya dalam menyampaikan berita dan analisa mengenai masalah pertanian. Dalam konvensi selama 8 hari di Jakarta itu, acaranya padat berisi serangkaian ceramah dari para pejabat yang berkaitan dengan pertanian, kehutanan, dan lingkungan. Para peserta juga meninjau beberapa proyek pertanian di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Meskipun jumlah anggota delegasi Indonesia merupakan yang terbesar (28 dari 40 peserta), peranan mereka hampir tidak ada. Memang, berbeda dari wartawan (dan penulis) pertanian di Jepang, misalnya, yang lebih banyak menulis artikel dan analisa, para "wartawan pertanian" di sini terbatas hanya menulis berita-berita pertanian. Mereka itu para wartawan yang mangkal di Departemen Pertanian. Memang para wartawan yang "ngepos" di Departemen Pertanian itulah yang 10 tahun lalu berkumpul dalam sebuah himpunan. "Ketika itu sifatnya tidak terlalu resmi. Dan sayangnya sejak itu tidak lagi terdengar kegiatannya," kata Sumarkotjo Sudiro dari Kompas. "Kalau perhimpunan seperti itu ada, pengurusnya harus jelas. Dan kegiatannya pun hendaknya terarah," ujar Dedi Riskomar, insinyur pertanian yang menjadi wartawan Pikiran Rakyat, Bandung. Keinginan menghidupkan kembali perhimpunan wartawan pertanian itu akhirnya muncul dalam sebuah pertemuan di Cepu, Jawa Tengah, ketika para peserta konvensi meninjau sebuah proyek pertanian di sana. Mula-mula Tribuana Said, pengurus PWI Pusat, tidak menyetujuinya -- sebab dalam PWI sudah ada unit pertanian. "Hal itu akan menimbulkan organisasi dalam organisasi," katanya. Ketika para wartawan mempersoalkan adanya SIWO (Seksi Wartawan Olah Raga), Tribuana yang pernah menjadi pengasuh Merdeka itu, menjelaskan: SIWO baru diizinkan berdiri setelah dibicarakan dalam beberapa kali kongres PWI. Maka disepakatilah agar Tribuana menampung masalah tersebut untuk dibicarakan dalam kongres PWI November mendatang. Di negeri lain, soal "organisasi dalam organisasi" rupanya tidak menjadi soal benar. Di Australia, misalnya, ada beberapa organisasi wartawan pertanian seperti, Australian Agricultural Journalists Association dan Agricultural Journalists and Broadcasters Association. Dan semuanya bergabung dalam Australian Council of Journalists -- PWI-nya Australia. Menurut William Ritchie, salah seorang wartawan pertanian Australia yang banyak menulis mengenai penggunaan tenaga mesin untuk pengembangan pertanian, rekan-rekannya banyak menulis artikel panjang mengenai pertanian. "Biasanya setelah mereka meninjau wilayah pertanian tertentu," kata Ritchie, yang juga pernah menulis untuk harian Sidney Morning Herald itu. Beberapa koran Australia memang menyediakan ruangan khusus untuk tulisan-tulisan mengenai pertanian.Bahkan ada sebuah mingguan yang khusus menyiarkan berbagai masalah pertanian seperti Stock and Land. Keadaan seperti itu juga terdapat di Korea Selatan dan Jepang, dua negara maju di Asia yang sangat memperhatikan perkembangan pertanian. Di Jepang juga ada perhimpunan wartawan pertanian, yaitu Japanese Agricultural Journalists Association (JAJA), yang seperti halnya organisasi sejenis di Australia, juga bernaung di bawah PWI-nya Jepang. Menurut Hideo Ishikawa, salah seorang pengurus JAJA, mereka menulis artikel-artikel untuk kepentingan petani. "Jadi bukan sekadar. membuat berita atau membawa rilis ke kantor saja," katanya. Jadi siapa yangpantas disebut wartawan pertanian di Indonesia? Di Jepang, seorang penulis pertanian biasanya seorang freelance, yang mengirimkan tulisannya kepada berbagai media. Sedan wartawan pertanian terikat pada satu surat kabar atau penerbitan. Tapi, menurut Ishikawa, banyak wartawan yang merangkap sebagai penulis pertanian. Dan yang merangkap itu membebani dirinya dengan tugas tambahan: tidak hanya mengetengahkan fakta melulu. Tapi disertai analisa dan ulasan. Misalnya, 10 tahun lalu, begitu dicontohkan Ishikawa, terjadi kemandekan produksi pertanian di Jepang. Para wartawan pertanian meneliti sebab-musababnya. "Ternyata penyebabnya adalah penggunaan pupuk kimia yang berlebihan," katanya. Maka para wartawan pun menulis artikel mengenai berbagai aspek -- termasuk mengemukakan beberapa kemungkinan jalan keluar. "Ketika itu saya menganjurkan penggunaan pupuk hijau untuk mengimbangi pupuk kimia yang ternyata menyebabkan tanah menjadi kering," katanya lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus