Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Israel Katz, Menteri Pertahanan Israel (Menhan), memerintahkan Angkatan Darat Israel menyambut kepergian warga Palestina dari Jalur Gaza. Instruksi tersebut menyusul pengumuman mengejutkan Presiden Donald Trump bahwa Amerika Serikat berencana mengambil alih Gaza, memukimkan kembali warga Palestina yang tinggal di sana, dan mengubah wilayah tersebut menjadi "Riviera Timur Tengah".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya menyambut baik rencana berani Presiden Trump, warga Gaza harus diizinkan untuk bebas pergi dan beremigrasi, sebagaimana norma di seluruh dunia," kata Katz seperti dilaporkan Channel 12 Israel, dikutip dari Reuters, Kamis, 6 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketika ditanya siapa yang akan menerima warga Palestina, Katz mengatakan seharusnya negara-negara yang menentang operasi militer Israel di Gaza. Contohnya Spanyol, Irlandia, Norwegia, dan negara-negara lain yang berpandangan secara hukum Israel berkewajiban mengizinkan setiap warga Gaza memasuki wilayah mereka.
Channel 12 melaporkan rencana Katz akan mencakup opsi keluar melalui jalur darat, serta pengaturan khusus untuk keberangkatan melalui jalur laut dan udara.
Trump menuai kecaman dari negara-negara besar dunia, Rusia, Cina, dan Jerman, pada Rabu, 5 Februari 2025, atas rencana relokasi warga Gaza. Negara-negara yang menentang itu berpandangan rencana Trump itu akan memicu "penderitaan dan kebencian baru.”
Arab Saudi menolak usulan itu secara langsung. Adapun Raja Yordania Abdullah, yang akan bertemu Trump di Gedung Putih minggu depan, mengatakan pada Rabu pekan ini bahwa dia menolak segala upaya mencaplok tanah dan menggusur warga Palestina. Namun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pada hari Rabu, 5 Februari 2025, usulan Trump itu "luar biasa" dan mendesak agar usulan itu dieksplorasi, meskipun dia tidak menjelaskan secara spesifik tentang apa yang menurutnya ditawarkan Trump.
Diplomat top Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan juru bicara utamanya pada Rabu menarik kembali gagasan dia menginginkan pengusiran etnis warga Palestina dari Gaza. Seperti dilansir Arab News, pernyataan ini dilontarkan setelah sekutu Amerika dan bahkan anggota parlemen Republik mengecam keras usulan Trump agar AS mengambil "kepemilikan" atas Gaza.
Trump sebelumnya pada Selasa, 4 Februari 2025, mendesak pengusiran warga Palestina dari Gaza dan membuka pintu untuk mengerahkan pasukan AS dengan klaim bagian dari operasi pembangunan kembali besar-besaran. Namun, Menteri Luar Negeri Marco Rubio dan sekretaris pers Gedung Putih Karoline Leavitt mengatakan Trump hanya berusaha memindahkan sekitar 1,8 juta warga Gaza untuk sementara waktu agar memungkinkan dilakukan rekonstruksi atau pembangunan kembali Gaza.
Rubio, dalam perjalanan luar negeri pertamanya sebagai menteri luar negeri, menggambarkan proposal Trump sebagai tawaran "sangat murah hati" untuk membantu pemindahan puing-puing dan rekonstruksi Gaza setelah 15 bulan genosida Israel.
"Untuk sementara, jelas orang harus tinggal di suatu tempat saat Anda membangunnya kembali," kata Rubio dalam konferensi pers di Guatemala City.
Leavitt mengatakan dalam sebuah pengarahan dengan wartawan di Washington bahwa Gaza adalah "lokasi pembongkaran" dan merujuk rekaman kehancuran Gaza. "Presiden telah menjelaskan bahwa mereka (warga Palestina) perlu dipindahkan sementara dari Gaza," tuturnya.
Ia menyebut Gaza saat ini "tempat yang tidak dapat dihuni bagi manusia" dan mengatakan akan "jahat untuk menyarankan bahwa orang harus hidup dalam kondisi yang mengerikan seperti itu." Komentar mereka bertentangan dengan pernyataan Trump pada Selasa malam.
"Jika kami bisa mendapatkan daerah yang indah untuk memukimkan orang-orang, secara permanen, di rumah-rumah yang bagus di mana mereka bisa bahagia dan tidak ditembak dan tidak dibunuh dan tidak ditusuk sampai mati seperti yang terjadi di Gaza,” ucapnya. Trump menambahkan membayangkan kepemilikan AS "jangka panjang" atas pembangunan kembali wilayah itu, yang terletak di sepanjang Laut Mediterania, sebuah upaya penjajahan baru atas tanah Palestina.
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini