Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SPANYOL
Juan Carlos Turun Takhta
Raja Spanyol Juan Carlos resmi turun takhta. Dia menandatangani akta parlemen yang mengakhiri takhtanya di Istana Kerajaan di Madrid pada Rabu pekan lalu. Setelah 40 tahun berkuasa, Raja Carlos akan digantikan putranya, Pangeran Felipe.
Penyerahan takhta ditandai dengan pelukan antara raja dan ahli warisnya, diiringi lagu kebangsaan Spanyol. Prosedur legal peralihan takhta kerajaan ini sebelumnya telah disetujui majelis rendah parlemen Spanyol dan disahkan menjadi undang-undang pada Rabu itu.
"Generasi baru harus berada di garis depan... anak muda dengan energi baru," katanya saat mengumumkan keputusannya untuk mengundurkan diri, seperti dikutip BBC News.
Meskipun sempat dipuji-puji atas perannya dalam memulihkan demokrasi setelah kematian diktator Jenderal Franco pada 1975, reputasi Raja Carlos sempat ternoda oleh foto-foto saat dia berburu gajah Afrika dengan perlengkapan serba mewah. Padahal saat itu negaranya tengah mengalami resesi.
Perdana Menteri Spanyol Mariano Rajoy mengatakan Raja mundur karena alasan pribadi. Kondisi kesehatan Raja memang memburuk dan telah menjalani lima operasi dalam kurun dua tahun, termasuk bedah pinggul.
Pangeran Felipe dinobatkan sebagai Raja Felipe VI dalam sebuah prosesi sederhana pada Kamis pekan lalu di gedung parlemen. Pelantikannya diharapkan dapat membawa Spanyol ke era yang lebih baik. Harapan ini diperkirakan tak mudah diwujudkan. Selain masalah ekonomi, salah satu tugas besar raja baru adalah penentuan nasib Catalonia apakah terus bersama Spanyol atau merdeka.
RUSIA
Stop Pasokan Gas ke Ukraina
Rusia berkeras menghentikan pasokan gas ke Ukraina setelah batas waktu pembayaran lewat dan negosiasi kedua negara gagal mencapai kesepakatan. Sergei Kupriyanov, juru bicara perusahaan gas Rusia, Gazprom, mengatakan karena Ukraina tak membayar sedikit pun untuk aliran gas, mulai Senin ini Moskow tak memiliki dasar hukum untuk memasok gas ke Ukraina lagi.
"Gazprom hanya memasok gas ke Ukraina dalam jumlah yang telah dibayarkan, dan jumlah yang telah dibayar adalah nol," kata Kupriyanov kepada AFP, Senin pekan lalu. Gazprom meminta perusahaan gas Ukraina, Naftogaz, membayar US$ 1,95 miliar (Rp 23 triliun) lebih dulu.
Sebelumnya, Gazprom memberi penawaran kepada Presiden Ukraina terguling, Viktor Yanukovych, harga diskon US$ 268,50 per 1.000 meter kubik, setelah dia batal menandatangani perjanjian ekonomi dan politik dengan Uni Eropa. Potongan harga ini dibatalkan pada 1 April lalu dan dinaikkan menjadi US$ 485 per 1.000 meter kubik setelah Yanukovyh digulingkan. Rusia lalu menawarkan US$ 385, tapi Ukraina berkeras minta harga lama saat diberi potongan.
Ukraina lantas mengajukan tuntutan dagang ke Mahkamah Arbitrase Komersial Internasional (ICCA) di Stockholm. Mereka menuntut kelebihan pembayaran US$ 6 miliar (sekitar Rp 70 triliun). Menurut Naftogaz, Rusia telah menaikkan harga sepihak sebesar 80 persen.
AMERIKA SERIKAT
Pelaku Serangan di Benghazi Ditangkap
Amerika Serikat menangkap Ahmed Abu Khattalah, seorang anggota milisi Libya yang dicurigai menjadi otak serangan ke Konsulat Amerika di Benghazi, Libya, pada 2012. Pengumuman Departemen Pertahanan ini menandai pertama kalinya Amerika menangkap salah satu pelaku tindak kekerasan yang menewaskan Duta Besar Christopher Stevens itu.
Penangkapan dilakukan dalam serangan rahasia di Libya pada akhir pekan lalu. Setelah ditangkap, Ahmed Abu Khattalah dibawa ke Amerika pada Selasa pekan lalu untuk dihadapkan ke pengadilan.
Para pejabat Amerika mengatakan Ahmed Abu Khattalah, pemimpin senior dari kelompok garis keras Ansar al-Sharia, akan diadili di pengadilan Amerika. Saat ini Abu Khattalah ditahan di sebuah lokasi yang dirahasiakan.
"Sejak serangan mematikan di fasilitas kita di Benghazi, saya telah membuat prioritas untuk menemukan dan membawa ke pengadilan mereka yang bertanggung jawab atas kematian empat orang Amerika Serikat," kata Obama, seperti dilansir Reuters.
Insiden pembakaran kantor konsulat perwakilan Washington di Benghazi bermula saat terjadi unjuk rasa anti-Amerika di kota itu, bertepatan dengan peringatan peristiwa 11 September 2001. Demo berubah menjadi aksi anarkistis ketika sekelompok milisi melemparkan granat dan membakar fasilitas Kedutaan Amerika di Benghazi. Akibat serangan itu, tiga warga Amerika tewas, termasuk Duta Besar Amerika untuk Libya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo