BARU pertama kali ini terjadi, sejumlah tim investigasi ekonomi diperintahkan oleh Beijing menuju ke 20 provinsi dan kota besar. Tim ini tugasnya, antara lain, mengamati apakah pemerintah daerah bisa melaksanakan keputusan Beijing dalam waktu 10 hari, seperti ditentukan. Peristiwa Kamis pekan lalu itu merupakan kelanjutan keputusan Kabinet, bahwa laju pertumbuhan ekonomi Cina akan dipatok maksimal 10%. Inilah tingkat pertumbuhan yang masih bisa tertanggungkan, dibanding kalau harus ngebut 14% setahun dengan akibat mesin ekonominya panas melebihi kapasitasnya. Dicemaskan mesin yang panas itu, over heated istilahnya, akan menjadi penyebab tak langsung melajunya inflasi. Memang pertumbuhan kegiatan bisnis Cina selama ini melupakan kaidah pengaturan moneter. Akibatnya, inflasi dalam empat bulan pertama tahun 1993 mencapai lebih dari dua puluh persen. Awal pekan silam Wakil Perdana Menteri Zhu Rongji, yang sejak awal bulan ini mendapatkan tambahan jabatan baru sebagai Gubernur Bank Sentral, menggariskan: ''Kegiatan investasi yang bersifat spekulatif harus dihentikan.'' Itu antara lain, bidang properti, terutama gedung perkantoran dan apartemen, yang tumbuh akibat didorong oleh pertumbuhan di sektor lain. Tapi pertumbuhan itu berjalan terlalu cepat, sehingga banyak yang tidak laku dan menyebabkan kredit macet. Sementara itu, arus dana yang mengalir deras ke bidang industri lain masih banyak yang belum memberikan harapan akan segera kembali. Industri televisi berwarna, misalnya. Dalam lima tahun terakhir tingkat produksi televisi warna digelembungkan dari semula 10 juta setahun menjadi 23 juta unit. Akibatnya terjadi kelebihan barang. Tekstil, yang jadi andalan nasional pada tahun 1980-an, ternyata juga ada yang keropos. Chongqing Knitting Mills, misalnya, tahun lalu pingsan, merugi lebih dari US$ 4 juta dan menanggung beban utang hampir US$ 16 juta. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bank Sentral dan sempat tersiar di media massa terbitan Beijing, secara nasional kredit macet telah mencapai 40% dari total dana yang disalurkan oleh bank. Barangkali semua itu diakibatkan oleh reaksi berlebihan dari para usahawan lokal atas gejala yang tampak di permukaan. Setelah lebih dari 10 tahun Cina bergerak dalam sistem ekonomi pasar, daya beli masyarakat memang kemudian terangkat. Sektor eceran yang selama ini padam, sejak sekitar delapan tahun terakhir menyala oleh barang-barang konsumsi produksi dalam negeri dan juga barang impor. Inflasi kemudian tak terhindarkan lagi, yang lebih banyak disebabkan oleh sodokan harga terjadi di kota-kota besar. Untung ada Zhu Rongji, bekas Wali Kota Shanghai, yang berhasil itu. Ia langsung menggunakan wewenangnya, dan memerintahkan pengetatan di banyak bidang, kecuali investasi untuk pertanian, pembangunan prasarana, dan sektor produktif lainnya. Juga investasi Cina di Hong Kong disetop untuk sementara waktu. Ia menjanjikan memotong anggaran belanja negara sebanyak 20%. Para bankir juga diminta lebih waspada dalam pengendalian dana dan menghentikan kegiatan pinjaman antarbank yang tidak wajar. Ia, seperti sudah disebutkan, membentuk tim investigasi untuk memantau kebijakan daerah. Soalnya, desentralisasi dimanfaatkan terlalu jauh. Banyak daerah yang memutuskan menerima penanaman modal baru tanpa memperhitungkan akibatnya secara ekonomi. Langkah mundur? Memang, tapi ini untuk menjaga kemungkinan yang lebih buruk. Misalnya, BUMN merosot nilai produksinya dan terpaksa mengurangi buruhnya, yang menambah jumlah penganggur- an. Mohamad Cholid
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini