BANJIR yang menimpa Desa Huta Holbung, 15 km dari Padangsidempuan, Tapanuli Selatan, itu telah setahun lebih berlalu. Tapi bah itu, hari-hari ini, ternyata, masih bisa membikin kursi bupati setempat bergoyang-goyang. Ceritanya, Abdul Rasyid Nasution selaku Bupati Tapanuli Selatan dituding rakyat telah "memakan" bantuan dana dari Yayasan Dana Gotong-Royong Kemanusiaan yang diketuai Ny. Tien Soeharto. Padahal, bantuan sebesar Rp 100 juta ini telah didrop ke sana pada 7 Agustus 1986 lalu. Adalah putri Pak Harto, Siti Hardiyanty Rukmana alias Tutut, yang langsung menyerahkan bantuan itu kepada Rasyid. Waktu itu, saking gembiranya, masyarakat sampai-sampai menganugerahi marga "Boru Harahap" kepada Tutut. Suaminya, Rukmana, walaupun tak hadir juga ditabalkan sebagai marga Siregar. Ternyata, yang diterima 75 kk korban banjir itu hanya bernilai Rp 23 juta. Menurut pengakuan penduduk, mereka masing-masing hanya menerima bantuan berupa 3 lembar seng, 2 lembar tripleks, 10 lembar papan, dan Rp 1.000 sehari. Padahal, selain sumbangan dari Tutut itu ada lagi sumbangan masyarakat Rp 35 juta. Keadaan inilah yang membikin Asran Lubis, yang dalam musibah 15 April 1986 itu kehilangan istri dan dua anaknya, penasaran. Atas nama para korban, ia pun membeberkan kasus itu lewat surat tertanggal 1 Oktober lalu langsung kepada Ibu Tien Soeharto. Isinya menuding Bupati telah memakan duit bantuan itu. "Jika tidak, kenapa sudah setahun lebih tak disalurkan?" kata Asran kepada TEMPO. Pada 2 November 1987, Asran berhasil menemuinya. Tapi ia, katanya, malah digertak Rasyid. "Jika ribut terus, kuadukan kau ke Kodim," kata Asran menirukan ucapan Bupati. Tak cuma itu. Rasyid bahkan menuduh Asran sudah gila. Tuduhan itu terungkap tatkala Bupati diwawancarai wartawan Sinar Pembangunan Medan, yang muncul pada 18 November lalu. Merasa namanya dicemarkan, Asran mengadukan delik penghinaan itu pada Pos LBH Padangsidempuan. Rasyid sendiri menyangkal menuduh Asran sudah gila. Perihal raibnya bantuan Rp 100 juta itu juga dibantahnya. "Semuanya masih utuh di Bank Pembangunan Daerah di Padangsidempuan," katanya. Ia menunjuk AC nomor 1276 tempat dana itu disimpan. Mengapa duit itu sekian lama belum juga. disalurkan ? Kata Rasyid, karena bantuan itu baru turun empat bulan setelah bencana, Bupati pun lebih dulu menyalurkan bantuan masyarakat kepada para korban. Ternyata bantuan itu sudah bisa menormalkan keadaan. Itulah kenapa Bupati memilih menyimpan duit itu di bank. Lagi pula, menurut Rasyid, dana bantuan itu diberikan yayasan secara formal administratif kepada Gubernur Sum-Ut. Tapi pendayagunaannya dilaksanakan oleh Bupati Tapanuli Selatan. "Ini suratnya yang menegaskan hal itu," katanya. Selain itu, digariskan bahwa dana itu hanya boleh digunakan untuk bantuan pangan, sandang, obat-obatan, susu, dan telur untuk balita. Rasyid telah berkali-kali memberi petunjuk kepada Gubernur untuk pemanfaatan dana itu. Misalnya, untuk perbaikan parit dan sawah yang tertimbun bah. Tapi tak dibolehkan. Sebuah tim dari Departemen Sosial, yang turun mengecek kasus itu sejak 19 November lalu, ternyata membenarkan Rasyid. "Menurut tim itu, kebijaksanaan saya sudah tepat," kata Rasyid. Untuk itu Rasyid kembali mengusulkan secara tertulis kepada Gubernur agar dana disimpan sebagai cadangan jika kelak terjadi lagi bencana alam. Anehnya, Asisten III/Kesejahteraan Rakyat, Rudolf Siahaan, menganggap lucu logika Bupati Tapanuli Selatan itu. "Bantuan itu 'kan bukan APBD tingkat I Sum-Ut," katanya kepada TEMPO. Bahkan Rudolf melukiskan Gubernur Sum-Ut, Kaharuddin Nasution, kaget mendengar kabar itu. "Pak Gubernur menganggap bantuan itu sudah dicairkan semuanya. Tinggal menunggu laporan Bupati saja," kata Rudolf. Bersihar Lubis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini