PERINGATAN waspada segera disebar dari Pos Pengawasan Cuaca di Manila, saat Unit Operasi Lembaga Meteorologi itu menangkap sebuah tanda mencemaskan di Samudra Pasifik. Topan Nina, yang bergerak dari gugus pulau Mikronesia dengan kecepatan 205 km per jam, akan segera mencapai Pulau Samar, tenggara Manila, hari itu juga -- 25 November -- Rabu pekan lalu. Berdasar perhitungan cepat, Lembaga Meteorologi memperkirakan badai besar akan menyerang sekitar 10 provinsi di selatan Pulau Luzon. Ketika itu tumpahan hujan berat disertai angin kencang sudah menghajar Legaspi City, Provinsi Albay, dan Manila yang lagi bersiap-siap menghadapi Konperensi Tingkat Tinggi Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara -- KTT ASEAN. Tanda-tanda bencana sudah nyata. Dan benar. Rabu senja hari Nina mulai menghantam kawasan pantai Provinsi Sorsogon dan Bicol di Pulau Samar. Air bah menerpa pesisir dengan gelombang pasang tinggi, memusnahkan perkebunan kelapa di Bicol dan melanda evakuasi penduduk yang lagi bergerak meninggalkan perkampungan mereka di pantai Sorsogon. Dari sana, Nina menyerbu daratan, dengan mengurangl sedikit kecepatannya menjadi 185 km per jam. Nasib sial rupanya sedang gandrung pada Filipina. Malapetaka dan keresahan silih berganti memukul negara itu. Kini, di saat Manila menghadapi KTT ASEAN, aksi pengacauan bertubi-tubi dilancarkan kelompok ekstrem kiri dan kanan. Dan tiba-tiba saja datang si jahat Nina. Ketika Nina menuju Manila, Presiden Corazon Aquino mengumumkan 11 provinsi Luzon Selatan sebagai daerah bencana. Lalu Presiden menunjuk Deputi Presiden Danilo Gozo sebagai penanggung jawab operasi penyelamatan. Aparat keamanan dan kesehatan diminta siaga 24 jam penuh. Penduduk yang bermukim di 11 provinisi itu diminta meninggalkan rumah mereka, dan mencari perlindungan di gedung-gedung pemerintah. Sampai Kamis pekan lalu berita korban yang jatuh masih simpang-siur. Palang Merah Filipina (PMF) kehilangan kontak dengan daerah bencana, karena saluran komunikasi terputus. Angin ribut telah menghancurkan pembangkit tenaga listrik di Provinsi Laguna di tenggara Manila. Jumat dinihari, catatan pengumpulan data mulai masuk. PMF melaporkan 90% bangunan di Bicol, Sorsogon, Laguna, dan pulau-pulau Catanduanes dan Masbate hancur. Sekitar 100.000 penduduk kehilangan tempat tinggal, 200 korban tewas sudah ditemukan. Tapi jumlah korban masih meningkat terus. "Kami kehabisan peti mati untuk memakamkan mereka," bunyi sebuah kawat yang dikirimkan dari Sorsogon. Menjelang Jumat tengah hari, Nina mencapai distrik selatan Manila dengan kecepatan menurun, 127 km per jam. Bandar udara Manila genting, dan karenanya semua pesawat milik Philippine Airlines menunda keberangkatannya. Kantor berita Filipina yang terletak di daerah itu porak-poranda, dan konperensi internasional tentang AIDS yang diselenggarakan di sebuah gedung tak jauh dari situ terpaksa bubar. Kegiatan di Manila Selatan pun terhenti, dan ketika malam tiba, kawasan itu gelap-gulita. Aliran listrik terputus total. Tapi tidak seluruh Manila dilanda topan. Setelah beberapa jam mengamuk di selatan, Nina berbelok ke arah barat, masih dengan kecepatan di atas 100 km per jam, menuju Laut Cina Selatan. Nina pergi dan bencana pun lewat. Tessie Padua, pejabat departemen sosial, mengemukakan 20.000 permukiman musnah. Kerugian seluruhnya diperkirakan mencapai US$ 12 juta. Sampai awal pekan ini korban tewas tercatat 658 jiwa. Berarti, kali ini Nina menciptakan bencana badai besar dalam sejarah Filipina. Sebelumnya, bencana angin ribut dengan angka korban tinggi terjadi tahun 1984, disebabkan topan Ike (1.353 korban), dan topan Irma, 1982, (470 korban). Padua mengungkapkan, sebenarnya kedatangan Nina sudah diramalkan, dan penduduk sudah diminta agar waspada. "Tapi penduduk yang tak memperhitungkan kekuatan Nina tak peduli, karena badai memang melanda hampir setiap bulan," ujarnya. Nina adalah badai ke-15 tahun ini. Empat hari kemudian, Manila kembali pada kesibukan utama: mempersiapkan KTT ASEAN. Puing-puing mulai dibersihkan. Tapi Minggu malam baru lalu, sebuah bom meledak di Philippine International Convention Centre (PICC), di lingkungan Philippine Plaza Hotel, tempat KTT ASEAN akan berlangsung 14-16 Desember mendatang. Tak ada kelompok teror yang mengaku bertanggung jawab. "Kelompok ekstrem kiri maupun kanan mempunyai peluang yang sama," ujar Mayor Rodolfo Evardo, deputi komandan pengamanan KTT ASEAN. Tapi Evardo yakin, sasaran bom itu adalah KTT ASEAN. Ledakan ini adalah provokasi kedua. Sebulan lalu, 80 buah dinamit ditemukan di PICC. Karena itu, sejak Senin pekan ini seluruh kawasan Philippine Plaza Hotel ditutup untuk umum. Semua yang masuk ke hotel itu tak pandang bulu harus digeledah. Dan menurut beberapa diplomat, pertemuan awal yang sedianya akan berlangsung 8 Desember mendatang itu diundurkan dua hari, sementara pertemuan puncaknya akan berakhir sehari lebih cepat. "Negara peserta lainnya sungguh mengkhawatirkan situasi di Manila," ujar seorang diplomat Asia di ibu kota Filipina itu. Kalau ada yang paling tenang -- selama hari-hari gawat ini -- barangkali hanya dia, yakni pemberontak dan "musuh rakyat nomor satu": Kolonel Gregorio Honasan. Senin pekan ini, batas waktu penyerahan dirinya berakhir, tapi tampaknya dia tak peduli. Banyak anak buahnya kembali ke pangkuan pemerintah, sementara Honasan tak juga tertangkap. Superburon ini melewatkan waktunya dengan menikmati sushi (sejenis makanan Jepang), menonton rekaman dirinya kala muncul di TV, dan berleha-leha di tepi pantai. Jim Supangkat, kantor-kantor berita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini