Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia dikenal dengan nama Abu Bakr al-Baghdadi. Juga Abu Dua. Nama aslinya tak diketahui pasti, seperti informasi lain tentang dirinya yang sangat minim. Tapi banyak anak buahnya yang mengungkapkan dia bernama Ibrahim Awwad Ibrahim Ali al-Badri al-Samarrai.
Dialah yang kini mendapat sorotan besar karena kelompok yang dia pimpin, Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) atau dikenal juga dengan Negara Islam di Irak dan Levant (ISIL), belakangan ini memorak-porandakan Irak. Kelompok yang sama ikut mengoyak Suriah.
Abu Bakr al-Baghdadi telah menjadi panutan baru para "jihadi" muda. "Mereka melihatnya sebagai seseorang yang berperang untuk Islam," kata seorang pejuang Jabhat al-Nusra, kelompok militan perlawanan di Suriah. Ia bahkan menerima surat ikrar kesetiaan dari Afganistan dan Pakistan.
Di kalangan kelompok Islam militan yang angkat senjata, Abu Dua disebut-sebut sebagai Usamah bin Ladin baru. Ada juga yang menyebutnya penerus atau ahli waris Usamah, yang tewas dalam penyergapan di Pakistan tiga tahun lalu. Pria kelahiran Samarra, Irak, ini kini menggantikan Usamah sebagai tokoh teroris paling dicari. Informasi yang bisa membantu penangkapannya dihargai US$ 10 juta (kira-kira Rp 110 miliar).
"Syekh Baghdadi dan Syekh Usamah itu sama. Mereka selalu melihat ke depan. Mereka sama-sama ingin mendirikan negara (Islam)," kata seorang anggota ISIS asal Suriah.
Abu Bakr tumbuh di keluarga religius. Ia juga mendapat pendidikan dengan baik. Pria kelahiran 1971 ini mendapat gelar doktor dari Universitas Bagdad.
Tak pasti bagaimana mulanya dia terjun ke medan "jihad"-nya. Ada yang menyatakan dia bergabung dengan kelompok militan pada masa kekuasaan Saddam Hussein di Irak. Tapi versi lain menyebutkan dia menjadi petempur setelah keluar dari kamp Al-Bucca di Irak selatan. Selama empat tahun di kamp, sejak 2005 hingga 2009, diam-diam ia mengenal dan mendalami gerakan radikal Islam.
Ada versi lain lagi: begitu Amerika Serikat memimpin invasi ke Irak, ia segera bergabung dengan Al-Qaidah di Irak di bawah kepemimpinan Abu Musab al-Zarkawi.
Yang pasti, ia memang bergabung dengan Al-Qaidah di Irak. Ia terlibat dalam penyelundupan relawan asing ke Irak. Ia cepat naik pangkat dan menjadi "emir" di Rawa, kota tak jauh dari perbatasan dengan Suriah. Di sana ia memimpin dengan sangat keras. Dia tak segan mengeksekusi siapa saja yang diketahui membantu pasukan sekutu yang dipimpin Amerika.
Pada April 2010, setelah meninggalnya pemimpin Al-Qaidah di Irak—Omar al-Baghdadi dan Abu Hamza al-Muhajir—ia dipilih memimpin kelompok dengan pucuk pemimpin Usamah bin Ladin ini.
Melanjutkan strategi pendahulunya, ia mengutamakan kerahasiaan organisasi. Banyak anggota kelompoknya yang tak mengetahui wajahnya. Namun ia membuat sebuah langkah maju. Ia mengelola organisasi yang dia pimpin dengan rapi. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir kelompoknya membuat laporan tahunan. Ada data operasinya.
Anak buahnya juga menyebutnya ahli strategi. Ia berhasil mengeksploitasi kerusuhan di Suriah. Ia juga berhasil memanfaatkan kelemahan kepemimpinan Bagdad setelah pasukan Amerika ditarik dari Irak.
Tapi ada lagi satu hal yang membuatnya sangat terkenal: dia sangat berani. "Saat Usamah bin Ladin tewas di Pakistan tiga tahun lalu, dia satu-satunya yang tak mau berikrar setia kepada Zawahiri (Ayman al-Zawahiri)," kata seorang anggota ISIS.
Dia tak takut kepada apa pun untuk mencapai cita-citanya, yakni menegakkan negara kekhalifahan Islam. "Pendeknya, bagi Syekh Baghdadi, semua agama di dunia ini memiliki negara sendiri-sendiri kecuali Islam. Karena itu, sudah seharusnya ada negara Islam. Sesimpel itu," kata anggota ISIS.
Dengan pendirian itu, dalam pandangan para pendukungnya, Abu Bakr al-Baghdadi adalah ancaman serius bagi lawan-lawannya. "Kalau seseorang memiliki pasukan, tekad, dan keyakinan seperti yang dia miliki, dunia seharusnya takut kepadanya. Kalau tidak takut, mereka bodoh. Sebab, mereka tidak tahu apa yang akan menimpa mereka."
Purwani Diyah Prabandari (Reuters, The Guardian, The Independent, ABC News)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo