Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Momen

25 Februari 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SURIAH
PBB Serukan Gencatan Senjata di Ghouta

PERSERIKATAN Bangsa-Bangsa menyerukan gencatan senjata di Ghouta Timur, Suriah, setelah terus jatuhnya korban warga sipil di medan perang itu. "Saya sangat sedih terhadap penderitaan penduduk sipil di sana," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Rabu pekan lalu.

Dalam sebuah pertemuan Dewan Keamanan PBB di New York, Amerika Serikat, itu, Guterres mengatakan ada sekitar 400 ribu orang yang terjebak di tengah pertempuran antara pasukan Suriah dan milisi pemberontak di pinggiran Ibu Kota Damaskus tersebut.

Gencatan senjata, menurut Guterres, perlu segera dilakukan agar bantuan kemanusiaan dapat masuk ke sana. "Itu memungkinkan evakuasi sekitar 700 orang yang butuh perawatan mendesak dan tidak dapat diberikan di lokasi," ujarnya, seperti dikutip Al Masdar News.

Ghouta Timur menjadi medan tempur baru bagi tentara Suriah. Kantong pemberontak di timur Damaskus itu sebenarnya telah dikepung oleh pasukan Presiden Bashar al-Assad sejak 2013. Ghouta Timur, bersama Provinsi Idlib dan Aleppo, adalah sedikit area yang tersisa bagi para pemberontak.

Sepanjang pekan lalu, militer Suriah membombardir Ghouta Timur. Dalam lima hari berturut-turut, serangan udara Suriah telah menewaskan lebih dari 335 orang. "Sedikitnya 13 warga sipil tewas dalam serangan terakhir pada Kamis pekan lalu," begitu menurut lembaga Syrian Observatory for Human Rights.

AMERIKA SERIKAT
Trump Sarankan Guru Pegang Senjata Api

PRESIDEN Amerika Serikat Donald Trump kembali mengeluarkan pernyataan kontroversial. Alih-alih mendukung larangan kepemilikan senjata api, ia justru menyarankan kemungkinan pemakaian senjata api oleh guru.

"Jika Anda memiliki seorang guru yang mahir menggunakan senjata api, mereka bisa mengakhiri serangan dengan sangat cepat," kata Trump dalam pertemuannya dengan korban selamat penembakan sekolah Florida, di Gedung Putih, Rabu pekan lalu.

Insiden terbaru penembakan massal melanda Sekolah Menengah Atas Marjory Stoneman Douglas di Parkland, Florida, 14 Februari lalu. Serangan yang dilakukan oleh bekas siswa sekolah itu, Nikolas Cruz, tersebut menewaskan 17 siswa.

Akibat kasus ini, ratusan siswa dari Parkland, termasuk para penyintas, menggelar unjuk rasa damai di gedung parlemen Florida untuk mendesak pengetatan atas kepemilikan senjata api. Aksi di Florida ini mendapat dukungan dari ribuan orang di negara bagian lain yang juga menggelar unjuk rasa.

PAKISTAN

Larangan Nawaz Sharif Pimpin Partai

MAHKAMAH Agung Pakistan mendiskualifikasi mantan perdana menteri Nawaz Sharif sebagai presiden partai penguasa, Liga Muslim Pakistan (PML-N). Keputusan ini menjawab gugatan atas Undang-Undang Pemilihan Umum 2017 yang diajukan oleh sejumlah partai. "Seseorang yang tidak memenuhi syarat pada Pasal 62 dan 63 Konstitusi tidak dapat menjabat presiden dari partai politik mana pun," kata hakim Mahkamah, seperti dikutip The Asian Age, Rabu pekan lalu.

Pada Januari lalu, Liga Muslim Awami (AML), Pakistan Tehrik-e-Insaf (PTI), Partai Rakyat Pakistan (PPP), serta partai lain dan kelompok pengacara menggugat undang-undang yang memungkinkan Sharif tetap menjabat pemimpin PML-N tersebut. Gugatan itu muncul karena Mahkamah memakzulkan Sharif sebagai perdana menteri, Juli tahun lalu. Pria 68 tahun itu dilengserkan setelah namanya masuk daftar Panama Papers. Ia dianggap melanggar Pasal 62 Konstitusi tentang larangan korupsi bagi pejabat.

Putusan Mahkamah berdampak pada dianulirnya semua surat rekomendasi yang diberikan oleh Sharif kepada para kandidat PML-N untuk pemilihan senat. Karier politik Sharif sangat bergantung pada kesuksesan partainya menguasai senat. Jika PML-N meraup mayoritas dari 102 kursi, Sharif akan dapat menghapus klausul dalam konstitusi yang mencegahnya untuk kembali jadi perdana menteri.

MALAYSIA

Desakan Penghapusan Sunat Perempuan

PERWAKILAN negara-negara muslim mendesak pemerintah Malaysia menghentikan tradisi sunat perempuan, yang masih diizinkan di negeri itu. "Sunat perempuan adalah tradisi dari Afrika dan tidak islami," kata Naela Gabr, perwakilan dari Mesir, seperti dikutip The Star, Kamis pekan lalu.

Desakan senada muncul dari Komite Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW). Delegasi Malaysia menyatakan bahwa sunat perempuan wajib berdasarkan keputusan komite fatwa nasional pada 2009. Sunat, menurut mereka, hanya dapat dicegah jika dianggap membahayakan si perempuan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus