Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Setiap tahun lebih dari seribu anak di bawah umur di Belanda diperas dan dijadikan pekerja seks, diduga pelakunya adalah para imigran. Mereka memanfaatkan media sosial untuk mencari korban dan mengancam akan menyebarkan video porno korbannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saat mereka (pelaku) punya video anda, itu sudah cukup menjadi bahan pemerasan,” kata Esmee Huijps, polisi ahli penanganan perdagangan manusia, seperti dikutip dari situs rt.com pada Kamis, 24 Mei 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ilustrasi prostitusi/pelacuran. Andreas Rentz/Getty Images
Pelaku perdagangan seks sekarang tidak lagi menggunakan modus lama, yang memakan banyak waktu. Mereka tidak lagi memancing gadis-gadis muda dengan hadiah mahal dan mengumbar janji-janji palsu, tapi dengan memanfaatkan sosial media untuk memancing perhatian remaja yang rapuh dan rentan dijadikan korban.
Setelah mendapatkan kepercayaan korban, para pelaku lalu merayu korban untuk merekam tubuh telanjang gadis-gadis muda itu. Rekaman video ini yang kemudian dipakai pelaku untuk memeras korban.
Para korban biasanya berasal dari keluarga yang tak harmonis, atau lingkungan yang kurang baik. Umumnya, mereka dipancing dengan dijanjikan diajak ke pesta, diberi minuman keras hingga narkoba.
Dari pelacuran anak di bawah umur para pelaku bisa mendapatkan Rp 13 juta setiap harinya. Para pelaku ini diantaranya berasal dari Maroko, Turki, Antillen, dan Roma, mereka biasanya memiliki kesamaan.
Menurut petugas perumus peraturan di komisi hak asasi manusia, Crolien van den Honert, pelaku biasanya terasosiasi dengan jaringan besar yang juga menjual senjata atau obat terlarang.
“Mereka adalah para pelaku kriminal yang dalam banyak kasus biasanya mereka terhubung dalam satu jaringan besar yang menjual senjata dan narkoba,” kata Crolien.
Modus lain yang digunakan untuk merekrut pekerja seks adalah dengan meminta korban membawa teman-temannya. Hal ini diakui oleh Gideon van Aartsen, peneliti masalah sosial, yang mengatakan kalau para korban sering diminta membawa teman sebayanya, agar korban tidak perlu melayani banyak tamu.
Watch Netherland badan yang membantu polisi memerangi eksploitasi seksual anak, mengatakan mereka sedang memerangi perdagangan seks online dengan menggunakan 2.2 juta iklan pancingan. Ketika ada orang yang tertarik dan membuka iklan ini, sistem secara otomatis mengirimkan pesan bernada ancaman; ‘Watch Netherland tahu siapa anda, pastikan kami tidak pernah bertemu anda lagi.’
Data Watch Netherland memperlihatkan angka anak di bawah umur yang dieksploitasi menjadi pekerja seks masih belum turun dari tahun lalu. Pada Oktober 2017, dilaporkan ada sekitar 1.320 orang antara 12 tahun sampai 17 tahun menjadi korban. Hampir separuh dari sekitar 3.000 kasus eksploitasi seks, korbannya adalah anak di bawah umur.
RT | AD | REUTERS | FIKRI ARIGI