Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Mozaik yang retak itu

Setelah Najibullah jatuh, para pengamat meramalkan Afghanistan bakal terpecah. Mujahidin terbagi dalam beberapa kelompok. mereka saling mempertahankan konsep negara Afghanistan.

25 April 1992 | 00.00 WIB

Mozaik yang retak itu
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
SEBUAH Libanon baru yang lebih terpecah-pecah bakal lahir. Itulah ramalan sejumlah pengamat setelah Najibullah jatuh pekan lalu. Dan sumber perpecahan apa lagi bila bukan karena begitu banyaknya faksi-faksi dalam tubuh mujahidin atau pejuang Islam, yang sejak Afghanistan dikuasai rezim komunis, 1978, mengadakan perlawanan tanpa henti. Garis terbesar yang memisahkan mujahidin adalah garis antara Syiah dan Suni. Hampir tiga perempat mujahidin adalah pengikut Suni, sisanya Syiah. Ketika perjuangan dimulai, di akhir 1970-an, kelompok Syiah pergi ke barat dan berlindung pada Iran. Kelompok ini semula terbagi dalam sembilan faksi besar. Tapi berkat pengaruh Iran, kesembilannya bisa bergabung dalam satu wadah yang kemudian disebut Hezb-i-Wahadat-i-Islami (Partai Persatuan Islam). Kabarnya, belakangan kelompok Syiah bisa menjalin kerja sama dengan grup Suni moderat pimpinan Ahmad Massoud. Adapun kelompok masyoritas, Suni itu, terbagi-bagi dalam banyak grup. Ada tujuh kelompok besar, yang terbagi dalam dua golongan: moderat dan garis keras. Kelompok si "Mata Elang" Gulbuddin Hekmatyar, yang konon memimpin 10.000 prajurit, yang diharapkan masuk Kabul pekan ini adalah tergolong dalam kelompok garis keras. Dulu, Hekmatyar, kini sekitar 33 tahun, tergabung dalam kelompok Hezb-i-Islami pimpinan Yunus Khallis. Tapi kemudian ia menyempal dan mendirikan Hezb-i-Islami tandingan karena tak sepaham dengan sikap-sikap Khallis, 70-an tahun, yang dianggapnya kurang tegas. Kelompok lain yang cukup besar di kubu ini adalah Harakat-i-Inqilab-i-Islami (Gerakan Revolusioner Islam) pimpinan Mohammad Nabi Mohammadi. Yang disebut kelompok moderat adalah yang menguasai Afghanistan utara dengan panglima perangnya yang populer: Ahmad Syah Massoud. Pimpinan tertinggi kelompok Jamiat-i-Islami (Masyarakat Islam) adalah Burhanddin Rabbani. Sejak awal sudah terjadi persaingan sengit antara Hezb-i-Islami dan Jamiat-i-Islami. Tak jarang kedua kelompok ini baku hantam sendiri yang menewaskan puluhan prajurit. Padahal Hekmatyar dan Ahmas Masoud adalah teman kuliah di Fakultas Teknik Universitas Kabul awal 1970-an. Kelompok lain adalah Jabhat-Nijat-i-Melli (Front Pembebasan Nasional) yang dipimpin oleh Sibghatullah Mojadidi. Di samping kelompok Ahmad Massoud, Front ini termasuk yang bisa berbaik-baik dengan kelompok Syiah. Kemudian masih ada Ittihaj-i-Islami yang diketuai oleh Ahmad Syah. Lalu ada Syura-i-melli-Inqilba-i-Islami dan Najat-i-melli-Afghanistan. Beberapa hal yang mengakibatkan terpecahnya mujahidin Suni antara lain karena sejumlah pemimpinnya menolak kepemimpinan mutlak para ulama. Di antaranya adalah Hekmatyar. Meski sama-sama mencitakan sebuah negara Islam, ada yang berkeras mendukung negara Islam model Iran (pendukung terbesarnya tentu saja mujahidin Syiah) dan ada yang mengusulkan model Arab Saudi. Di samping itu ada kelompok yang melihat pentingnya tradisi pemerintahan Afghanistan dipertahankan dalam negara Islam yang dicitakan itu. Yakni dihormatinya otoritas para kepala suku setempat beserta dewan kepala suku yang disebut loya jurgah. Konsekuensinya, kelompok yang mau melestarikan tradisi pemerintahan Afghanistan ini juga harus menghormati Zahir Syah, bekas raja Afghanistan yang terguling pada 1973, yang kemudian berlindung di Italia (beberapa waktu lalu ada berita bahwa Zahir Syah pulang ke Kabul). Sementara itu, masyarakat seputar Kabul juga terkotak-kotak menjadi tiga kelompok. Pendukung Najibullah beserta Partai Watannya, pendukung mujahidin yang mengharapkan terwujudnya negara Islam Afghanistan, dan kelompok yang menantikan kembalinya Zahir Syah, bekas raja mereka, yang terguling itu. Yang promujahidin sebagian besar adalah pendukung Ahmad Massoud. Ini bukan karena mereka tak suka pada Hekmatyar. Perlu dicatat bahwa suku mayoritas Afghanistan adalah suku Pushtun, dan Hekmatyar berasal dari suku ini. Tapi Ahmad Massoud adalah tokoh muda yang bisa mengambil hati rakyat. Panglima perang yang dijuluki Singa Lembah Panshir itu tak cuma memikirkan pertempuran, ia juga mendirikan puskesmas dan sekolah di desa-desa. Mereka yang mengharapkan kembalinya Zahir Syh umumnya adalah orang-orang tua dan kaum wanita yang merindukan zaman lampau. Meski mereka tak suka kepada pemerintah komunis itu, ada beberapa hal yang juga mereka tak senangi bila Afghanistan menjadi negara Islam yang ketat. Misalnya saja, banyak kaum wanita Afghanistan yang lebih suka berbusana Barat daripada harus mengenakan cadar di wajahnya. Mereka ini percaya bahwa kembalinya Zahir Syah merupakan jaminan berdirinya sebuah negara Islam Afghanistan yang moderat, bukan seperti Republik Islam Iran. Para pendukung rezim Najibullah adalah mereka yang mendapat kedudukan dan kemudahan selama komunis berkuasa. Kelompok terancam pembantaian besar-besar bila pasukan Hekmatyar masuk Kabul. Di awal 1989 sebenarnya sudah ada usaha untuk menyatukan para pejuang muslim ini. Tak cuma di antara yang Suni tapi sekaligus Suni dan Syiah. Waktu itu para wakil kelompok sudah mendiskusikan bentuk negara. Bahkan sempat terpilih dua pemimpin, yakni Mohammad Nabi Mohammadi pimpinan Gerakan Revolusioner Islam dan Ahmad Syah dari kelompok Persatuan Islam, diserahi tugas membentuk pemerintahan sementara. Tapi itu di kertas. Di lapangan, mereka masih sering bentrok. Sri Indrayati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus