Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ARAB SAUDI
Aksi Represif Putra Mahkota
APARAT keamanan Arab Saudi telah menahan lusinan orang, termasuk para ulama terkemuka, Senin pekan lalu. Tindakan represif ini terjadi tiga bulan setelah Mohammed bin Salman terpilih menjadi putra mahkota pada 21 Juni lalu.
Dalam 24 jam, Riyadh menahan hingga 10 ulama-penangkapan terbesar terhadap para ahli agama dalam sejarah modern Kerajaan Saudi. Di antara ulama terkenal yang diciduk itu ada Salman al-Ouda, Awad al-Qarni, dan Ali al-Omary.
Al-Ouda dan Al-Qarni adalah anggota terkemuka "Gerakan Sawha". Pada awal 1990-an, mereka mengkritik keputusan Arab Saudi yang mengizinkan militer Amerika Serikat masuk ke negara tersebut untuk melindunginya dari invasi Irak. Akibat kritik tersebut, aparat keamanan Saudi memenjarakan Al-Ouda sepanjang 1994-1999.
"Mohammed bin Salman sangat mungkin menjadi raja berikutnya. Tapi ada suara berbeda yang bisa menantang suksesi sehingga dianggap mengancam kestabilan oleh rezim," kata Jean-Marc Rickli, peneliti dari Geneva Centre for Security Policy, seperti dikutip Reuters.
Menurut AlQST, kelompok hak asasi manusia Saudi, Ouda ulama yang berpengaruh. Di media sosial Twitter, ia memiliki 14 juta pengikut. AlQST menduga Ouda ditahan karena mencuit tentang dukungannya terhadap upaya mediasi untuk menyelesaikan krisis Qatar.
Pada Juni lalu, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab memotori kampanye untuk melawan Qatar. Bersama Bahrain dan Mesir, kedua negara itu memutus hubungan diplomatik, transportasi, dan perdagangan dengan Qatar karena dugaan dukungannya terhadap milisi Islam-tuduhan yang dibantah Doha.
SEMENANJUNG KOREA
Meredam Perlombaan Senjata Nuklir
PRESIDEN Korea Selatan Moon Jae-in menolak kemungkinan pengembangan senjata nuklir di negaranya untuk menandingi Korea Utara. Menurut Moon, membalas aksi Pyongyang dengan senjata nuklir hanya akan mengancam perdamaian di Semenanjung Korea.
"Saya tidak setuju Korea Selatan mengembangkan senjata nuklir. Ini dapat menyebabkan perlombaan senjata nuklir di Asia timur laut," kata Moon kepada CNN dalam wawancara pertamanya di televisi sejak uji coba nuklir keenam Korea Utara, Kamis pekan lalu.
Sebuah jajak pendapat terbaru Gallup Korea menunjukkan bahwa 60 persen responden mendukung Seoul punya senjata nuklir sendiri, sedangkan 35 persen lainnya menentang.
Awal bulan ini, Menteri Pertahanan Korea Selatan Song Young-moo menyarankan perlunya meninjau pemindahan senjata nuklir taktis Amerika Serikat di Semenanjung Korea untuk mencegah ancaman dari utara. Presiden Moon menolak gagasan tersebut.
Di utara Seoul, Pyongyang kembali menguji coba peluncuran rudal, Jumat pekan lalu. Uji coba itu terjadi kurang dari dua pekan setelah Korea Utara melakukan uji ledak bom hidrogen yang memicu gempa berkekuatan 6,3 magnitude.
Menurut seorang pejabat militer Seoul, misil terbaru Pyongyang meluncur pada ketinggian 770 kilometer mil dan terbang sejauh 3.700 kilometer, jauh melampaui jarak antara Pyongyang dan Guam, wilayah terdekat Amerika di Pasifik. Rudal jatuh ke Samudra Pasifik sekitar 1.995 kilometer sebelah timur Hokkaido, pulau terbesar kedua di Jepang.
RUSIA
Kemenangan Oposisi di Moskow
KOALISI partai-partai oposisi di Rusia telah memenangi pemilihan kepala daerah dan dewan daerah di ibu kota negara itu, Moskow. Mereka sukses mengalahkan beberapa kandidat dari partai berkuasa Rusia Bersatu, yang dipimpin Presiden Vladimir Putin.
Gerakan Demokrat Bersatu merebut 11 dari 12 kursi dewan di Distrik Tverskaya, lingkungan kaya yang berdekatan dengan Kremlin. Koalisi yang dipelopori Dmitry Gudkov, bekas anggota parlemen oposisi, dan Yabloko, partai anti-Putin tertua di Rusia, itu juga mengamankan suara di Distrik Gagarinsky, tempat Putin memberikan suaranya.
"Kami menguasai pusatnya!" kata Maxim Katz, manajer kampanye kubu oposisi, mencuit di laman Twitter, Senin pekan lalu. Kemenangan oposisi di Moskow tak lepas dari terobosan kampanye yang dirancang eks anggota parlemen Dmitry Gudkov serta Yabloko dan Parnas.
Kendati oposisi memenangi 62 dari 100 distrik di Moskow, nyaris 75 persen wilayah di luar ibu kota masih di bawah Partai Rusia Bersatu. "Ini pluralisme. Ini kompetisi politik," ujar juru bicara Putin, Dmitry Peskov, menganggap wajar kemenangan oposisi di Moskow.
Upaya oposisi untuk melengserkan Putin tampaknya jauh panggang dari api. Sebab, Partai Rusia Bersatu masih terlalu perkasa di kebanyakan wilayah Rusia. Selain itu, oposisi belum punya kandidat kuat penantang Putin dalam pemilihan presiden tahun depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo