Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO. CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, memastikan pemimpin Indonesia dan Singapura akan bertemu tahun ini dalam event Leaders' Retreat. Pertemuan tahunan secara langsung tersebut, kata Retno, penting sifatnya karena akan menjadi diskusi awal untuk menentukan kerjsama Indonesia - Singapura ke depannya.
Adapun fokus utama dari Leaders' Retreat tahun ini adalah pemulihan pasca pandemi. Retno mengatakan, setidaknya ada tiga hal yang berkaitan dengan tema besar itu mulai dari kerjasama investasi, pemulihan sektor pariwisata, serta ekonomi digital.
Perihal pemulihan sektor pariwisata, misalnya, Retno mengatakan hal ini akan mengacu pada progress kampanye vaksinasi baik di Indonesia maupun Singapura. Semakin banyak warga yang berhasil divaksinasi, maka akan semakin mudah pula untuk saling membuka perbatasan demi memulihkan sektor pariwisata kedua negara.
"Saya menyampaikan kepada Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan bahwa per hari ini sudah ada 9 juta orang yang divaksin di Indonesia. Dalam satu titik, kami bahkan memvaksin 500 ribu orang per hari," ujar Retno Marsudi dalam jumpa pers di Kementerian Luar Negeri, Kamis, 25 Maret 2021.
Retno melanjutkan, untuk saat ini perjalanan Indonesia - Singapura masih akan mengacu pada Travel Corridor Arrangement (TCA). TCA dikhususkan untuk perjalanan dinas yang bersifat urgent dan penting.
Untuk memastikan nantinya pembukaan perbatasan berjalan lancar, Retno menyatakan bakal ada pilot project khusus hal itu. Adapun pilot project itu akan menimbang tiga hal yaitu keamanan, tahapan, dan kehati-hatian.Menteri Luar Negeri Singapura, Vivian Balakrishnan. Sumber: Reuters/asiaone.com
Menlu Singapura Vivian Balakrishnan mengapresiasi penjelasan Retno terkait rencana pembukaan perbatasan Indonesia - Singapura ke depannya. Ia mengaku sudah bertemu juga dengan Menteri Pariwisata Sandiaga Uno untuk membahas hal tersebut dan menyakinkan bahwa pembukaan akan bertahap dan mengutamakan keamanan.
"Kami mencoba menyikapinya dari sisi ini untuk kepentingan bersama," ujar Balakrishnan.
Selain membicarakan Leaders' Retreat, kedua menteri luar negeri tersebut juga menyampaikan perkembangan terbaru soal Myanmar. Keduanya tetap pada sikap awal bahwa kudeta Myanmar harus segera dihentikan, termasuk penggunaan kekerasan yang berujung pada jatuhnya ratusan korban jiwa.
Adapun keduanya kembali mengakui bahwa intervensi tak bisa dilakukan sebagaimana diatur dalam piagam ASEAN. Namun, mereka memastikan akan melakukan apapun yang bisa mereka bantu untuk mengakhiri krisis di Myanmar
"Posisi kami sama. Kami khawatir akan situasi di Myanmar di mana kekerasan digunakan dan korban berjatuhan. Kami mendorong rekonsiliasi, namun rekonsiliasi baru bisa dicapai jika ada kemauan dari segala pihak," ujar Balakrishnan.
Di Myanmar, warga menuntut adanya sanksi tegas terhadap Militer Myanmar selaku otak kudeta. Kebanyakan negara Barat telah meresponnya dengan memberikan berbagai macam sanksi, baik yang menyasar pejabat maupun bisnis Militer Myanmar.
Baca juga: Lanjutkan Tekanan ke Militer Myanmar, Amerika Hukum Konglemerasi Bisnis Junta
ISTMAN MP
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini