Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

MOMEN

25 Juli 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

THAILAND
Thaksin Tolak Penjara

BEKAS Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra mengatakan tak terima atas hukuman penjara dua tahun karena menganggap kasus yang dialaminya tidak adil sejak awal. Dalam wawancara dengan stasiun televisi PBS, Senin lalu, Thaksin menyatakan lawan politiknya sudah merancang kudeta sehingga membuatnya terjungkal. Thaksin mengatakan penolakan terhadap putusan pengadilan itu bukan karena kepentingan pribadi. ”Saya berdiri atas nama keadilan,” katanya.

Mahkamah Agung memvonis Thaksin dua tahun penjara karena dianggap menyalahgunakan wewenang pada 2008. Thaksin tak pernah masuk bui di Thailand karena ia lebih dulu kabur ke Dubai. Publik Thailand mulai ragu kasus Thaksin bisa tuntas karena Partai Pheu Thai pimpinan adik Thaksin, Yingluck, menang dalam pemilu bulan lalu.

Selasa pekan lalu, Komisi Pemilihan Umum Thailand mengesahkan hasil pemilu sekaligus anggota parlemen. Keputusan Komisi ini memuluskan langkah Ying­luck menjadi perdana menteri perempuan pertama di Thailand. Aturan di negeri ini menyatakan calon perdana menteri bisa maju setelah sah sebagai anggota parlemen.

YAMAN
Oposisi Bentuk Dewan Nasional

KUBU oposisi membentuk Dewan Nasional Pasukan Revolusi, yang menuntut mundur Presiden Ali Abdullah Saleh, Rabu pekan lalu. Dewan ini menjadi pusat partai politik dalam mencapai tujuan revolusi dan menggulingkan pemerintahan Saleh. Juru bicara koalisi partai oposisi, Muhammad Sabri, mengatakan anggota Dewan Nasional akan segera diumumkan awal Agustus ini.

Sehari sebelumnya, kelompok oposisi pemuda mendeklarasikan dewan transisi, yang mempersiapkan pemerintahan baru. Deklarasi dua dewan nasional ini semakin memperlebar faksi di dalam kelompok oposisi. Absennya Presiden Saleh meningkatkan gerakan kelompok oposisi dengan beragam ideologi yang muncul secara sporadis di negara berpenduduk 23 juta jiwa itu.

Saleh terbang ke Arab Saudi untuk menjalani perawatan akibat terluka saat terjadi penyerangan ke istana pada Juni lalu. Kelompok oposisi terus mendesak Saleh mundur. Sejumlah negara, seperti Arab Saudi, negara-negara di Teluk, Uni Eropa, Inggris, dan Amerika Serikat, juga meminta Saleh mengakhiri kekuasaannya.

CINA
Kecam Pertemuan Obama-Dalai Lama

CINA mengecam Presiden Amerika Serikat Barack Obama lantaran menyambut Dalai Lama di Gedung Putih, Sabtu dua pekan lalu. Obama bertemu dengan penerima Hadiah Nobel itu selama 45 menit dan memuji Dalai Lama karena berjuang tanpa kekerasan.

Dalai Lama berada di Amerika pada 6-18 Juli lalu. Ia memberikan ceramah di beberapa negara bagian Amerika Serikat. Dalam keterangan tertulis melalui kantor berita Xinhua, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Ma Zhaoxu, menyebutkan kedatangan Dalai Lama hanya urusan kecil dan tak layak diterima di Gedung Putih, yang hanya menerima tamu kenegaraan.

Cina menuduh Dalai Lama merupakan separatis yang mendukung penggunaan kekerasan untuk mendirikan Tibet. Ma mengatakan pertemuan Obama telah memberi dampak yang merusak. Menurut dia, Amerika telah campur tangan urusan dalam negeri. ”Melukai perasaan rakyat Cina,” ujar Ma.

SURIAH
Duta Besar Dilarang Bepergian

PEMERINTAH Suriah melarang Duta Besar Amerika Serikat dan Prancis keluar dari Damaskus tanpa izin. Menteri Luar Negeri Walid Moallem mengatakan Suriah memberlakukan larangan perjalanan diplomatik lebih dari 25 kilometer di luar ibu kota mulai Rabu pekan lalu. Menurut Moallem, Suriah tak akan mengusir kedua duta besar itu karena ingin membangun hubungan lebih baik dengan Amerika dan Prancis.

Pekan lalu, Duta Besar Amerika Robert Ford dan Duta Besar Prancis Eric Chevallier berkunjung ke Kota Hama, kubu oposisi yang menentang pemerintahan Presiden Bashar al-Assad. Suriah mengecam kunjungan itu serta menuduh Amerika dan Prancis ikut campur tangan urusan dalam negeri.

Pasukan pendukung Presiden Al-Assad kembali menembaki Kota Hama, Senin pekan lalu. Media asing tak diperbolehkan masuk kota di sebelah utara Damaskus ini. Aktivis hak asasi manusia Rami Abdel Rahman mengatakan sedikitnya 30 orang tewas. Aksi represif tentara itu membuat ratusan warga Hama mengungsi ke Libanon dalam empat bulan terakhir.

INGGRIS
Murdoch Tolak Tuduhan

RAJA media Rupert Murdoch menolak tuduhan keterlibatannya dalam penyadapan yang dilakukan tabloid News of the World. Dalam rapat dengan parlemen Inggris, Selasa pekan lalu, Murdoch mengatakan tak mengetahui praktek penyadapan ribuan narasumber tersebut.

Murdoch hadir bersama anaknya, James Murdoch, dan bekas editor News of the World, Rebekah Brooks. Ia meminta maaf atas kejadian yang bisa memicu runtuhnya kepercayaan publik terhadap pers, polisi, dan politikus itu. Murdoch mengaku teledor dalam mengawasi proses redaksi di News of the World. ”Ini hari terburuk,” kata dia.

Parlemen Inggris juga memanggil Perdana Menteri David Cameron, yang terkena imbas karena juru bicaranya, Andy Coulson, terlibat dalam komplotan penyadap ini. Coulson adalah bekas redaktur News of the World yang menjadi direktur komunikasi di kantor Perdana Menteri. Ia ditangkap pada 8 Juli lalu.

Kasus penyadapan muncul dari pengakuan Sean Hoare, bekas wartawan News of the World. Ia mengatakan Andy Coulson aktif mendorong stafnya menyadap telepon sumber berita untuk mendapat berita eksklusif. Senin pekan lalu, Sean tewas di rumahnya dan kasusnya masih dalam penyelidikan polisi.

SERBIA
Penjahat Perang Ditangkap

POLISI rahasia Serbia menangkap Goran Hadzic, penjahat perang Serbia yang menjadi buron tujuh tahun, Rabu pekan lalu. Hadzic ditangkap di sebuah hutan, 65 kilometer arah utara dari Beograd, ketika orang kepercayaannya membawakan uang tunai. ”Kita telah membalik halaman suram sejarah,” kata Presiden Serbia Boris Tadic menyambut penangkapan itu.

Goran Hadzic, 52 tahun, merupakan pemimpin pemberontak Serbia di Kroasia pada 1991-1995. Ia sebenarnya pekerja gudang tapi bisa meraih posisi penting karena memanfaatkan hubungannya dengan Kepala Polisi Rahasia Serbia Slobodan Milosevic. Selama masa jabatannya, kelompok etnis Serbia menguasai lebih dari sepertiga wilayah Kroasia dengan dukungan Milosevic.

Catatan paling kelam Hadzic adalah pembantaian di Kota Vukovar. Pasukan Serbia mengepung kota itu selama dua bulan. Setidaknya 264 warga non-Serbia dibantai dan dieksekusi. Pengadilan Den Haag mendakwa Hadzic dengan 14 tuduhan, termasuk kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, pada 2004. Ia menjadi buron terakhir yang ditangkap dalam perang di negeri Balkan itu.

Yandi M. Rofiyandi (Reuters, Yemenpost, BBC, The Nation, AFP)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus