TEROR Stalin mendadak jadi pembicaraan umum di Uni Soviet, pekan silam. Sebuah majalah resmi pemerintah secara amat mencolok menyiarkan sajak panjang Alexander Tvardovsky yang secara terang-terangan mengutuk Stalin, yang disebutnya sebagai telah mengubah manusia normal "menjadi serigala dan dengan gampang mengkhianati orangtua serta teman-teman mereka." Sajak penyair yang meninggal tahun 1971 itu ditulis di awal masa pemerintahan Leonid Brezhnev, tapi tidak pernah dapat disiarkan. Berdasarkan kebijaksanaan Brezhnev, semua kritik terhadap Stalin - yang mulai dilancarkan Khrushchev pada 1956 - dihentikan sama sekali. Bersamaan dengan munculnya sajak antiStalin itu, di Moskow juga mulai beredar sebuah film yang mengisahkan kebrutalan Stalin (yang memerintah Soviet dari tahun 1924 sampai 1953). Sajak dan film ini tentulah mendapat perhatian pucuk pimpinan PKUS (Partai Komunis Uni Soviet) yang pekan silam, selama dua hari, melakukan sidang penting di Moskow. Bahkan bisa dipastikan, sajak dan film itu berhubungan erat dengan sidang Komite Sentral PKUS, yang acara terpentingnya mendengarkan pidato Gorbachev. Dalam pidato itu, Sekjen PKUS menyerukan perlunya keterbukaan lagi satu langkah baru yang sudah diawalinya dengan pembebasan ilmuwan Andrei Sakharov. Keterbukaan, atau glasnost menurut istilah sana, dianggap Gorbachev satu-satunya jalan untuk memperbaiki kebobrokan ekonomi Soviet yang kini berantakan. Dengan glasnost "rakyat akan mudah diyakinkan bahwa mereka bekerja bagi diri mereka dan bukan untuk para birokrat," kata Gorbachev dalam sidang Komite Sentral yang berlangsung dua hari itu. Dalam pidato yang sama, tanpa menyebut nama, Gorbachev juga menyerang kebobrokan ekonomi dan kemandekan kegiatan kreatif yang berlangsung semasa Brezhnev. Begitu keras nada pidatonya sehingga para pengamat di Moskow menyamakannya dengan pidato Khrushchev pada awal de-Stalinisasi di tahun 1956. Jika dulu istilahnya adalah de-Stalinisasi, sekarang de-Brezhnevisasi. Seperti Khrushchev yang mengalami kesulitan ketika melancarkan de-Stalinisasi Gorbachev juga bukannya dengan mudah melancarkan pembersihan terhadap sisa-sisa Brezhnev. Alexander Bevin, seorang komentator politik yang dekat dengan Kremlin, pekan silam menulis di majalah terbitan Moskow, New Times, tentang sisa-sisa Brezhnev yang dianggapnya merintangi pembersihan Gorbachev itu. "Mereka ini enggan menerima pembaruan, dan terus mencari kesempatan untuk bangkit kembali. Mereka masih juga belum kehilangan harapan untuk mencegah kita mengakhiri keteledoran, pemborosan, korupsi, ketidakadilan, dan kesewenang-wenangan sang Bos." Contoh kongkret dari masih bertahannya sisa-sisa Brezhnev itu terlihat dengan jelas pada hasil sidang Komite Sentral, yang masih belum bisa menerima semua gagasan Gorbachev. Dari tiga gagasan penting yang dikemukakan supremo Soviet itu, hanya dua yang dengan segera diterima: saran agar pemimpin partai di ke-15 republik, yang merupakan bagian dari Uni Soviet, tidak lagi ditunjuk melainkan dipilih secara rahasia dengan calon lebih dari satu orang. Kedua, agar ditetapkan masa jabatan pada posisi-posisi penting supaya selalu bisa terjadi pergantian. Yang ditolak adalah gagasan pengurangan hak-hak khusus pejabat partal, yang selama ini menjadi sumber korupsi dan pemborosan. Usul serupa juga ditolak ketika diajukan dalam sidang yang sama, bulan Maret tahun silam. Surat kabar resmi PKUS, Pravda, awal pekan ini menampilkan berita tentang adanya aksi penolakan terhadap glasnost Gorbachev dari seorang pemimpin cabang PKUS di sebuah distrik di Siberia. Tokoh itu adalah Anatoly Ilenko, yang bertindak sebagai tiran kecil di daerahnya: Tisul, Siberia. Pravda berkomentar bahwa aksi pembaruan Gorbachev ternyata masih harus menghadapi banyak rintangan. "Angkatan tua tidak akan mundur begitu saja," tulis Pravda. Dalam usaha menempatkan orang-orangnya pada posisi-posisi penting partai, yang dicapai Gorbachev juga menunjukkan masih adanya perlawanan dari sisa-sisa pengikut Brezhnev. "Orang-orang itu bukan cuma terdiri dari generasi tua, karena mereka telah pula mempersiapkan generasi mudanya," tulis Bevin pekan silam. Karena itulah, meskipun Gorbachev berhasil menyingkirkan Dinmukhamed, Vladimir Scherbitsky tetap bertahan di Politbiro. Kedua orang ini menempati posisi tertinggi di Uni Soviet akibat hubungan dekat mereka dengan Brezhnev. Lewat sidang Komite Sentral itu, Gorbachev cuma berhasil menjadikan teman dekatnya, Alender Yakovlev, 63, calon anggota Politbiro, tapi gagal menempatkan pada posisi yang setara dengan salah seorang pendukungnya yang gigih, Boris Yeltsin. Laporan dari Moskow menyebutkan bahwa hambatan yang dihadapi Gorbachev terutama datang dari Komite Sentral, yang dua pertiga dari 307 anggotanya masih merupakan pengikut Brezhnev. Melihat komposisi kekuatan seperti ini, jalan yang harus ditempuh Gorbachev untuk "membuka" Uni Soviet masih akan panjang, agaknya. Dan dalam perjalanan panjang itu, aneka berita setiap saat bisa muncul secara mengejutkan dari Moskow. Pekan silam, misalnya, secara amat mengejutkan Valentina Tereskova, astronot wanita pertama di dunia, disingkirkan dari kedudukannya sebagai ketua komite urusan wanita di Komite Sentral. Alasan pemecatan tidak diumumkan, tapi jelas bahwa Valentina adalah orang dekat dan kesayangan Brezhnev. Berita lain, yang mungkin bisa dianggap mencerminkan glasnost, ialah dibebaskannya rakyat Soviet mendengarkan siaran bahasa Rusia dari BBC London. Laporan dari Moskow juga menyebutkan makin bebasnya para seniman negeri itu mengemukakan ciptaan mereka. Bahkan kalangan sarjana, kini, mulai bebas memaparkan hasil penelitian mereka tentang usaha Lenin memecat Stalin dari partai, beberapa saat sebelum pemimpin pertama Uni Soviet itu meninggal secara mendadak. Yang tidak kurang menarik dari itu adalah reaksi penolakan terhadap pembaruan Gorbachev, yang dilancarkan sekelompok remaja dari pinggiran Moskow. Jika malam tiba, mereka berkelana seputar kota, memukuli para hippy, penari breakdance, dan para penggemar musik Barat. Di suatu jalan yang cukup ramai, seorang hippy dihadang, lalu ditanya mengapa rambutnya dibiarkan panjang dan apakah dia perlu uang untuk memotong rambut itu. Dikenal dengan nama Lyuberites, mereka tampaknya terlatih melakukan karate, gulat, ataupun tinju. Seorang gadis melaporkan bagaimana ia dihadang remaja itu pada suatu malam, sepulang dari sebuah diskotek. "Saya masih untung karena tidak dipukuli sampai pingsan," katanya, seperti dikutip majalah Ogonyok, terbitan Moskow. Sebegitu jauh, polisi belum menindak mereka, remaja yang mengaku pembela adat-istiadat dan gaya hidup Soviet. Salim Said, Laporan Reuters
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini