Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Minggu-minggu menjelang badai

Kerusuhan rasial nyaris terjadi setelah penempatan 36 kepala sekolah dasar di penang ditolak masyarakat cina. mca dan dap terseret. mahathir melakukan penangkapan dan pembreidelan 3 media massa.

7 November 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUHU konfrontasi Melayu-Cina menanjak cepat di Tanah Semenanjung. Dalam jangka waktu dua minggu, sejak pertengahan Oktober lalu, luapan kemarahan kedua "anak bangsa" hampir-hampir tak dapat dikendalikan. Bukan tidak mungkin terjadi huru-hara berdarah, apalagi Pemuda UMNO sudah mencanangkan pawai besar, memperingati ulang tahun UMNO yang direncanakan Ahad lalu. Dalam situasi jor-joran itu, PM Mahathir Mohamad melancarkan gelombang penangkapan, bermula Selasa lalu dan berlanjut terus sampai awal pekan ini. Dasar hukum dari tindakan Mahathir adalah ISA (Internal Security Act), yakni UU Keamanan Dalam Negeri. Sampai laporan ini dibuat sudah 91 orang ditangkap, di samping tiga media cetak dibredel, termasuk harian Cina berbahasa Inggris The Star yang terkenal itu. Tampaknya, PM Mahathir Mohamad yang juga menteri dalam negeri terdorong untuk mengambil tindakan cepat, sebelum keadaan tidak terkontrol lagi. Bentrokan bisa dicegah, tapi rasa waswas, khususnya pada kelompok Cina, masih akan panjang. Di ibu kota Kuala Lumpur, imbauan polisi terdengar diulang-ulang, agar setiap kericuhan, betapapun kecilnya, segera dilaporkan. Gedung parlemen, tempat sidang-sidang maraton berlangsung, dijaga ketat pasukan Ranger, satuan polisi bersenjata berat. Tapi kehidupan berjalan normal di Kuala Lumpur. Kegiatan ekonomi praktis tidak terganggu. Penduduk pergi bekerja seperti biasa, tapi rasa waswas bukannya tak ada. "Di sini bukan cuma orang Cina yang merasa takut," ujar Lauw Kit Sia, seorang sopir taksi, "semua orang dicekam rasa cemas, kalau-kalau terjadi pawai." Tak salah lagi, tragedi bentrokan rasial 13 Mei 1969, saat ini menghantui semua orang. Dalam bentrokan rasial terbesar itu, ratusan orang tewas, lebih dari seribu dinyatakan hilang (lihat Darah dan Api ...). Ketegangan yang sekarang ini bermula tercetus di Penang, pulau seluas 285 km2 yang sudah lama merupakan kawasan turis internasional. Tiga pekan lalu masyarakat Cina memprotes ketetapan pemerintah yang menempatkan 36 kepala sekolah di sekolah-sekolah dasar Cina. Soalnya bukan apa-apa, mereka tidak bisa berbahasa Cina (padahal kalau tidak salah mereka keturunan Cina). Rasa tidak senang ini tercetus dalam pertemuan asosiasi sekolah Cina, asosiasi guru Cina, perhimpunan orangtua murid, dan persatuan penduduk -- total 15 perhimpunan Cina. Di Malaysia, negeri yang menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional, ada toleransi yang mengizinkan sejumlah sekolah dasar yang ditunjang dana pemerintah untuk menggunakan bahasa Cina, Tamil, atau bahasa asing lainnya. Keharusan menggunakan bahasa nasional baru diterapkan pada tingkat sekolah menengah pertama maupun atas. Singkatnya, semua warga negara Malaysia, khususnya dari keturunan asing, baru diwajibkan belajar bahasa nasional sejak di tingkat itu. Ini bagian dari program pelaksanaan undang-undang meluaskan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional. Penempatan guru yang tak fasih berbahasa Cina tak menjadi masalah di sekolah menengah yang mayoritasnya murid-murid Cina. Tapi penempatan itu meletupkan rasa tidak senang ketika terjadi di sekolah dasar Cina. Isu guru di Penang dengan cepat meluas ke Melaka, Selangor, dan Kuala lumpur. Protes yang semakin nyaring diikuti keputusan mogok sekolah. Sejak 14 Oktober mogok tiga hari dilaksanakan 18.000 murid sekolah dasar di Penang, Melaka, Selangor, dan Kuala Lumpur. Tuntutannya: 36 kepala sekolah yang disebutkan tidak mempunyai latar belakang pendidikan Cina dipindahtugaskan segera keesokan harinya. Deputi Menteri Woon See Chin, mewakili Menteri Pendidikan Anwar Ibrahim yang sedang berada di luar negeri, meminta agar pemogokan dihentikan. Dikatakannya, pengalihan akan segera dilakukan karena kementerian mengerti perasaan di balik protes itu. Namun, hal itu tidak mungkin dilaksanakan dalam satu hari. "Adalah tidak adil memindahkan mereka tanpa persiapan tugas baru, karena pengalihan itu bukan salah mereka," ujar Woon. Tak lupa dijelaskannya bahwa tidak ada ketentuan guru sekolah Cina harus berlatar pendidikan Cina. "Juga tidak mudah mendapat guru-guru yang fasih berbahasa Cina, sekalipun sudah berulang kali iklan dipasang," kata Woon lagi. Walaupun seorang "Woon" yang bicara, masyarakat Cina tampaknya tak bisa lagi berpikir jernih. Mengapa? Tak lain karena partai-partai golongan Cina mendukung aksi mogok itu. Partai yang bersikap sangat keras adalah DAP (Democratic Action Party). Partai oposisi yang punya 24 kursi di parlemen ini memang semakin beringas saja (lihat UMNO dan BN vs. Oposisi). "Pemerintah bertindak ceroboh dalam menjalankan program pendidikan," tutur Lim Kit Siang, Sekretaris Jenderal DAP. "Adalah sangat salah menempatkan guru yang tak mampu berbahasa Cina di sekolah-sekolah dasar Cina." Tapi di balik aksi mogok itu, Kit Siang menyimpan rencana lain. Ia bermaksud mendongkel supremasi MCA (Malaysian Chinese Association), partai kelompok Cina yang bergabung dalam Barisan Nasional, koalisi yang kini berkuasa di Malaysia. LMCA terjepit, karena tak mungkin bersikap radikal membela golongannya. Partai ini terikat kesepakatan dengan partai-partai lain dalam jajaran Barisan Nasional, khususnya UMNO (United Malays National Organiation), partai kaum Melayu terbesar di sana. Dalam berbagi kekuasaan, MCA dan UMNO berusaha menjaga keselarasan hubungan dengan tidak mempermasalahkan hak kelompok-kelompok. Kesepakatan yang diformulasikan dalam ketetapan Rukun Negara itu resmi berlaku sejak peristiwa 13 Mei 1969. Kesepakatan penting tertuang dalam dua pokok UU lasutan: tidak memasalahkan hak istimewa bumiputra dan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional. Dua ketetapan ini juga tercantum dalam konstitusi. Selama 15 tahun kerukunan bisa dijaga. MCA bahkan mendukung New Economic Policy atau Dasar Ekonomi Baru (DEB) -- digariskan di tahun 1969 dan akan berakhir tahun 1990 -- yang intinya bertujuan memajukan taraf hidup kaum Melayu dengan konsekwensi memajukan kaum pribumi di usaha swasta. Tahun lalu keakraban tiba-tiba retak Pangkalnya kemelut dalam tubuh MCA Agustus lalu ketua MCA, Tan Koon Swan dituduh terlibat manipulasi di Singapura. Dari pengusutan selama enam bulan terbongkar banyak hal. Kesimpulannya: para pemimpin MCA lebih mementingkan bisnis memperjuangkan golongan Cina. MCA kehilangan pengaruh, sejumlah ormas di bawah MCA malah menyeberang ke DAP Partai oposisi mengejek MCA tak ubahnya "anjing peliharaan" UMNO. Orientasi bisnis di kalangan pemimpir MCA merontokkan hampir semua kekuatan partai. MCA, yang semula berusaha memperkuat posisi Cina di berbagai lembaga pemerintahan, kini mulai goyah. Sejak para pemimpinnya sibuk berbisnis, lobi MC semakin lemah dan jumlah birokrat Cina turun drastis. Di bawah kepemimpinan Mahathir Mohamad yang berkiblat pada kepentingan Melayu, peluang MCA praktis habis sama sekali. Akibatnya, dalam banya ketetapan yang menyangkut kepentingan golongan Cina, MCA tidak lagi ditanyakan pendapatnya. Hanya dalam keadaan terdesak konsultas dilakukan -- padahal sudah terlambat. Hasilnya, MCA dan pemerintah bersepakat menyelesaikan masalah guru sekolah Cina paling lambat akhir tahun ini. Dan Lim Ki Siang protes. "Persoalan ini terlalu penting untuk ditunda sampai Desember," ia menggempur. Pada saat yang sama MCA diguncang dari dalam. Deputi Ketua MCA, Lee Kim Sai dan Pemuda MCA sudah sejak tahun lalu menempuh langkah-langkah lain: berusaha menyaingi DAP dengan menjadi radikal juga. Kim Sai berulang kali memasalahkan DEP dan hak kaum Cina. Ia bahkan mempersoalkan hal-hal kecil seperti: hak menggunakan aksara Cina pada tanda-tanda jalan dan iklan, bahasa nasional dan pendidikan. Paling akhir, bersama DAP Kim Sai menanyakan istilah bumiputra di parlemen. Ia bertanya apa mungkin istilah itu dihilangkan setelah target DEP tercapai di tahun 1990. Lebih gila lagi, bersama Pemuda MCA dan DAP, Kim Sai mendukung pemogokan murid-murid Cina. Tak heran jika Barisan Nasional marah. Kim Sai dituduh berkhianat karena bekerja sama dengan pihak oposisi. UMNO meminta Sultan Selangor mencabut gelar Datuk dari Kim Sai -- yang akhirnya dilaksanakan -- dan meminta Mahathir memecat Kim Sai dari pos menteri perburuhan. Puncaknya: MCA supaya ditendang dari Barisan Nasional. Pada 15 Oktober Pemuda UMNO unjuk rasa di Stadion Toa Payoh, Kuala Lumpur dihadiri 15.000 anggota. Hadir pemuka-pemuka UMNO, termasuk para menteri. Ketua Pemuda UMNO, Datuk Seri Najib Tun Abdul Razak -- putra bekas Perdana Menteri Tun Abdul Razak -- mengecam habis Kim Sai. "Sudah lama indikasi pengkhianatan ini terasa, dan kita sudah tidak lagi bisa menahan," kata Najib berapi-api. UMNO tak mau ketinggalan. Sekretaris jenderalnya, Sanusi Junid, berencana pada perayaan ulang tahun UMNO, Minggu 1 November, ia mengerahkan 500.000 anggota untuk melakukan unjuk rasa yang sama. Tanda-tanda bentrok makin terasa. Saat itulah, kelompok Cina mulai surut. Pemogokan dihentikan, dan menerima penyelesaian sampai akhir tahun. Menanggapi perkembangan itu, Menteri Pendidikan Anwar Ibrahim sepulangnya dari luar negeri menegaskan, "Tapi kalau itu tuntutan politis, saya tidak akan mundur." Ketua MCA Datuk Dr. Ling Liong Sik lalu berjanji partainya akan bersikap moderat, mempercayai Mekanisme Barisan dan tetap berperan dalam kabinet. Lee Kim Sai diminta mundur dan bekas menteri perburuhan ini berangkat bersama istrinya ke Australia, Jumat pekan silam. Namun, suhu politik tidak segera surut. Terbetik isu lain: gereja-gereja Malaysia telah mengkristenkan 66.000 muslim. Ini tak terbukti. Dan hanya satu gereja yang pernah mempraktekkan pengkristenen 50 muslim. Tapi alih agama sukarela sifatnya. Ketegangan pecah menjadi teror ketika terbetik berita seorang prajurit melepaskan tembakan membabi buta di pecinan Chow Kit, Kuala Lumpur. Seorang Melayu tewas, dan dua orang Cina luka parah. Peristiwa itu ternyata tak ada sangkut pautnya dengan ketegangan rasial yang belum reda. Toh Mahathir mengambil langkah-langkah pengamanan. Semua demonstrasi dilarang, termasuk perayaan ulang tahun UMNO 1 November. Di sidang parlemen Mahathir menjelaskan, "Saya setuju pada pendapat pejabat-pejabat di Kepolisian, pemerintah tidak bisa menunggu sampai aksi kekerasan pecah." Ia minta supaya ras-ras jangan mempertanyakan haknya karena bisa memancing kerusuhan. Lalu gelombang penangkapan berlanjut, menjaring beragam orang: kelompok Oposisi khususnya DAP, anggota parlemen dari semua partai, aktivis organisasi sosial, bahkan pencinta lingkungan. Pemuda Muda UMNO tak terkecuali -- tapi bukan Najib Tun Razak. Tiga media massa diberangus, The Star yang berbahasa Inggris, Sin Che Jit Poh harian berbahasa Cina, dan Watan tabloid berbahasa Melayu. Kepala Polisi Tan Sri Mohamad Haniff Omar menyatakan, "Ini semua demi keamanan negeri." Benarkah ? Ghani Ismail, kolumnis New Straits Times yang disegani, dan Bernard Lu, bekas penasihat Lembaga Perpaduan Negara, secara terpisah menyangsikan alasan keamanan itu Ghani menilai Mahathir telah bertindak kasar. "Ia seperti kehilangan kontrol atau kekuasaannya sendiri," ujar Ghani. Sedangkan Bernard Lu melihat kemungkinan adanya manuver politik, karena tidak semua orang yang ditangkap punya hubungan dengan ketegangan rasial yang terjadi, tapi semua pernah mengkritik Mahathir. Toko Pemuda UMNO yang ditangkap, juga dikenal sebagai musuh Mahathir, tak lain karena loyal pada Musa Hitam dan Tengku Raza leigh Hamzah. Jim Supangkat (Jakarta), Ekram H. Attamimi (Kuala Lumpur), M. Cholid (Penang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus