Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Mengalah demi Melangkah Maju

Hamas dan Fatah sepakat bersatu agar tekanan luar negeri berkurang. Uni Eropa berharap hal ini berujung pada pengakuan terhadap Israel.

18 September 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Abu Uday, seorang penjahit di Gaza City, girang bukan main. Begitu mendengar Perdana Menteri Palestina Ismail Haniya membubarkan kabinetnya pekan lalu, ia mencium poster Haniya bertubi-tubi. ”Akhirnya pemimpin kami bersatu,” Uday berseru.

Haniya, yang berasal dari Harakah al-Muqawamah al-Islamiyah (Hamas), dan Presiden Mahmud Abbas (dari Fatah) bertemu di Gaza City, awal pekan lalu. Mereka sepakat membentuk pemerintahan bersatu untuk mengakhiri sanksi ekonomi yang dijatuhkan Barat setelah Hamas menang pemilu, Januari lalu. Kesepakatan Haniya-Abbas itu berarti satu hal bagi Uday: ayahnya yang pegawai negeri bakal kembali menerima gaji.

Ya, sanksi ekonomi berupa pembekuan dana bantuan untuk Otoritas Palestina itu telah menyebabkan pemerintahan Hamas bangkrut. Gaji para pegawai sudah beberapa bulan tak terbayar. Kehidupan rakyat pun bertambah sulit.

Haniya tampaknya memilih mundur setapak demi negerinya. ”Kesepakatan ini sebuah kenyataan dan sejujurnya untuk kekuatan persatuan nasional, melindungi prinsip serta hak orang Palestina,” ucap Haniya.

Agar pemerintahan koalisi terbentuk, pertama-tama ia membubarkan kabinet. Berikutnya, Haniya akan mengajukan pengunduran diri kepada Presiden Palestina. Namun, Abbas mengisyaratkan Haniya bakal tetap menjabat perdana menteri dalam pemerintahan baru yang akan dibentuk pekan depan. ”Perdana menteri ditunjuk berdasarkan keinginan mayoritas parlemen. Bukan rahasia, Haniya sebagai kandidat paling kuat,” ujar Abbas.

Berdasarkan survei yang dikumpulkan Opinion Polls and Survey Studies Center Al-Najah University di Tepi Barat, 85 persen mendukung pemerintahan bersatu. Hanya 12 persen lebih yang menolak dengan alasan Israel harus digempur sampai hengkang dari tanah Arab yang diambilnya pada 1967.

Dengan kesepakatan baru itu, Fatah, yang sebelumnya menolak masuk kabinet Hamas, diperkirakan akan mengisi posisi di empat atau lima kementerian. Sedangkan Hamas memperoleh tujuh atau delapan kursi menteri. Tiga menteri lain akan diisi dari partai kecil atau wakil independen.

Uni Eropa menyambut gembira bersatunya kedua kubu yang menguasai 74 kursi di parlemen itu. ”Itu langkah positif,” ujar Menteri Luar Negeri Spanyol, Miguel Moratinos. Dalam pertemuan Jumat pekan lalu di Brussels, Belgia, diambil kesepakatan untuk mengucurkan kembali bantuan ke Palestina.

Syarat dari Uni Eropa, seperti yang diungkapkan Moratinos saat bertemu Menteri Luar Negeri Israel Tzibi Levni: pemerintah Palestina bersatu harus tunduk pada tuntutan masyarakat internasional dan mengakui eksistensi negara Israel.

Walaupun belum setuju dengan pernyataan Moratinos, Haniya sepakat jika Uni Eropa yang mengambil pimpinan untuk perdamaian di Palestina. ”Kami mengharapkan dunia internasional, khususnya Uni Eropa, yang melakukan deal dengan Palestina. Mereka lebih berimbang dan jujur dibanding Amerika Serikat,” ujarnya.

Menurut Haniya, Amerika Serikat dan anak kandungnya, Israel, memaksakan pemerintahan koalisi agar mau memenuhi keinginannya. ”Pemerintah Amerika, dari pernyataan Menteri Luar Negeri Condoleezza Rice, mencerminkan sesungguhnya mereka tidak menginginkan Palestina benar-benar bersatu. Mereka mencoba menghalangi keinginan politik koalisi Hamas-Fatah,” katanya.

Untuk berunding dengan Israel, Haniya menyerahkannya kepada Abbas. ”Urusan negosiasi dengan Israel ditangani oleh Organisasi Pembebasan Palestina, PLO, pimpinan Abbas,” ujar juru bicara Hamas, Ghazi Hamad.

Abbas dan Perdana Menteri Israel Ehud Olmert saat ini tengah mempersiapkan pertemuan untuk membahas perdamaian kedua negara. Olmert berusaha menerobos tekanan fundamentalis Yahudi yang menginginkan Israel ”menghabisi” Palestina. Sebagai langkah awal, pekan lalu Israel membebaskan 19 anggota parlemen dan menteri-menteri Hamas yang ditahan negeri itu.

Tapi, belum ada pernyataan bahwa Israel akan mengembalikan dana pajak yang dibekukan Israel sekitar US$ 300 juta. Padahal dana inilah yang selama ini dipakai membayar gaji para pegawai seperti ayah Uday.

Ahmad Taufik (Albawaba, The Guardian, BBC, Palestine Chronicle)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus