BAU busuk, bagaimanapun ditutupi, akhirnya tercium juga. Pada 28 November nanti, Pengadilan Tinggi Belgia akan memutuskan apakah Perdana Menteri Israel Ariel Sharon bisa dijadikan terdakwa atau tidak. Diakah sumber bau busuk dalam pembantaian warga sipil Palestina hampir 20 tahun yang lalu itu, pembantaian di kamp pe-ngungsi Sabra dan Shatila? Sedianya, keputusan itu akan diumumkan 3 Oktober, Rabu pekan lalu, tapi ditunda sampai November, untuk memberikan kesempatan kepada tim pengacara Ariel Sharon mempelajari berkas perkara. Ini semua dimungkinkan karena pada 1993 Belgia mengesahkan undang-undang yang memberikan wewenang kepada pengadilan negara itu mengadili para pelanggar konvensi Jenewa tentang kejahatan perang.
Beirut, Selasa pagi, 16 September 1982. Lebanon diliputi perang saudara. Pukul tujuh malam itu, 150 milisi Falangis, kelompok Kristen Lebanon yang didukung dan dibantu Israel, masuk ke kamp pengungsi Sabra dan Shatila di Beirut Barat. Sekitar 2.000 orang Palestina berlindung di kamp ini. Milisi itu mendatangi setiap rumah, mengetuk pintu atau langsung mendobraknya. Inilah awal pembataian 36 jam atas penghuni kamp pengungsi itu. Kemudian diketahui, sekitar 800 orang Palestina, termasuk anak-anak, orang tua, dan wanita (yang oleh konvensi Jenewa dilindungi, tak boleh dijadikan korban di waktu perang), tewas mengenaskan.
London, 17 Juni 2001. Televisi BBC, London, menayangkan kembali foto-foto korban pembantaian Sabra dan Shatila: tumpukan mayat orang tua, perempuan, anak-anak. Ada yang gosong terbakar. Sejumlah remaja wanita diperkosa sebelum dibantai. Karena tayangan itu, 23 orang Palestina dan Lebanon menggugat ke pengadilan Belgia.
Brussels, Juli 2001. Jaksa Patrick Collignon menyetujui diadakannya penyelidikan ter-hadap Ariel Sharon setelah ia membaca dua berkas gugatan yang memungkinkan Ariel Sharon dituntut di pengadilan karena melakukan kejahatan perang.
Cerita Suad Surur, remaja putri 16 tahun, pada 2001. Ia salah seorang yang akan menjadi saksi. Ketika pintu rumahnya digedor-gedor di malam itu, Suad berbisik kepada ayahnya, "Mereka bukan orang Israel." Ia berkisah, orang-orang Falangis itu memerintahkan agar semua penghuni rumah berdiri dan menghadap ke lantai. "Tak ada yang berani melihat ke orang lain," tutur Suad, "Tapi adik perempuan saya menengok ke arah kami, lalu tembakan terdengar. Saya lihat ia terjerembap ke pangkuan Ibu bagai burung yang disembelih." Lalu, satu per satu anggota keluarga Suad dihabisi. "Kami juga akan membantaimu," kata Suad menirukan ucapan seorang milisi. Dor, peluru menghantam bahu Suad, dan popor pun menghantam kepalanya. Dalam keadaan setengah pingsan, Suad diperkosa.
Peran Ariel Sharon. Pembantaian itu membuat marah dunia. Tak terkecuali di Israel. Sekitar 400 ribu massa turun ke jalan mengecam Ariel Sharon. Menteri pertahanan itu dicaci-maki sebagai "Penjagal Sabra dan Shatila". Alhasil, dibentuklah Komisi Kahan untuk menyelidiki seberapa jauh tanggung jawab sang Menteri Pertahanan atas peristiwa itu.
Di hadapan Komisi Kahan, Sharon berkilah, ia tak mengira milisi Falangis akan melakukan pembantaian. Tapi kesaksian Ron Ben Yashi, wartawan Israel, menyatakan bahwa Sharon lebih suka melanjutkan tidurnya daripada menghentikan pembantaian. "Saya katakan kepadanya (Sharon), 'Anda harus menghentikan pembantaian.' Tapi dia tak bereaksi," tutur Ben Yashi. Komisi Kahan menyatakan Sharon bertanggung jawab secara tak langsung atas pembantaian itu. Sharon pun dicopot dari jabatannya pada 1983.
Jika pengadilan Belgia memvonis Sharon sebagai penjahat perang, menurut Dr. Muhammad S'ad Abu Amuda, pengamat Israel-Palestina di Kairo, sudah pasti Sharon akan kehilangan jabatan perdana menteri. Richard Goldstone, bekas jaksa mahkamah internasional untuk kejahatan perang Yugoslavia, memastikan keterlibatan Sharon. "Jika pemberi perintah tahu atau seharusnya tahu ada penduduk sipil akan terluka atau terbunuh," katanya, "orang itu ikut bertanggung jawab. Menurut hukum, orang itu lebih bertanggung jawab daripada orang yang diperintah."
Raihul Fadjri (BBC, Al-Hayat, AP, The Daily Star), Zuhaid el-Qudsy (Kairo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini