Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Moro, derap perjuangan yang kandas moro, derap perjuangan yang kandas

Gerakan perjuangan moro terpecah tiga. mnlf dipimpin nur misuari, mnlf reformist dipimpin dimas pun dato & milf dipimpin hashim salamat. perpecahan di sebabkan antara lain oleh perbedaan ideologi.

8 Agustus 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUASANA bermaaf-maafan jelas terlihat pada hari raya Idulfitri, akhir Mei lalu. Untuk pertama kali sepanjang 40 tahun berdirinya Republik Filipina -- berlangsung salat Ied di Taman Luneta, di jantung Kota Manila. Tiga ribu jemah muslim melakukan salat hari raya, dan yang bertindak sebagai Imam, adalah Haji Ilyas Ismail, warga Indonesia yang sudah puluhan tahun menetap di Manila. Untuk pertama kalinya pula warga Manila menyaksikan bahwa takbir tak hanya dikumandangkan dengan pedang di tangan kanan -- seperti yang mereka kenal selama ini, tapi bisa juga dengan acungan salam untuk bermaaf-maafan. Taman Luneta, yang lebih dikenal sebagai tempat rekreasi, memang sesekali bisa juga dimanfaatkan untuk kegiatan keagamaan. Paling tidak diisi oleh misa Katolik, yang terkadang dipimpin sendiri oleh Kardinal Sin. Ini wajar karena 85% dari 54 juta penduduk Filipina adalah umat Katolik sementara umat Islam terhitung minoritas di negeri ini. Usai salat dan khotbah led, di hadapan jemaah yang masih bersimpuh, tiba-tiba Datu Macalimpowac, presiden Persatuan Muslim se-Filipina, mengumumkan keputusan penting. Ia mengajak tiga kelompok besar dalam gerakan perjuangan Bangsa Moro -- MNLF, MNLF Reformist, dan MILF -- untuk segera bersatu. Persatuan memang sesuatu yang mahal di kalangan Moro. Benih perpecahan sudah tersemai sejak lahirnya MNLF (Moro National Liberationm Front), 1969. Mungkin karena para pendirinya berasal dari lingkungan berbeda, mungkin juga karena pandangan dan cita-cita mereka belum searah. Yang pasti, tidak mudah mencapai kesepakatan sesama mereka, apalagi dalam menghadapi pemerintah Filipina. Seorang Nur Misuari yang intelektual, sekuler, dan agak kekiri-kirian, misalnya, tidak selalu bisa seiring sejalan dengan Hashim Salamat, pemimpin MILF (Moro Islamic Liberation Front) seorang ulama ortodoks dan dibesarkan dalam keluarga tuan tanah yang kaya. Di luar perbedaan ini, perpecahan di kalangan Moro semakin mencuat, akibat tebalnya rasa kesukuan dan kedaerahan. Dan rasa terkotak dalam ikatan puak semakin mendominasi, karena banyaknya puak itu, dengan bahasa dan tradisinya masing-masing. Setidaknya ada tujuh suku (Maranao, Maguindanao, Tausug, Samal, Yakan, Jama Mapun, dan Bajao) yang tergolong satu ras dengan Melayu. Nur Misuari, misalnya, berasal dari suku Tausug yang mendiami kawasan sekitar Kepulauan Sulu. Sedangkan Dimasangkay Pundato adalah seorang Maranao, keturunan bangsawan dari Lanao del Sur di Mindanao Tengah. Hashim Salamat adalah seorang Maguindanao, juga dari Mindanao. Hashim Salamat dan Dimas Pundato yang berasal dari pulau terbesar Mindanao agaknya merasa kurang enak dipimpin oleh Misuari yang berasal dari sebuah dusun di pulau terpencil: Jolo. Ciri tak kompak ini mulai kelihatan sesudah pemerintah Filipina mengurangi tekanan militernya, yakni semenjak Marcos berunding dengan MNLF, 1973. Dari sini terlahir Perjanjian Tripoli 1976. Pada saat inilah, pihak Moro menyadari bahwa lawan berunding yang sulit justru bukan pemerintah, tetapi orang-orang mereka sendiri. Kelemahan ini dimanfaatkan dengan cerdik sekali oleh Marcos. Ia mengadakan berbagai plebisit di daerah Filipina Selatan yang mayoritasnya non-Muslim. Dan, tentu saja, plebisit itu diragukan kejujurannya. Sekalipun begitu, hasil plebisit yang merugikan kaum Moro itu dijadikan senjata ampuh oleh Marcos untuk menangkis propaganda "menentukan nasib sendiri " yang dilancarkan Moro. Belum lagi isu Misuari berkomplot dengan komunis yang dilemparkan para ahli siasat Marcos. Padahal, komunisme sangat ditabukan oleh kalangan Moro tradisionalis. Bahkan, menurut Ivan Molloy, seorang pakar Australia yang meneliti masalah Moro, para ulama Moro selalu berdakwah tentang buruknya nasib kaum Muslimin dibawah Rusia yang komunis itu. Propaganda ini, tak salah lagi, berhasil menurunkan pamor Misuari di kalangan ulama Moro. Misuari sendiri memang terkesan sebagai orang "abangan". Dalam perjuangannya ia condong menggebrak diskriminasi ekonomi yang dilancarkan Manila terhadap Filipina Selatan, ketimbang soal negara Islam. Padahal, bagi Hashim Salamat, negara Islam adalah tujuan utama dan satu-satunya. Tak heran kalau ia menyempal dari MNLF pimpinan Misuari, 1978. Kelompok Misuari, sebaliknya, kian populer di kalangan penduduk non-Muslim di kawasan itu. Terbukti ketika, istrinya, Desdemona Tan, meninggal akhir Juni lalu. Misa khusus diadakan di kampus University of Philippines, Manila, untuk mengenang jasa wanita ini. Misa khusus seperti itu pernah diberikan kepada tokoh buruh Rolando Olalia, yang terbunuh tahun lalu. Misuari kemudian ditentang kelompok Dimas Pundato. Dimas hengkang dari MNLF, 1981. Ia mencoba "memurnikan kembali" cita-cita perjuangan MNLF, yang dianggapnya telah jauh menyimpang. Dalam pandangannya, Moro tak perlu memisahkan diri dari Republik Filipina, sebaliknya Misuari justru mencita-citakan satu negara Moro yang merdeka. Orientasi kami masih tetap pada nasionalisme Filipina," tutut H. Napis idin, Sekjen MNLF Reformist kepada TEMPO. Kelompok ini menginginkan MNLF kembali ke "khittah" Perjanjian Tripoli, 1976. Perbedaan cita-cita di kalangan pejuang Moro -- betapapun tipisnya -- terbukti bisa sangat merugikan. Pemerintahan Cory di Manila sejak mula sudah mengendus gejala perpecahan ini, dan kemudian dengan halus menggunakan Konstitusi 1986 sebagai perisai untuk menangkis tuntutan otonomi dari Misuari. Tentu Manila tidak menutup mata terhadap kehebatan persenjataan Moro, tapi kalkulasi mereka cukup jitu. Masalahnya bukan kehebatan senjata, tapi siapa-siapa -- yang berada di belakang senjata itu: Moro yang terpecah-pecah. Dan perjuangannya kandas. Tiga kelompok Bangsa Moro adalah: 1. MNLF, dipimpin Nur Misuari, memiliki 6.000 tentara reguler. Wilayah pengaruhnya tersebar di Tawi-Tawi, Sulu bagian barat, Zamboanga bagian selatan, beberapa daerah di selatan Pulau Palawan, sebagian Provinsi Cotabato dan Provinsi Lanao del Sur. Mereka dikoordinasikan oleh kepala stafnya, Brigjen Muslimin Sema. Sejak tahun 1980, 2.000 tentara MNLF pernah mendapat latihan militer di Syria, Iran, Libya, dan Pakistan. Persenjataanya dilengkapi senapan AK-47 eks Uni Soviet. 2. MILF -- dipimpin oleh Hashim Salamat -- dengan sayap militer: Bangsa Moro Armed Forces (BMAF) di bawah kepala stafnya. Haji Murad. Pihak MNLF mengaku berkekuatan 70.000 tentara reguler, ditambah lebih dari 100.000 pasukan lainnya yang berlatih tapi tak bersenjata. Jumlah ini, kalau memang akurat, mencerminkan 70% kekuatan tentara Bangsa Moro di Filipina Selatan. MILF mengaku punya pabrik senjata yang mampu membuat senjata jenis M-79 dan mengkonversikan senjata "Garrand" menjadi M-14. Basis kelompok di Maguindanao, Mindanao. Sedang di wilayah-wilayah Lanao del Sur, Cotabato, Zamboanga Sultan Kudarat, Basilan, Sulu, dan Marawi, pengaruhnya tidak seberapa. 3. MNLF Reformist, dipimpin Dimasangkay Pundato. Personel militernya paling tinggi 2.000 orang. Sekalipun begitu, Dimas pernah dikenal sebagai ahli siasat perang gerilya. Apalagi ia peserta terbaik dari angkatan I di kalangan pendiri MNLF yang menerima pendidikan militer di Sabah. Itu sebabnya, ketika masih bergabung dengan Misuari, ia menjabat sebagai Kastaf Angkatan Perang MNLF. Ahmed K. Soeriawidjaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus