Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Nasib mereka di tong sampah

4 warga as, pengajar universitas beirut, yang diculik kelompok jihad islam untuk kemerdekaan palestina diancam akan dieksekusi. tapi disambut dengan manuver kapal perang as di pantai libanon. (ln)

7 Februari 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH pernyataan yang sanggup mendirikan bulu roma ditulis dalam bahasa Arab, Sabtu pekan lalu. "Kami akan mengeksekusi keempat sandera itu, dan membuang mayat mereka ke dalam tong sampah di Siprus. Batas waktu yang seminggu lamanya, tak dapat ditawar lagi," demikian bunyinya. Ancaman itu berasal dari Kelompok Jihad Islam untuk Kemerdekaan Palestina. Boleh jadi, tindakan pembunuhan itu benar-benar dilaksanakan, pekan ini juga. Sebab, tuntutan mereka untuk membebaskan 400 tawanan Palestina di Israel, sebagai pengganti empat pengajar Universitas Beirut yang diculik itu, ternyata ditolak oleh Menteri Pertahanan Israel Yitzhak Rabin, Minggu baru lalu. Alasannya, pihak AS belum menghubungi Israel soal itu. Pendapat lebih keras menolak tuntutan kelompok Jihad diutarakan oleh Menteri Energi Israel Moshe Shahal dari Partai Buruh. "Kalau tidak, kita akan menyuburkan terorisme," ujarnya. Suara yang sama pun dikeluarkan Dan Meridor, penasihat terdekat PM Israel Yitzhak Shamir. "Setiap organisasi bisa menculik siapa saja, orang Israel atau bukan, dan menuntut pembebasan para tawanan," katanya dengan geram. Tak hanya itu. Operasi militer untuk menyelamatkan keempat warga AS itu seakan memancing Jihad Islam (untuk Pembebasan Palestina) agar bertindak lebih zalim. Kapal induk Nimitz, diiringi beberapa kapal tempur AS, tampak mendekati pantai Libanon. Menyusul di belakangnya kapal induk John F. Kennedy dan delapan kapal tempur lainnya yang berangkat dari pelabuhan Malaga di Spanyol. "Kami tidak akan melakukan konsesi apa pun dengan pihak teroris," ujar juru bicara Deparlu AS, Charles Redman. Menghadapi operasi ini, sebuah kelompok militan Islam di Beirut buru-buru mengeluarkan pernyataan baru, Selasa ini. Mereka memindahkan keempat sandera keluar dari Beirut. "Pemindahan keempat sandera, ke suatu tempat yang aman, berjalan mulus," tulis pernyataan itu. Sementara itu, nasib Terry Waite - yang konon diculik sebuah kelompok bawah tanah, ketika berusaha merundingkan pembebasan empat sandera terdahulu - masih samar-samar. Juru runding dan utusan Gereja Anglikan Inggris itu sempat meninggalkan sepucuk surat kepada seorang wartawan Barat, sebelum ia raib. Pesannya, surat itu jangan dibuka, kecuali jika ia memang benar diculik. Belum diketahui apa isi surat itu. Tapi Uskup Agung Robert Runcie - atasan Waite - menjelaskan bahwa "kalau terjadi apa-apa pada Waite, ia tidak menghendaki uang atau orang lain sebagai pengganti dirinya." Para analis politik Barat mengatakan, Waite kini "disimpan" sementara, untuk mengimbangi ancaman AS yang bermaksud mengerahkan kekuatan militernya, dalam upaya membebaskan empat sandera Amerika yang ditawan kelompok Jihad Islam itu. Pernyataan serupa juga disuarakan dua pemimpin milisi Libanon, Walid Jumblatt, dan Nabih Berri di Damaskus. "Saya pikir Waite bukannya diculik, tapi hanya ditahan," ujar mereka. Jumblatt bahkan menyediakan diri untuk menggantikan Terry Waite sebagai sandera. Dari London, Uskup Agung Canterbury, Robert Runcie, pun sibuk. Selain memimpin doa bagi keselamatan Waite yang hilang 14 hari lalu, ia menulis surat kepada Walid Jumblatt dan juru bicara parlemen Iran, Ali Akbar Hashemi Rafsanjani. Isinya meminta bantuan mereka agar mencari pria bertubuh tinggi besar dan berjanggut lebat itu. Tapi belum ada perkembangan baru. "Kami masih menunggu kabar dari orang kami di Libanon," kata seorang juru bicara Gereja Anglikan. Dan Kota Beirut, yang dilukiskan Menlu AS George Shultz sebagai "tempat yang dijangkiti wabah abad pertengahan", sekarang ini jadi kota hantu bagi warga asing. Beberapa kedutaan negara Barat mengimbau warganya untuk segera meninggalkan Libanon. "Kami minta agar keluar secepatnya," ujar seorang diplomat Inggris kepada sekitar 45 warganya yang menolak imbauan itu. Malah Kedubes AS - yang sebagian warganya sudah mulai mengungsi - harus mengenakan sanksi hukum bagi warga AS yang enggan meninggalkan Libanon dalam 30 hari. Melihat arus pengungsian itu, seorang wanita Libanon berkata dengan gundah, "Kalau kawan-kawanku, orang Inggris, Prancis, dan Amerika, itu pergi, saya berharap masih melihat orang Jerman duduk di bar ini. Didi Prambadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus